Berita

Pakar kebijakan publik dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat/Net

Politik

Daripada Eksil 1965, Lebih Baik Urus Dulu Pelanggaran HAM '98

KAMIS, 04 MEI 2023 | 07:15 WIB | LAPORAN: WIDIAN VEBRIYANTO

Langkah Presiden Joko Widodo yang akan menyatakan 39 orang warga negara Indonesia (WNI) eksil imbas peristiwa gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (PKI) atau G30S 1965 bukan pengkhianat negara, menuai kritik.

Pakar kebijakan publik dari Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat justru bertanya-tanya, mengapa pemerintah terkesan sibuk mengurusi eksil tahun 65. Padahal di satu sisi, pelanggaran HAM 98, tragedi KM 50, dan Kanjuruhan belum jelas penyelesaiannya.

Dalam kasus ini, dia juga meminta Menko Polhukam, Mahfud MD untuk berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan terkait kasus ini. Apalagi saat Mahfud MD turut menceritakan pengalaman mantan presiden BJ Habibie sebagai contoh eksil 1965 tersebut.

“Benarkah pernyataan dan argumentasi Mahfud MD tersebut termasuk menyamakan dengan pengalaman presiden Habibie. Ini perlu divalidasi kebenarannya,” ujarnya kepada redaksi, Kamis (4/5).

Jika memang benar, maka akan timbul pertanyaan lain. Seperti mengapa ketika Habibie berkuasa tidak mengambil kebijakan terhadap para eksil tersebut jika memang beliau adalah korban.

Untuk itu, Mahfud MD perlu berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan dan mengambil kebijakan terkait eksil 65 tersebut. Apakah betul para eksil itu sama sekali tidak terlibat pada peristiwa 65  baik secara langsung maupun tidak langsung.

Katanya, jauh lebih penting pemerintah menyelesaikan pelanggaran pelanggaran HAM yang terjadi di dalam negeri yang tidak jelas penyelesaiannya, seperti hilangnya seniman Wiji Thukul dan banyak aktivis pada tahun 98, tewasnya banyak pendemo di Bawaslu memprotes hasil pemilu 2019, tragedi KM 50 yang menewaskan 6 orang oleh aparat dan bahkan yang terbaru tewasnya ratusan orang di stadion Kanjuruhan Malang oleh aparat keamanan.

“Yang menurut kami jauh lebih penting untuk diselesaikan dibanding mengurusi eksil tahun 1965 yang penuh dengan kepentingan politis,” tutup Achmad Nur Hidayat.

Populer

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

Soal Olok-olok Partai Gelora, MKD Sudah Periksa Pelapor Mardani

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:38

Ronaldo Mundur dari Pencalonan Presiden CBF, Ini Alasannya

Jumat, 14 Maret 2025 | 05:20

12.104 Personel dan 167 Pos Disiapkan Polda Sumut untuk Pengamanan Idulfitri

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:59

Soal Penggeledahan Kantor bank bjb, Dedi Mulyadi: Ini Hikmah untuk Berbenah

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:46

Redam Keresahan Masyarakat Soal MinyaKita, Polres Tegal Lakukan Sidak

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:35

Polemik Pendaftaran Cabup Pengganti, Ini yang Dilakukan KPU Pesawaran

Jumat, 14 Maret 2025 | 04:17

PHK Jelang Lebaran Modus Perusahaan Curang Hindari THR

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:59

Dapat Tawaran Main di Luar Negeri, Shafira Ika Pilih Fokus Bela Garuda

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:39

Mendagri Soroti Jalan Rusak dan Begal saat Rakor Kesiapan Lebaran di Lampung

Jumat, 14 Maret 2025 | 03:26

Siapkan Bantuan Hukum, Golkar Jabar Masih Sulit Komunikasi dengan Ridwan Kamil

Jumat, 14 Maret 2025 | 02:33

Selengkapnya