Berita

Ilustrasi Pemilu 1955/Net

Politik

Gunakan Sistem Proporsional Tertutup, Pemilu 1955 Dinilai Paling Demokratis

SENIN, 29 MEI 2023 | 12:51 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Saat ini masyarakat tampaknya menyadari, ternyata banyak mudarat dari sejumlah amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002. Begitu juga dengan sistem pemilu proporsional terbuka, terakhir pada Pemilu 2019 menyebabkan hampir 900 orang petugas pemungutan suara (PPS) meninggal dunia.    

Menurut analis politik dari Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting, fakta  menunjukkan Pemilu 1955 yang dilakukan dengan sistem proporsional tertutup justru menjadi pemilu paling demokratis dalam sejarah perpolitikan di Indonesia.

Di situ ada etika, moral, serta agama yang diyakini penyelenggara pemilu, partai politik peserta pemilu, serta pemilih dalam menentukan partai politik sebagai institusi aspirasi politik masyarakat.

“Pemilu 1955 dengan sistem proporsional tertutup bukan hanya ajang untuk kontestasi meraih kekuasaan melalui partai politik belaka. Lebih dari itu dibarengi dengan etika moral agama, sehingga menutup peluang untuk berlaku tidak jujur," kata Ginting dikutip Kantor Berita RMOLJakarta, Senin (29/5).

Lanjut Ginting, pemilu itu alat pendidikan politik bagi masyarakat. Oleh karena itu, mestinya calon-calon wakil rakyat adalah orang-orang terdidik, setidaknya lulusan perguruan tinggi. Sehingga membuka peluang bagi para dosen, guru, peneliti yang tidak memiliki kemampuan finansial, bisa berkiprah menjadi wakil rakyat melalui sistem proporsional tertutup.

“Jika menggunakan sistem proporsional terbuka, maka para cendekiawan akan kesulitan untuk bisa bersaing dengan pemilik modal, orang kaya, atau artis popular yang tidak memiliki kemampuan pendidikan tinggi, namun memiliki kemampuan ekonomi tinggi,” tutur Ginting yang lama berkiprah sebagai wartawan politik.

Melalui sistem proporsional tertutup, lanjutnya, partai politik punya kewenangan untuk menempatkan orang-orang terdidik di urutan atas alias dapat nomor peci, bukan nomor sepatu. Jadi walaupun sistem proporsional tertutup, namun tetap ada urutan daftar tetap calon anggota DPR/DPRD.

“Tapi elite partai politik jangan sembarangan bertindak seolah-olah sebagai raja menggantikan oligarki kapitalis yang menitipkan orang-orang tertentu seperti sistem proporsional terbuka,” tegas Ginting.

Kesalahan Pemilu 2019

Mestinya, sambung Ginting, elite negeri belajar dari kesalahan Pemilu 2019 lalu, sebagai salah satu Pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka dengan predikat terburuk dalam sejarah Pemilu Indonesia. Buktinya, hampir 900 orang PPS meninggal dunia.

“Siapa yang bertanggung jawab atas kematian hampir 900 orang PPS? Betapa beratnya petugas pemungutan suara untuk menghitung perolehan suara dari masing-masing calon anggota parlemen DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota," kata Ginting.

"Berapa banyak partai peserta Pemilu? Berapa banyak calon dari masing-masing partai politik? Berapa banyak daerah pemilihan? Belum lagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari 34 provinsi saat itu,” tambahnya.

Jika Pemilu 2024 tetap dilakukan dengan sistem proporsional terbuka sekaligus secara serentak untuk memilih Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka kemungkinan besar akan kembali muncul korban dari kalangan petugas pemungutan suara. Bahkan jumlah korbannya bisa lebih banyak lagi.

Sehingga Indonesia akan dicap sebagai negara paling buruk dalam penyelenggaraan Pemilu, karena banyaknya anggota PPS yang meninggal dunia.

Menurutnya, sudah cukup uji coba pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama tiga kali pelaksanaan Pemilu (2009, 2014, 2019), dan kini saatnya dievaluasi. Ongkos politiknya terlalu mahal jika Pemilu serentak yang direncanakan pada 2024 dilaksanakan secara sistem proporsional terbuka.

Diakuinya, memang ada penyimpangan saat Pemilu era Orde Baru dengan sistem proporsional tertutup, karena pemilunya sekadar kewajiban untuk menggugurkan seolah Pemilu berlangsung secara demokratis. Padahal hanya sebagai demokrasi bayangan.

“Kita perbaiki saja dari Pemilu 1955 dan era Orde Baru, tetapi tetap menggunakan sistem proporsional tertutup dan bukan proporsional terbuka. Soal kedekatan dengan rakyat sebagai calon pemilih, menjadi kewajiban partai politik untuk dekat dengan rakyat, bukan hanya saat jelang Pemilu saja,” demikian Ginting.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya