Berita

Mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra/Net

Publika

Replika Korupsi Kebijakan Thailand Di Indonesia, Akankah Berakhir Sama?

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
MINGGU, 19 FEBRUARI 2023 | 10:01 WIB

THAKSIN Shinawatra terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand pada pemilu 2001, dan kemudian terpilih lagi pada pemilu 2005. Thaksin sangat populer khususnya di pedesaan.

Sebelumnya, Thaksin yang mempunyai latar belakang seorang polisi, menjabat Menteri Luar Negeri pada 1994, dan kemudian Wakil Perdana Menteri pada 1995-1997.

Thaksin sukses mendirikan partai politik, Thai Rak Thai, pada 1998 yang kemudian membawanya menjadi Perdana Menteri pada 2001, dan kemudian 2005.

Pemerintahan Thaksin mengalami krisis politik setelah terpilih kedua kalinya pada 2005, hingga 2006. Rezim Thaksin dikenal otoriter sehingga menuai banyak protes khususnya dari kalangan demokrat yang menuntut Thanksin mundur.

Dengan latar belakang pengusaha yang sukses, menjadi orang terkaya di Thailand, Thaksin dituduh melakukan kecurangan pemilu dan korupsi selama berkuasa. Thaksin dituduh menyalahgunakan kekuasaan, dengan menerapkan “korupsi kebijakan”, policy corruption, yang menguntungkan dan memperkaya bisnisnya, dengan merugikan keuangan negara.

Pengadilan Thailand mendefinisikan “korupsi kebijakan” sebagai penyalahgunaan kekuasaan dengan menerapkan kebijakan ekonomi yang, meskipun terlihat legal dan berpotensi menguntungkan masyarakat dan ekonomi, tetapi juga menguntungkan perusahaan yang sebagian dimiliki oleh pejabat pembuat kebijakan.

Pengadilan memutuskan Thaksin bersalah melakukan “korupsi kebijakan” yang merugikan keuangan negara dan menguntungkan perusahaannya, dan menyita kekayaannya senilai 46 miliar baht, atau setara 1,3 miliar dolar AS dengan kurs saat ini.

Puncak kegaduhan politik ini ketika Thaksin menjual kepemilikan sahamnya, Shin Corp., pada Februari 2006 kepada perusahaan Singapore, Temasek Holdings. Penjualan ini dianggap sebagai pengkhianatan kepada negara, menjual aset strategis kepada pihak asing.

Penjualan aset strategis ini seharusnya melanggar hukum. Tetapi Thaksin mengubah hukum agar bisa menjual aset strategis ke pihak asing seolah-olah sesuai peraturan.

Thaksin akhirnya diturunkan, alias dikudeta, oleh militer Thailand pada September 2006, ketika yang bersangkutan sedang berada di New York, Amerika Serikat, menghadiri pertemuan PBB.

Saat ini, terjadi juga di Indonesia hal yang mirip dengan peristiwa di Thailand tersebut di atas, yaitu penjualan assets strategis nasional kepada pihak asing.

Kementerian BUMN saat ini sedang “menjajakan” aset strategis nasional bandar udara Soekarno-Hatta ke operator pihak asing. Sebelumnya, bandar udara Kualanamu, Medan, dan Kertajati, Majalengka, sudah terlebih dahulu diserahkan kepada asing.

Kebijakan ini sangat bahaya, karena pengelola bandar udara internasional mengetahui secara detail lalu lintas penumpang, dan mudah membocorkan kepada pihak asing.

Contohnya, salah satu pegawai (orang thailand), Sivarak Chutipong, seorang teknisi yang bekerja di bandar udara Kamboja, yang dikelola pihak swasta, dituduh mata-mata dan membocorkan jadwal penerbangan Thaksin dan PM Kamboja Hun Sen kepada kedutaan besar Thailand di Kamboja. Sivarak Chutipong ditangkap dan dihukum penjara 7 tahun.

Selain itu, banyak kebijakan yang juga terindikasi koruptif, policy corruption, terjadi di Indonesia, seperti kebijakan harga test PCR, pemulihan ekonomi nasional, kartu prakerja, IKN, kereta cepat, pembangunan jalan tol oleh “Karya”, dan lainnya.

Akankah korupsi kebijakan dan penjualan aset strategis bandar udara internasional ini memicu protes besar dari kaum nasionalis dan militer?

Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya