Berita

Delegasi PHI dalam Global Greens Congress di Korea Selatan/Ist

Politik

PHI Sukses Ajak Dunia Rintis Aturan Teknologi Kecerdasan Buatan

SENIN, 19 JUNI 2023 | 06:03 WIB | LAPORAN: ANGGA ULUNG TRANGGANA

Keputusan global yang mengatur teknologi artificial intelligence (kecerdasan buatan) lahir dalam Global Greens Congress atau Kongres Kaum Hijau Sedunia yang digelar di Incheon, Korea Selatan pada 11 Juni 2023. Kongres ini merupakan ajang Partai Hijau dan organisasi pendukung politik hijau sedunia berkumpul dan bersepakat untuk merespon perubahan-perubahan yang berdampak pada lingkungan dan kemanusiaan. 

Adapun aturan tentang teknologi kecerdasan buatan diinisiasi oleh Partai Hijau Indonesia (PHI) bersama Partai Hijau Korea (GPK). Aturan bernomor R43 itu berjudul “Resolusi Darurat untuk Regulasi yang Efektif pada Teknologi Kecerdasan Artifisial demi Demokrasi, Keberlanjutan, dan Manfaat Sosial”.

Kongres yang dihadiri 829 peserta dari 84 negara telah menyetujui aturan tersebut. Kini, partai-partai hijau sedunia wajib memperjuangkan penerapannya di masing-masing negara dan kawasannya.


Salah satu delegasi PHI, Johnson Chandra merasa senang dengan gelaran Kongres Kaum Hijau Sedunia. Pertama, karena tata kelola teknologi kecerdasan buatan berhasil dirintis dalam skala internasional, dan Indonesia bersama Korea Selatan merupakan mitra pengusul resolusinya.

“Kedua, terbukti tiga hari setelah lahirnya resolusi kami, tepatnya 14 Juni 2023, Parlemen Eropa akhirnya berhasil menyepakati aturan mereka untuk pertama kalinya. Meskipun hanya urutan keempat dalam penguasaan kursi, Aliansi Partai Hijau Eropa mempunyai posisi penting dalam mekanisme voting di Parlemen Eropa,” ujarnya kepada wartawan, Senin (19/6).

Ketiga, sambung Johnson, ini sekaligus merupakan aksi ekstraparlementer pada Pemerintah Indonesia yang nampak lunak kepada perusahaan teknologi kecerdasan buatan raksasa seperti Google, Tiktok, OpenAI (ChatGPT), serta sekaligus kritik pada kebijakan nasional.

Sosok kunci dalam situs apakabar, penyebar berita-tanding di era akhir Orde Baru ini juga menjelaskan alasan teknologi kecerdasan buatan wajib diawasi.

Menurutnya, tanpa kontrol yang demokratis, keberlanjutan, dan manfaat sosial, maka umat manusia rentan atas praktik penyalahgunaan data pribadi, pengendalian informasi palsu, pembatasan pengetahuan, dan secara keseluruhan merupakan ancaman serius pada kemanusiaan.

“Hal ini bisa terjadi karena teknologi kecerdasan buatan mampu melakukan pengawasan massal (mass surveillance) yang dapat melanggar hak privasi, membatasi hak sipil dan politik, serta memicu praktik rezim totaliter,” tutupnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya