Dari kiri ke kanan: M. Jamiluddin Ritonga, Agus Harimurti Yudhoyono, Moeldoko, Joko Widodo.
Beredar kabar Mahkamah Agung (MA) akan mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Gugatan itu terkait legalisasi Partai Demokrat.
Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga berpendapat PK yang diajukan Moeldoko seharusnya ditolak oleh MA. Sebab, yang dijadikan obyek gugatan judicial review hanyalah AD/ART Partai Demokrat.
"Dalam hirarki hukum di Indonesia, AD/ART bukan produk perundang-undangan," demikian kata Jamiluddin kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/5).
Menurut Jamiluddin, sesuai konstitusi, MA memang memiliki kewenangan
judicial review terhadap peraturan perundang-undangan di bawah UU yang dinilai tidak sesuai atau bertentangan dengan UU. Sementara AD/ART yang hanya produk Partai Demokrat dan berlaku hanya di internal partainya, tentu bukan produk perundang-undangan.
"Selain itu, para penggugat tidak memiliki
legal standing, karena merupakan
out put dari KLB yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan A/ART Partai Demokrat," jelas Jamiluddin.
Ia mendapat informasi, Moeldoko tidak memiliki kartu tanda anggota (KTA) Partai Demokrat. Artinya, semakin membuktikan bahwa Moeldoko tidak punya
legal standing untuk menggugat AD/ART PD. Karena itu, MA seharusnya menolak PK yang diajukan Moeldoko.
"Jadi, kalau MA tetap mengabulkan PK yang diajukan Moeldoko, maka keadilan sudah dirampas secara sewenang-wenang. Kekuasaan sudah masuk terlalu jauh ke ranah hukum," pungkasnya.