Berita

Mantan Hakim MK Aswanto dan Ketua MK Anwar Usman/Net

Suluh

DPR, MK, dan Proporsional Tertutup

SELASA, 30 MEI 2023 | 00:09 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

KICAUAN mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana pada Minggu (28/5) menggemparkan jagat politik tanah air. Ini lantaran Denny mengaku telah mengantongi informasi penting, yang menyebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup. Artinya pemilu digelar hanya dengan memilih tanda gambar partai saja.

Bukan main-main, Denny Indrayana juga mengurai bahwa ada 6 hakim yang setuju untuk mengabulkan gugatan dari pengurus PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono dan hanya 3 yang memberi dissenting opinion.

Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahkan ikut berkomentar mengenai informasi dari mantan wamennya itu. Dia mengaku khawatir keputusan MK tersebut akan membuat chaos politik. Sebab, daftar caleg sementara (DCS) baru saja diserahkan partai peserta pemilu ke KPU.


Selain itu, SBY juga mempertanyakan letak pertentangan sistem pemilu terbuka dengan konstitusi. Sebab, tugas MK adalah menilai apakah sebuah UU bertentangan dengan konstitusi, bukan menetapkan UU mana yang paling tepat.

Menariknya, sebanyak 8 fraksi di DPR RI sudah sedari awal menentang perubahan sistem tersebut. Mereka tidak ingin sistem pemilu proporsional terbuka diganti dengan proporsional tertutup. Hanya Fraksi-PDIP yang menginginkan adanya perubahan sistem.

Perubahan UU MK

Jika ditarik jauh ke belakang, sebenarnya DPR RI ikut andil dalam mempengaruhi keputusan hakim tersebut. Ini lantaran pada tahun 2020, atau di saat pandemi Covid-19, DPR dan pemerintah mengesahkan UU 7/2020 tentang Perubahan Ketiga UU 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Isinya berkutat pada syarat usia calon hakim konstitusi, pensiun, dan masa jabatan ketua dan wakil ketua.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Agil Oktaryal menilai materi perubahan dalam revisi UU MK tidak substantif dan sarat akan konflik kepentingan. Titik berat perubahan antara lain ada pada perpanjangan masa jabatan hakim konstitusi hingga usia 70 tahun dengan maksimal menjabat 15 tahun, dan perpanjangan masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK dari 2,6 tahun menjadi 5 tahun. Apalagi, perpanjangan masa jabatan diberlakukan bagi hakim konstitusi yang sedang menjabat.

Buntutnya, Anwar Usman, yang kali pertama menjabat Ketua MK pada 2 April 2018 bisa kembali berkuasa hingga usianya 70 tahun pada tahun 2026 mendatang. Adik ipar Presiden Joko Widodo itu tentu ikut andil dalam memutuskan apakah pemilu menggunakan proporsional tertutup atau terbuka. Cerita akan berbeda jika UU MK tidak direvisi dan jabatan ketua dan wakil ketua tidak sampai 5 tahun.

Pencopotan Aswanto


Aswanto dikenal sebagai hakim konstitusi yang berani dalam berpendapat. Walaupun jabatan didapat atas usulan DPR RI, Aswanto nyatanya berani menolak produk-produk yang dihasilkan DPR. Memang tidak dijelaskan secara gamblang produk apa saja yang ditolak. Tapi salah satu yang fenomenal adalah penolakan Aswanto pada UU Cipta Kerja.

Bersama Saldi Isra, Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Enny Nurbaningsih, Aswanto dengan tegas menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. UU kebanggaan pemerintah dan DPR itu disebut cacat formil, Mulai dari banyak salah ketik hingga tidak partisipatif menyerap aspirasi publik. Pemerintah diminta memperbaiki UU tersebut dalam kurun 2 tahun. Tapi kemudian muncul Perppu UU Cipta Kerja.

Sikap Aswanto tersebut membuat DPR kecewa. Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto bahkan secara tegas mengungkapkan perasaan itu ke publik. Dia merasa tidak terima lantaran wakil dari DPR justru menganulir produk DPR. Dengan alasan tidak komitmen, Aswanto akhirnya diganti oleh DPR.

Kini pergantian itu patut disayangkan oleh DPR RI, khususnya oleh 8 fraksi yang menyatakan penolakan kembali ke sistem proporsional tertutup. Andai Aswanto masih menjabat, bukan tidak mungkin hakim MK yang menolak gugatan proporsional tertutup bertambah.

Singkat cerita, DPR sebenarnya ikut berperan dalam keputusan MK yang konon akan mengembalikan pemilu ke sistem proporsional tertutup. Sistem ini tentu akan membuat partai-partai kehilangan “para jurukampanye”. Sebab para “jurukampanye” yang didominasi tokoh populer akan lebih memilih mundur ketimbang dia berkampanye untuk calon yang ditentukan partai. Padahal di satu sisi mereka juga ingin bisa dipilih oleh rakyat dan yakin bisa mendulang suara karena memiliki tingkat keterkenalan di publik.

Partai-partai juga akan mengalami kerugian. Mereka terancam tidak lolos ke Senayan karena para jurukampanye yang mundur tidak jadi mendulang suara buat mereka. Tapi bagaimanapun kelanjutannya, perlu kita simak apakah benar MK memutuskan untuk kembali ke proporsional tertutup dan membuat 8 fraksi di DPR tidak berdaya dengan kekuatan yang mereka miliki.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya