Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Demi Uang, Pria California Sembunyikan Kematian Ibu Selama 30 Tahun

SABTU, 08 JULI 2023 | 14:50 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Upaya seorang pria California menyembunyikan kematian ibunya dari pemerintah federal selama lebih dari tiga dekade telah menyeretnya ke dalam persoalan hukum.

Pria bernama Donald Felix Zampach, 65 tahun, telah mengaku bersalah minggu lalu di Pengadilan Distrik AS di San Diego atas satu tuduhan pencucian uang dan satu tuduhan penipuan Jaminan Sosial.

Jaksa mengatakan, selama aksinya, Zampach telah mengumpulkan lebih dari 800.000 dolar AS (setara 12,129 miliar rupiah )tunjangan yang ditujukan untuk mendiang ibunya.


"Tak satu pun dari 830.238 dolar AS yang diterima Zampach di bawah skema tersebut akan dibayarkan seandainya lembaga pemerintah yang berbeda diberi tahu tentang kematiannya," kata jaksa penuntut, seperti dikutip dari New York Times, Sabtu (8/7).

Selain tunjangan, Zampach juga dilaporkan mengambil alih rumah ibunya di Poway, California, saat masih atas namanya.

Atas kasusnya Zampach terancam hukuman penjara maksimum total 25 tahun, tetapi pedoman hukuman federal kemungkinan besar akan menempatkan hukumannya di suatu tempat dalam kisaran 30 hingga 37 bulan karena dia tidak memiliki riwayat kriminal sebelumnya, menurut Jeffrey D. Hill, asisten khusus pengacara AS.

Saat ini Zampach tidak ditahan dan telah keluar dengan jaminan untuk menunggu hukuman pada 20 September.

"Dia diliputi penyesalan," kata Knut Johnson, pengacara Zampach dalam sebuah email.

Jaksa mengatakan, sebagai bagian dari kesepakatan pembelaannya, Zampach telah setuju untuk kehilangan lebih dari 830.000 dolar AS, termasuk rumahnya, untuk membayar ganti rugi kepada belasan korban, termasuk beberapa pemberi pinjaman yang dengannya dia membuka jalur kredit sambil mengaku sebagai ibunya.

"Pemberi pinjaman itu kehilangan lebih dari 28.000 dolar AS karena tindakan Zampach," kata jaksa penuntut.

Ibu Zampach, yang diidentifikasi dalam dokumen pengadilan hanya dengan inisial STZ, meninggal pada 22 Oktober 1990, di Jepang setelah didiagnosis menderita kanker pankreas dan pindah ke negara asalnya dari Amerika Serikat. Dia berusia 61 tahun ketika dia meninggal, dan akan berusia 93 tahun jika dia masih hidup hari ini.

Sebagian besar uang yang diperoleh Zampach berasal dari pembayaran bulanan oleh Administrasi Jaminan Sosial, dan dari anuitas yang dibayarkan oleh Layanan Akuntansi Keuangan Pertahanan, yang membayar manfaat bagi veteran militer yang selamat.

Pasangan ibunya adalah seorang veteran Angkatan Laut AS.

Zampach menerima 253.714 dolar AS dari Administrasi Jaminan Sosial dan 563.626 dolar AS dari Layanan Akuntansi Keuangan Pertahanan.

Zampach mengumpulkan tunjangan ibunya tak lama setelah kematiannya, menurut dokumen pengadilan.

Pada November 1990, Zampach menyerahkan formulir yang memberitahukan Kedutaan Besar Amerika di Tokyo tentang kematiannya, tetapi mengosongkan kotak di formulir yang meminta nomor Jaminan Sosialnya, kata jaksa penuntut.

Ketika dia kembali ke Amerika Serikat dengan jenazah ibunya, dia juga menghilangkan nomor Jaminan Sosial ibunya dari permohonan izin penguburan.

Zampach mengakui bahwa kedua kelalaian itu dimaksudkan untuk menyembunyikan kematian ibunya dari instansi pemerintah sehingga dia dapat menerima tunjangannya.

Dia terus melakukan tipu muslihat hingga September 2022, memalsukan tanda tangannya pada dokumen pemerintah agar pembayaran tetap mengalir. Beberapa tahun kemudian, dia mengajukan pengembalian pajak penghasilan atas namanya.

Tetapi skema Zampach mulai terurai ketika ibunya menjadi fokus audit Administrasi Jaminan Sosial terhadap orang-orang berusia 90 tahun atau lebih yang tidak menggunakan tunjangan Medicare mereka. Audit memverifikasi apakah orang-orang itu masih hidup.

Pada Juni 2022, Tuan Zampach berbohong kepada penyelidik di Administrasi Jaminan Sosial, dengan mengatakan bahwa ibunya masih hidup dan berada di Jepang.

Sebagai bagian dari persyaratan pembebasan pra-hukumannya, Zampach, yang mengatakan bahwa dia menderita demensia dan halusinasi pendengaran dan visual, sehingga harus mencari perawatan kejiwaan atau psikologis.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya