Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani/Net
Komisi I DPR RI mendorong otoritas hukum Indonesia untuk memastikan proses hukum terhadap nahkoda kapal super tanker berbendera Iran, MT Arman 114, yang ditangkap Bakamla RI beberapa hari yang lalu.
Kapal yang mengangkut 272.569 metrik ton minyak mentah senilai Rp 4,6 triliun itu, ditangkap karena melakukan tindakan ilegal, berupa pemindahan muatan ke kapal lain, di perairan Indonesia, tepatnya di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dekat perairan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Selain melakukan transhipment, kapal tersebut juga diduga membuang limbah dan melakukan pengelabuan Automatic Identification System (AIS).
"Kita apresiasi langkah Bakamla RI atas penindakan ini dan kami dorong untuk proses hukumnya dikawal, tidak boleh ada proses lain yang membebaskan begitu saja baik kapal maupun nahkodanya," kata anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani, Rabu (12/7).
Christina mengatakan, sudah ada kejadian sebelumnya kapal berbendera Iran juga ditangkap terkait pelanggaran alur pelayaran di perairan Kalimantan saat mentransfer minyak secara ilegal ke tanker berbendera Panama, MT Freya, Januari 2021.
"Kasus ini kita monitor sudah ada putusan hukumnya bersama denda juga karena turut membuang limbah. Jadi ini bukan kejadian pertama maka harus dipastikan proses hukum di kasus terbaru ini berjalan
prudent. Tidak boleh lolos begitu saja," kata Christina.
Ia mewanti-wanti, kejadian tahun 2021 lalu saat aksi intelijen Iran, Ghassem Saberi Gilchalan (49) yang ditangkap di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten pada Mei 2021.
Kedatangan Gilchalan di Indonesia saat itu untuk menjalankan misi pembebasan tanker Iran, MT Horse yang diamankan Bakamla karena mentransfer BBM ilegal di perairan Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (24/1).
"Bahwa bisa jadi ada upaya serupa harus kita antisipasi. Jalankan sesuai proses hukum di Indonesia. Negara ini harus tegas, harus punya wibawa di hadapan negara-negara lain," pungkasnya.