Berita

Ilustrasi Pemilihan Umum (Pemilu)/RMOL

Publika

Pemilu Milik Kita


OLEH: FATHULLAH SYAHRUL*
SENIN, 03 APRIL 2023 | 02:23 WIB

PARA ahli telah banyak mendefenisikan tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pemilu adalah instrumen mewujudkan kedaulatan rakyat yang bermaksud membentuk pemerintahan yang absah serta sarana mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat (Ibnu Tricahyo: 2009).

Soedarsono pada tahun 2005 mengemukakan bahwa yang dimaksud Pemilu adalah syarat minimal bagi adanya demokrasi dan diselenggarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat, wakil daerah, Presiden untuk membentuk pemerintahan demokratis.

Dengan kata lain, Pemilu adalah pengejewatahan penting dari demokrasi di mana kekuasaan para pemimpin mulai di level nasional sampai daerah dilegitimasi.

Semuel P. Huntington menyebut bahwa prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat yang akan mereka pimpin. Salah satu cara untuk mewujudkan pemimpin rakyat ialah melalui Pemilu, mereka dipilih berdasarkan prosedur demokrasi.

Namun bagi penulis menganggap bahwa Pemilu itu ibarat kata seperti kereta api, jika waktunya telah tiba Pemilu tidak akan menunggu siapapun itu, sekali berangkat tetap berangkat.

Artinya, jika Pemilu tidak menunggu siapapun itu, berarti masyarakat perlu ditanamkan sebuah kesadaran bahwa Pemilu itu adalah milik kita. Pemilu tempat di mana momentum memberikan hak suara kepada para calon pemimpin untuk memimpin negeri ini. Masyarakat perlu meyakini bahwa Pemilu itu adalah penentu bangsa ini, salah pilih maka salah urus.

Sehingga penting bagi kita untuk menguatkan dan menyatukan perspektif bahwa Pemilu itu adalah milik kita, bukan milik para bandit politik, apalagi milik para oligarki politik. Tetapi Pemilu itu adalah milik seluruh rakyat Indonesia yang senantiasa menginginkan pemimpin berkualitas, berkapasitas, berintegritas, dan yang paling penting adalah faham tentang masalah bangsa ini lalu mencari solusi bukan menambah masalah.

Catatan Pemilu 2024: Evaluatif-Produktif

Bara politik jelang Pemilu tahun 2024 semakin terasa, sebanyak 17 Parpol peserta Pemilu 2024 sedang memanaskan mesin politiknya. Strategi politik yang beranekaragam itu sedang dipertontonkan, salah satunya adalah strategi koalisi.

Dapat kita saksikan, sebanyak 3 koalisi partai politik; (1) Koalisi Perubahan yang disingkat KP terdiri dari Partai Nasdem, PKS dan Demokrat, (2) Koalisi Indonesia Bersatu yang disingkat KIB terdiri dari Partai Amanat Nasional, Golkar dan PPP, dan (3) Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya yang disingkat KKIR yang terdiri dari Partai Gerindra dan PKB.

Meskipun koalisi di atas masih sangat dinamis dan potensi akan berubah-ubah masih sangat besar. Paling tidak sejauh ini, koalisi dapat kita terjemahkan sebagai proses perjumpaan kesamaan kepentingan politik. Baik dari kesamaan dan kecocokan figur, kesamaan ideologi partai politik serta kesamaan tujuan perebutan kekuasaan. Sebab, kekuasaan perlu diperebutkan dan Pemilu adalah momentumnya.

Jika dalam prosesnya, kesamaan kepentingan politik perlahan memudar/hilang maka tidak dapat dipungkiri koalisi tersebut akan dibongkar untuk menemukan kesamaan yang baru. Begitulah wajah politik elektoral.

Koalisi partai politik Pemilu 2024 adalah cara partai politik meraup suara, baik di Pilpres, Pileg dan Pilkada. Itu tak dapat disalahkan, sebab memang begitu mekanismenya, tetapi dalam amatan penulis ternyata ada yang hilang dari tugas dan fungsi sebuah partai politik.

Salah satu yang paling nyata terlihat adalah kaderisasi, fungsi partai politik yang seharusnya dijalankan adalah bagaimana mesin partai politik mampu melahirkan pemimpin dari kadernya sendiri.

Selanjutnya, partai politik harus menjadi agregator dan representator kepentingan masyarakat di segala leading sektor dan kerja-kerja partai politik juga seharusnya seperti kerja-kerja LSM/NGO atau organisasi-organisasi civil society lainnya.

Ini cacatan penulis, sebab terasa hingga hari ini partai politik hanya fokus mendulang suara apalagi momentum politik telah dimulai. Habis itu semuanya berjalan seperti biasa-biasa, kampanye tak ditunaikan, beberapa pejabat yang tidak sejalan dengan partai politik tersebut dimutasi dan mengganti orang-orang yang hanya berada di lingkarannya saja. Inilah fenomena yang sering terjadi pasca Pemilu.

Maka tak dapat disalahkan, bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik selalu menurun. Berdasarkan data survei yang dirilis oleh Indikator Politik Indonesia (IPI) per tanggal 3, April 2022 menyatakan bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap partai politik berada di angka 54, 2 persen, DPR: 61,2 persen, DPD: 64,7 persen, MPR: 67 persen, ini berada di bawah Kejaksaan, KPK, Pengadilan, Polri, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Presiden dan Polri yang berada di angka 70 persen-90-an persen.

Sehingga momentum politik 2024 menjadi ajang ujicoba bagi partai politik untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadapnya. Sebab, jika itu tidak terjadi maka Pemilu dari momentum ke momentum akan begitu-begitu saja.

Proses Pemilu hanya sampai pada level prosedural penyelenggaraannya, memilih calon lalu selesai. Sehingga Pemilu tidak mampu melahirkan demokrasi yang representatif dan substantif.

Harapan kita bersama, adalah bagaimana Pemilu tahun 2024 ini menjadi momentum evaluatif-produktif, yang mampu mencipta tahapan penyelenggaraan yang kondusif dan mampu melahirkan pemimpin yang memahami betul masalah-masalah yang tengah dihadapi bangsa dan mencarikan solusinya.

Selain dari pada itu, masyarakat dituntut agar merasa memiliki Pemilu, 5 menit mereka di bilik suara akan menentukan arah bangsa dan negara selama 5 tahun ke depan.

Ingat, 5 menit sama dengan 5 tahun. Sehingga masyarakat harus ditanamkan stigma/dogma dan kesadaran bahwa Pemilu tahun 2024 adalah milik kita, milik seluruh rakyat Indonesia. Selamat menyambut Pemilu tahun 2024!

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Forum Strategis Pembangunan Sosial

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Jokowi Harus Minta Maaf kepada Try Sutrisno dan Keluarga

Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58

UPDATE

Realisasi Belanja Produk Dalam Negeri Masih 41,7 Persen, Ini PR Buat Kemenperin

Rabu, 09 Oktober 2024 | 12:01

Gibran Puji Makan Bergizi Gratis di Jakarta Paling Mewah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:56

Netanyahu: Israel Sukses Bunuh Dua Calon Penerus Hizbullah

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:50

Gibran Ngaku Ikut Nyusun Kabinet: Hampir 100 Persen Rampung

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:47

Jokowi Dipastikan Hadiri Acara Pisah Sambut di Istana

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:39

Mampu Merawat Kerukunan, Warga Kota Bekasi Puas dengan Kerja Tri Adhianto

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Turki Kenakan Tarif Tambahan 40 Persen untuk Kendaraan Tiongkok, Beijing Ngadu ke WTO

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:33

Dasco Kasih Bocoran Maman Abdurrahman Calon Menteri UMKM

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:31

Maroko Dianugerahi World Book Capital UNESCO 2026

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:27

Heru Budi Bareng Gibran Tinjau Uji Coba Makan Bergizi Gratis di SMAN 70

Rabu, 09 Oktober 2024 | 11:20

Selengkapnya