Berita

Pertemuan Ketua DPP PDIP, Puan Maharani, dengan Ketum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono di Jakarta/RMOL

Publika

Pertemuan Puan dan AHY, Siapa Peduli?

OLEH: SUTRISNO PANGARIBUAN*
SELASA, 20 JUNI 2023 | 08:54 WIB

BEBERAPA waktu yang lalu, Ketua DPP PDIP Bidang Politik Puan Maharani menyebutkan ada 10 nama yang masuk radar bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping Ganjar Pranowo. Dari 10 nama itu, salah satunya nama Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).

Hal tersebut disampaikan Puan dalam konferensi pers usai agenda kedua dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP di Sekolah Partai, Lenteng Agung, Jakarta, Selasa (6/6).
 

Kemudian Demokrat merespons masuknya nama AHY dalam radar PDIP sebagai cawapres Ganjar Pranowo. Deputi Balitbang Demokrat, Syahrial Nasution menegaskan partainya masih setia mendukung Anies Rasyid Baswedan di Pilpres 2024.

Meski demikian, Syahrial mengapresiasi pernyataan Puan sebagai kejutan dan kabar baik. Sebab pernyataan Puan diyakini telah melewati penggodokan dan pertimbangan yang matang, sebelum disampaikan PDIP ke publik.
 
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dengan Sekjen Demokrat Teuku Riefky Harsya bertemu dan berbincang di sebuah rumah makan di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Minggu (11/6). Hasto mengaku dalam pertemuan tersebut dibahas berbagai hal. Salah satunya terkait sistem pemilu hingga rencana pertemuan antara Puan dengan AHY.

Pertemuan pendahuluan kedua sekjen partai, sebagai perintis jalan bagi pertemuan putri dan putra mahkota, pemilik partai yang sama-sama pernah berkuasa, dan tinggal di Istana Negara.
 
Atas inisiasi dan fasilitasi kedua sekjen partai, akhirnya Puan dan AHY bertemu sambil makan bubur ayam di Plataran Hutan Kota Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, Minggu (18/6), usai olahraga pagi.

Puan memulai jalan paginya dari Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta. Sedangkan, AHY berjalan pagi dari Sudirman-Thamrin, Jakarta. Puan menggunakan pakaian hitam, sedangkan AHY menggunakan pakaian biru gelap.
 
Dalam pertemuan tersebut, Puan mengatakan PDIP berencana membangun komunikasi yang lebih intens dengan para elite politik. Ada keinginan bersama untuk membangun bangsa dan negara.

Puan berharap bahwa Pemilu 2024 adalah pemilu damai, pemilu yang gembira, pemilu yang bisa membuktikan bahwa pesta demokrasi itu adalah pestanya seluruh rakyat Indonesia.

Puan juga mengaku bahwa AHY menginginkan hubungan Demokrat dan PDIP lebih harmonis. Keduanya sepakat memulai hubungan "kakak- adik", dan akan bertemu kembali.
 
Sementara AHY mengaku, pertemuan tersebut merupakan salah satu bentuk agenda politik untuk membahas isu kenegaraan dan dinamika politik bersama PDIP.

Pertemuan tersebut bukan hanya sekadar gimmick politik, tetapi juga sesuatu yang penting dan substansial. AHY menyebut Demokrat dan PDIP memiliki jejak riwayat yang sama dalam kancah perpolitikan Indonesia. Salah satunya, mereka sama-sama pernah menjadi ruling party atau partai penguasa dan juga sebagai partai oposisi.
 
Meski diakui sebagai pertemuan politik plus makan bubur ayam, sesungguhnya tidak ada hal baru, maupun hal strategis yang dibahas Puan dan AHY.

Komitmen untuk menjadikan pemilu damai, menggembirakan sejatinya menjadi kewajiban dari semua peserta pemilu. Namun pertemuan tersebut sedikit menarik karena dua hari sebelumnya, Jumat (16/6), Demokrat kubu AHY baru saja meluncurkan aksi "Demokrat Berdarah" di Kantor DPP Demokrat, Jakarta.

Aksi pembubuhan cap jempol darah dan tanda tangan pada kain putih oleh pengurus, kader, dan simpatisan Demokrat tersebut, sebagai deklarasi kesetiaan kepada AHY melawan upaya hukum PK Moeldoko di Mahkamah Agung.

Bagi Kongres Rakyat Nasional (Kornas), pertemuan Puan dan AHY adalah pertemuan biasa, dengan arah dan tujuan yang tidak jelas. Pertemuan biasa menjadi luar biasa bagi kubu AHY di tengah polemik Partai Demokrat.

Kubu AHY justru mendapatkan keuntungan besar di tengah kegalauan akibat PK Moeldoko di MA. Pertemuan tersebut menjadi bukti bahwa PDIP dan Jokowi benar-benar tidak ikut "cawe- cawe" dalam sengketa Demokrat.
 
Kepiawaian Puan terbukti dengan berhasil memancing AHY yang hingga saat ini tidak mendapat kepastian dari Anies Baswedan. Ancaman evaluasi dukungan dari kubu AHY terhadap Anies Baswedan jika bacawapres tidak ditetapkan hingga akhir Juni 2023 sebagai isyarat bahwa Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) saat ini terancam bubar.

Maka jika akhirnya KPP bubar, itu bukan karena pengaruh pihak luar, namun bersumber dari rapuhnya ikatan "piagam deklarasi" KPP sendiri.
 
Pertemuan putri dan putra mahkota pemilik partai tersebut sama sekali tidak menyentuh materi kebutuhan dan kepentingan, rakyat, bangsa, dan negara. Puan dan AHY hanya sedang beromantika sebagai sesama putri dan putra dari orangtua yang keduanya pernah bekerjasama dalam istana.

Jika kemudian ada kesepakatan kerja sama politik di antara kedua partai pun, pasti hanya terkait kepentingan kekuasaan kedua keluarga besar mereka, bukan kepentingan rakyat.
 
Klaim atas pentingnya pertemuan Puan dan AHY sehingga ditunggu oleh banyak pihak tidak terbukti. Publik tidak peduli dengan pertemuan tersebut karena tidak mendapat asupan informasi penting, dan bermanfaat.

Pertemuan yang disertai oleh petinggi kedua partai tidak lebih dari reuni antara kakak dan adik kelas. Publik justru menilai bahwa pertemuan Puan dan AHY sebagai bukti bahwa semua parpol lebih mengutamakan kepentingan pragmatis dan oportunis.

Pengakuan AHY terkait adanya pertikaian politik PDIP dan Demokrat selama dua dekade semakin memperkuat keyakinan publik bahwa pertemuan tersebut hanya untuk kepentingan politik keluarga besar Megawati dan SBY.
 
Selanjutnya, pertemuan lanjutan antara Puan dan AHY diharapkan akan membahas masalah penting seperti pemberantasan politik uang, dan politisasi identitas berbasis SARA, serta eksploitasi ikatan-ikatan primordial dalam Pemilu 2024. Puan harus membantu AHY agar terus bertahan dalam KPP, sehingga KPP tetap dapat mengajukan pasangan calon di Pilpres 2024.

Bagi Kornas, parpol sebagai lembaga milik publik harus terus diingatkan bahwa kekuasaan tertinggi dalam demokrasi ada di tangan rakyat. Maka kekuasaan eksklusif dan "perasaan milik pribadi dan keluarga" dalam parpol harus dihentikan.
 
*Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya