Berita

Koper merah berisi mayat yang ditemukan di Bogor pada Rabu (14/30/Net

Publika

Misteri Koper Merah di Bogor

JUMAT, 17 MARET 2023 | 12:51 WIB | OLEH: DJONO W OESMAN

MAYAT pria termutilasi dalam koper merah di Bogor belum terungkap. Ditemukan warga Rabu (14/3) pukul 07.30 WIB, sampai 24 jam kemudian polisi belum tahu indentitasnya. Menunggu warga lapor kehilangan keluarga.

Tanpa laporan warga, mungkin sulit diungkap. Deskripsi mayat berupa tubuh dari leher sampai pangkal paha. Ada juga potongan kedua tangan. Sedangkan kepala dan kaki tidak ada.

Lokasi penemuan koper merah isi potongan mayat itu di Kampung Baru, Desa Singabangsa, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, letaknya strategis. Di pinggir jalan raya penghubung  Bogor ke Tigaraksa, Tangerang. Koper tergeletak dalam kondisi tertutup di rerumputan, pinggir jalan.

Penemu pertama warga setempat. Diceritakan Isah kepada pers: “Rabu (14/3) pagi adik ipar saya hendak berangkat kerja. Sebelum berangkat, ia naik motor membonceng anaknya masih balita, keliling sebentar. Saat itulah ia melihat koper itu.”

Adik ipar Isah lalu memberitahu temannya. Lalu datang teman lainnya lagi. Ukuran koper cukup besar. Beroda. Ada yang bilang, mungkin isinya uang. Akhirnya dibuka.

Isah: “Yang buka kaget. Isinya seperti daging gitu. Ternyata badan orang, telanjang. Tanpa kaki tanpa kepala.” sempat divideokan, diunggah ke medsos. Viral. Akhirnya polisi tiba di lokasi.

Kapolsek Tenjo, Iptu Suyadi kepada pers, menyatakan, tidak ada kartu identitas pada mayat. Diyakini akibat pembunuhan. Ada banyak luka lebam di sekujur tubuh. Juga, tangan diikat tali rafia kuning. Ada tato gambar wajah orang di lengan.

Polisi meminta keterangan warga. Sedangkan, mayat dikirim ke RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Diperiksa tim forensik. Hasilnya, diumumkan polisi sangat minim, begini:

Mayat pria, usia sekitar 40-45. Waktu kematian sekitar 12 jam sebelum otopsi. Berarti pembunuhan diduga terjadi pada Selasa ((14/3) sekitar pukul 20.00 WIB.

Iptu Suyadi: “Kami masih mencari potongan anggota tubuh yang lain.”

Pasti sulit. Mencari kepala dan kaki yang entah dibuang ke mana. Bisa di Bogor yang begitu luas, bisa juga di kota lain. Bagaimana kalau dikubur, seperti korban dukun Wowon? Atau dicor seperti kasus dua perempuan di Bekasi?

Polisi menunggu bantuan laporan dari warga. Termasuk laporan orang hilang.

Minimnya publikasi otopsi harus dibaca sebagai strategi polisi, menghindari pelaku panik, sehingga berusaha sekuat tenaga menutupi jejak. Kalau itu terjadi, menyulitkan pelacakan.

Walaupun semua pelaku kriminal pasti menghilangkan jejak. Tapi kalau polisi tenang, minim publikasi, penjahatnya bakal ikut tenang. Penjahat bakal menganggap, penyelidikan polisi mentok. Saat itulah (polisi berharap) penjahatnya lengah. Lalu melakukan kesalahan kecil. Akhirnya ditangkap.

Sebaliknya, pembunuh kasus ini sangat pede. Koper diletakkan di pinggir jalan ramai. Warnanya merah sehingga sangat mencolok tergeletak di atas rerumputan. Tidak, misalnya, dibuang agak menjorok ke kebun di dekat TKP. Supaya ditemukan warga agak lama. Dan, pembusukan mayat menyulitkan penyelidikan.

Atau dikubur sekalian. Di tempat pembunuhan. Tapi ini tidak. Pelakunya terlalu pede, bahwa polisi bakal kesulitan.

Empat kriminolog dan pakar forensik Amerika Serikat (AS), Leonard J Paulozzi 1, Christine S Cox, Dionne D Williams, Kurt B Nolte dalam karya mereka berajuk: “John and Jane Doe: the epidemiology of unidentified decedents” (2008) disebutkan:

Salah satu tantangan buat polisi dan ahli forensik dalam mengungkap pembunuhan adalah, jika pembunuh menempatkan mayat korban di lokasi terang (ramai orang) tapi sangat minim tentang identitas korban. Sebab, pembunuhnya tahu, polisi harus mengungkap identitas korban dulu, sebelum melacak pembunuh. Tidak mungkin dibalik.

Pendapat di karya itu, mirip dengan deskripsi penemuan koper merah di Bogor ini.

Di AS dan Inggris, mayat tak dikenal diistilahkan John Doe (pria) dan Jane Doe (wanita). Untuk mengungkap identitas mayat yang sudah rusak, ada empat jalan:

1) Sidik jari. 2) Komposisi gigi. 3) Logam implan tulang. Maksudnya, jika korban pernah patah tulang lalu implan logam (pen). Nah, pada pen ada data spesifik yang mencantumkan kode produksi dan rumah sakit tempat pemasangan. 4) DNA (deoxyribonucleic acid) sebagai profil genetik.

Dikaitkan kasus koper merah, sidik jari belum diumumkan polisi. Sangat mungkin tak terlacak, meskipun potongan tangan ada dalam koper. Seumpama terlacak, pasti sudah diumumkan polisi secepatnya. Demi kepastian informasi terhadap keluarga korban.

Komposisi gigi tidak ada, kepalanya hilang. Data pen, sangat jarang bagi masyarakat kita. Dalam hal ini, sangat mungkin tidak ada. Sebab kalau ada, pasti sudah diumumkan polisi.

Terakhir, DNA ada. Tapi harus dicocokkan dengan anggota keluarga terdekat korban. Sedangkan, kalau belum ada orang melapor kehilangan anggota keluarga, maka polisi terpaksa menunggu. Pasif.

Pada seluruh koper merah, termasuk tali rafia warna kuning pengikat potongan tangan korban, pasti tertinggal DNA pelaku. Tapi, ini juga bersifat pasif. Menunggu calon tersangka yang ditangkap. Kemudian dilakukan tes DNA tersangka, barulah dicocokkan dengan temuan DNA di koper.

Kasus koper merah menandakan kualitas kejahatan, khususnya pembunuhan di Indonesia, naik. Kian berkualitas. Tampak pada jarak waktu berdekatan, antara kasus dukun Wowon, lantas dua wanita dicor di Bekasi, dan koper merah ini.

Polisi, mau tidak mau, harus meningkatkan kualitas penyelidikan. Pembunuh tidak boleh dibiarkan lolos. Apalagi di kasus koper merah ini sudah viral.

Penulis adalah Wartawan Senior

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Lanal Banten dan Stakeholder Berjibaku Padamkan Api di Kapal MT. Gebang

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:55

Indonesia Tetapkan 5,5 Juta Hektare Kawasan Konservasi untuk Habitat Penyu

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:41

Kepercayaan Global Terus Meningkat pada Dunia Pelayaran Indonesia

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:27

TNI AU Distribusikan Bantuan Korban Banjir di Sulsel Pakai Helikopter

Minggu, 05 Mei 2024 | 19:05

Taruna Jadi Korban Kekerasan, Alumni Minta Ketua STIP Mundur

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:42

Gerindra Minta Jangan Adu Domba Relawan dan TKN

Minggu, 05 Mei 2024 | 18:19

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Jadi Lokasi Mesum, Satpol PP Bangun Posko Keamanan di RTH Tubagus Angke

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:24

Perbenihan Nasional Ikan Nila Diperluas untuk Datangkan Cuan

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:59

Komandan KRI Diponegoro-365 Sowan ke Pimpinan AL Cyprus

Minggu, 05 Mei 2024 | 16:52

Selengkapnya