Berita

Ketua Umum Esoterika Denny JA saat memberikan pidato pembuka pada acara memperingati Paskah dan Buka Puasa bersama di GKI Kebayoran Baru/Ist

Nusantara

Denny JA: Paskah dan Ramadhan jadi Momentum Bangkitkan Kekuatan Akhlak

MINGGU, 16 APRIL 2023 | 23:33 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Kehadiran agama seharusnya bisa memberikan kedamaian dan kebahagiaan bagi para penganutnya. Namun, data dari PBB seolah bertolak belakang dengan hal tersebut.

Ketua Umum Esoterika, Denny JA menjelaskan bahwa sejak 2012, PBB melalui Sustainable Development Solution Network mempublikasikan indeks yang disebut World Happiness Index yang disusun oleh para ahli ekonomi, politik, public policy, dan psikologi.

Berbagai dimensi ekonomi, politik, psikologi menjadi bagian World Happiness Index. Tak hanya soal kemakmuran ekonomi dan pemerintahan yang bersih, tapi kepercayaan masyarakat dan keakraban warga negara juga menjadi komponen perhitungan.

Namun demikian, berdasarkan World Happiness Index 2023, negara ranking pertama yang dianggap paling tinggi indeks kebahagiaan warga negaranya adalah Finlandia, di mana sudah menempatinya selama enam kali berturut- turut.

“Selain itu, 10 negara yang paling maju tersebut didominasi oleh negara Skandinavia dan Eropa Barat, di antaranya Denmark, Swedia, Norwegia, Swiss, dan Belanda,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (16/4).

Pernyataan serupa sempat disampaikan Denny JA dalam Dialog Lintas Iman Memaknai Puasa dan Paskah di GKI Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu (15/4). Acara itu turut dihadiri Ketua Umum MJ GKI Kebayoran Baru, Boyed M. Cornelis Ratuwalu, Prof. Siti Musdah Mulia dan Pdt. Janoe Widyopramono.

Lebih lanjut, Denny JA menjelaskan bahwa berdasarkan data Gallup Poll tahun 2008/2009, negara yang mendominasi peringkat atas indeks kebahagiaan itu sudah tidak lagi menganggap agama penting.

“Di Finlandia, persentase masyarakat yang menganggap agama penting dalam hidupnya hanya 28 persen. Sementara itu, di Denmark hanya 19 persen dan Swedia 15 persen,” ujarnya.

Menurutnya, hal ini menimbulkan pertanyaan yang mendasar. Mengapa di negara yang tak lagi menganggap agama penting justru mampu membuat warganya paling bahagia, makmur, pemerintahannya paling bersih dari korupsi, dan menghormati keberagaman.

Sementara di negara yang menganggap agama penting justru kurang mampu membuat warga negaranya menjadi yang bahagia dan pemerintahan yang bersih

“Bagaimana kita menjelaskan fenomena itu? Mengapa di era ini agama tak lagi menjadi variabel yang membuat warga negaranya makmur, maju, dan bahagia? Apa yang salah?” urai pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) itu.

Menurutnya, ada dua faktor menjadi penyebab. Pertama, berubahnya driving force peradaban. Pada abad pertengahan dan sebelumnya, agama menjadi driving force utama peradaban. Namun, di era modern, driving force utama peradaban berpindah kepada ilmu pengetahuan dan manajemen modern.

Sehingga, untuk maju, makmur dan mampu membuat warga negara bahagia, tergantung dari kemampuan negara itu dalam mengelola ilmu pengetahuan dan manajemen modern, bukan oleh intensitas beragama.

Tanpa kemampuan mengelola ilmu pengetahuan dan manajemen modern secara optimal, sebuah negara tak akan mampu membuat warganya bahagia, walau intensitas beragama di negara itu begitu luas.

“Suka atau tidak, inilah realitas yang ada. Driving force peradaban utama sudah tak lagi di tangan hidup beragama,” sebutnya.

Kedua, agama meredup sebagai kekuatan akhlak. Akibatnya, ritus agama tidak berlanjut pada perilaku sosial yang sesuai. Semakin terlihat ada kesenjangan antara doktrin agama dan peradaban yang dihasilkannya, ada jurang menganga antara keriuhan ritus agama dengan perilaku sosial penganutnya.

“Merenungkan Paskah dan Ramadhan, saatnya kembali kita bangkitkan kekuatan compassion, kekuatan akhlak di setiap agama. Kita termasuk kelompok yang meyakini, kompleksitas batin manusia tak hanya bisa dipuaskan semata oleh kelimpahan ekonomi dan kemajuan teknologi. Manusia adalah makhluk spiritual yang memiliki tubuh,” demikian Denny JA.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya