Berita

Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Adhie M Massardi/RMOL

Publika

Presiden Widodo Kencing di Bawah Pohon

SENIN, 08 MEI 2023 | 14:47 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

KARENA tak kuat nahan kencing, Presiden Widodo akhirnya merintahkan sopir berhenti di pinggir jalan. Paspampres kalang kabut. Segera tepi jalan dipenuhi rangkaian kendaraan panjang rombongan RI 1.

Presiden turun dari mobil. Tergesa-gesa ia dekati pohon rindang di tepi jalan itu. Lalu ia kencing berdiri. Fotografer sigap mengabadikan kejadian ini. Konten kreator yang ikut rombongan nyebarkan di dunia maya.

Media massa bikin headline seru: Presiden Widodo Kencing di Bawah Pohon. Publik geger.

Para guru bahasa Indonesia resah. Atas izin Menteri Pendidikan, mereka gelar webinar. Keputusannya: peribahasa “Guru kencing berdiri murid kencing berlari”dihapus dari semua konten pelajaran Bahasa Indonesia.

Tentu saja semua ini untuk antisipasi munculnya peribahasa baru: Presiden kencing berdiri, menteri kencing berlari, akibatnya ketum parpol terkencing-kencing.

Esoknya di Istana Negara Presiden bilang begini. “Saya memang Presiden, saya politisi, tapi saya juga kan laki-laki. Maka saya berhak kencing di bawah pohon mana pun. Tidak ada undang-undang yang saya langgar…!”

Bayangkan jika peristiwa ini benar-benar terjadi, dan bukan kisah fiktif rekaan saya untuk menjelaskan secara lebih sederhana pandangan Radhar Tribaskoro bertajuk “Presiden Diskriminatif, Langgar Etika” di laman RMOL ini.

Dalam catatannya, Radhar mengkritik secara obyektif kelakuan Presiden Widodo yang ngundang pimpinan (ketum) sejumlah parpol guna merancang lahirnya kandidat capres dari koalisi parpol yang digagasnya.

Kemudian untuk menjawab kritikan publik itu, Widodo berkilah tidak ada undang-undang yang dilanggar.

"Kalau mereka (parpol) mengundang saya, saya mengundang mereka boleh-boleh saja. Apa konstitusi yang dilanggar dari situ? Enggak ada," kata Widodo di Jakarta (4/5/2023).

Dua Jenis Undang-undang

Presiden kencing di pinggir jalan. Memang tidak sepotong ayat pun dalam Konstitusi yang dilanggar. Bahkan UU Lalulintas memberi prioritas penggunaan jalan raya bagi pejabat tinggi negara.

Alasan tidak ada UU yang melarang sering juga kita dengar dari para pejabat negara (publik) yang melakukan hal-hal yang tidak patut. Argumentasi dangkal begini cermin kian rendahnya kualitas pejabat (politik) publik di negeri ini.

Mereka tidak paham bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara itu diatur oleh dua jenis undang-undang. Undang-undang tertulis dan undang-undang tidak tertulis.
 
Undang-undang tidak tertulis itu berupa konsesnsus, etika, tata nilai dan kepatutan. Di negara-negara beradab, konsensus dan etika moral itu sering ditempatkan lebih tinggi dari Konstitusi.

Itu sebabnya dari negara-negara beradab kita sering mendengar pejabat publik, bahkan setingkat presiden atau perdana menteri, memilih jalan mundur karena dianggap oleh masyarakat telah melanggar etika dan nilai moral.

Dalam satu dasawarsa belakangan ini, Indonesia sebagai negara-bangsa memang seperti sedang meninggalkan peradaban. Presiden bisa mendustakan konstitusi. Legislatif bisa tutup mata terhadap berbagai penyimpangan pemerintahan.

Seorang menteri bisa ngomong seenak jidat, bahkan menganggap hal lumrah BUMN yang berada di bawah kendalinya membeli saham perusahaan swasta yang dikelola kakaknya secara tidak wajar.

Lebih sial lagi, lenyapnya etika dan moralitas itu sama sekali tidak merisaukan tokoh-tokoh agama yang mimpin ormas keagamaan (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu). Padahal masalah etika dan moralitas merupakan otoritas mereka.

Jadi sungguh dangkal jika nganggap keterlibatan Presiden Widodo dalam penentuan kandidat capres dengan ngumpulkan sekelompok parpol tidak masalah. Ada etika dan tata nilai (moral) yang dilanggar.

Tapi bukankah presiden sebagai kepala pemerintahan merupakan penanggung jawab tertinggi penyelenggaraan pemilu-pilpres? Karena KPU sifatnya hanya operator. Pelaksana tugas.

Jadi pertanyaannya, bolehkah FIFA milih timnas dari negara yang mereka suka untuk kompetisi di ajang Piala Dunia?

Ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

KSST Yakin KPK Tindaklanjuti Laporan Dugaan Korupsi Libatkan Jampidsus

Jumat, 24 Januari 2025 | 13:47

UPDATE

HUT Ke-17 Partai Gerindra, Hergun: Momentum Refleksi dan Meneguhkan Semangat Berjuang Tiada Akhir

Senin, 03 Februari 2025 | 11:35

Rupiah hingga Mata Uang Asing Kompak ke Zona Merah, Trump Effect?

Senin, 03 Februari 2025 | 11:16

Kuba Kecam Langkah AS Perketat Blokade Ekonomi

Senin, 03 Februari 2025 | 11:07

Patwal Pejabat Bikin Gerah, Publik Desak Regulasi Diubah

Senin, 03 Februari 2025 | 10:58

Kebijakan Bahlil Larang Pengecer Jual Gas Melon Susahkan Konsumen dan Matikan UKM

Senin, 03 Februari 2025 | 10:44

Tentang Virus HMPV, Apa yang Disembunyikan Tiongkok dari WHO

Senin, 03 Februari 2025 | 10:42

Putus Rantai Penyebaran PMK, Seluruh Pasar Hewan di Rembang Ditutup Sementara

Senin, 03 Februari 2025 | 10:33

Harga Emas Antam Merosot, Satu Gram Jadi Segini

Senin, 03 Februari 2025 | 09:58

Santorini Yunani Diguncang 200 Gempa, Penduduk Diminta Jauhi Perairan

Senin, 03 Februari 2025 | 09:41

Kapolrestabes Semarang Bakal Proses Hukum Seorang Warga dan Dua Anggota Bila Terbukti Memeras

Senin, 03 Februari 2025 | 09:39

Selengkapnya