Ekonom senior, Dr Rizal Ramli/RMOL
Sejak runtuhnya rezim Orde Baru, Indonesia disebut mampu melakukan transisi demokrasi dengan sangat baik. Presiden RI setelah Soeharto, seperti Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono, mampu membawa Indonesia ke arah yang tepat.
"Namun kini, 25 tahun setelah kejatuhan Soeharto, bangsa Indonesia justru menemukan mereka berada di era yang terburuk. Presiden Joko Widodo bersama jajaran kabinet dan DPR memberi pukulan yang menghancurkan demokrasi negara. Membawa Indonesia lebih mirip negara semiotoriter daripada negara demokrasi," tulis ekonom senior, Dr Rizal Ramli, dalam artikelnya di Nikkei.com, Sabtu (6/5).
Mantan Menko Perekonomian ini kemudian memberi contoh kemunduran demokrasi ketika hukum pidana dirombak demi kepentingan kekuasaan. Di mana pemerintah kini dapat mengadukan seseorang yang diduga telah mencemarkan nama baik presiden, wakil presiden, legislatif, atau yudikatif. Tindakan ini dapat dihukum hingga 4 tahun penjara.
Aspek lain yang meresahkan dari pemerintahan Presiden Jokowi, lanjut Rizal Ramli, adalah rekam jejaknya yang sangat buruk dalam memberantas korupsi.
"Skor Indonesia dalam Indeks Persepsi Korupsi Transparency International terus merosot. Hampir kembali ke peringkat pada 2012," terang RR, sapaan akrabnya.
Kasus terbaru yang diungkap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, menunjukkan makin masifnya korupsi di negeri ini. Di hadapan anggota Komisi III DPR RI, Mahfud membeberkan ada sekitar 500 pejabat dari kantor pajak, bea dan cukai yang diduga terlibat dalam pencucian uang Rp 349 triliun rupiah selama satu dekade terakhir.
Data tersebut didapat Mahfud berdasarkan analisis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Alih-alih meluapkan kemarahan dan menuntut pengusutan pidana, sejumlah anggota DPR RI malah menyerang Mahfud dan menuduhnya membocorkan rahasia negara secara tidak sah," sindi Rizal Ramli.
Dalam pandangan RR, perilaku buruk seperti itu bukanlah sebuah kejutan. Pasalnya, DPR memiliki rekam jejak panjang terkait skandal korupsi. Salah satunya mengesahkan RUU yang membatasi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019.
"Mengingat penanganannya terhadap skandal masa lalu yang melibatkan kabinet dan mitra koalisinya, tidak ada alasan untuk percaya bahwa Jokowi akan menuntut penyelidikan kriminal terhadap mereka yang diduga terlibat dalam kasus terbaru ini. Tidak banyak yang akan berubah hingga rakyat Indonesia memilih presiden baru awal tahun depan," demikian Rizal Ramli.