KOMISI VIII DPR RI dan pemerintah sepakat ongkos haji yang dibayar oleh jemaah sebesar Rp 49,8 juta. Hal ini artinya jamaah setelah menyetor Rp 25 juta harus menambah melunasi lagi ongkos haji sebesar Rp 23,5 juta.
Tambahan biaya Rp 23,5 juta tersebut adalah syarat wajib bila jamaah haji antrian 2022 dan 2023 mau Haji tahun ini.
Tidak MAnusiasi di Saat Publik Merasakan Beratnya EkonomiSelain nilai Rp 23,5 juta tersebut terbilang besar, jangka waktu pelunasan pun terbilang singkat hanya 4 bulan.
Bagi mayoritas jamaah haji 2023, mencari uang Rp 23,5 juta dalam waktu 4 bulan sangat berat dan membutuhkan keajaiban.
Sebut saja Pak Masudi, Jamaah Haji yang diwawancari oleh IBF
TV One tadi malam. Dirinya sangat berkeberatan dengan pelunasan tersebut. Pak masudi berniat mengumpulkan anak-anaknya memohon bantuan dari anak dan keluarga besarnya untuk berangkat tahun ini.
Beruntung Pak Masudi punya keluarga, jamaah lain mungkin akan mengurungkan niatnya karena tidak mampu memenuhi pelunasan yang diberi waktu hanya 4 bulan.
Pemerintah seharusnya menetapkan kenaikan haji 1 tahun sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada publik untuk mencari dana pelunasan tersebut.
Bila hanya 4 bulan, jamaah yang mau menjual aset tidak akan cukup mencari pembelinya.
Kenaikan yang tinggi 23,5 juta dalam jangka waktu 4 bulan, akan diikuti dengan mundurnya jamaah haji tahun ini dalam jumlah signifikan. Mereka berharap tahun depan saja. Namun harus diingat ongkos haji tahun depan akan lebih tinggi lagi. Ini artinya masyarakat bawah tidak akan pergi haji untuk selamanya. Dana setoran awal Rp 25 juta mereka selamanya ada di BPKH yang nyatanya BPKH tidak optimal mengembangkannya.
Kelembagaan BPKH dan Kecilnya Nilai Manfaat Haji Dari Waktu ke Waktu
BPKH berdiri pada 26 Juli 2017. Usia kini lebih dari 5 tahun. Sepanjang 2017-2023 kinerja terburuk capaian BPKH adalah tahun 2023 ini.
Hal ini disebabkan nilai manfaat bagi jamaah haji tahun ini hanya 44,7 persen BPIH bandingkan awal berdiri 48,9 persen BPIH (2018).
Nilai manfaat yang diberikan BPKH berturut-turut 48,90 persen BPIH (2018), 49,05 persen BPIH (2019) dan 59,21 persen BPIH (2022) dan 44,7 persen BPIH (2022).
Harus diakui, kehadiran BPKH dalam 5 tahun terakhir memberikan nilai manfaat yang lebih besar daripada lembaga pendahulunya yaitu Badan Pengelola Dana Abadi Umat.
BPKH lebih baik daripada Badan Pengeloa Dana Abadi Umat. Namun BPKH harus meningkatkan kinerja investasinya agar memberikan nilai manfaat yang optimal yaitu 12 persen daripada kinerja saat ini hanya 6,5 persen saja return investasinya.
Rerata 2018-2023 nilai manfaat BPKH 46%BPIH dibandingkan nilai manfaat dari BP Dana Abadi Umat hanya 27 persen BPIH (2010-2017).
Namun karena semakin besarnya dana pengelolaan haji yang kini sudah di atas Rp 167 triliun (2022) bandingkan Rp 90 triliun yang dikelola BP Dana Abadi Umat (2016).
Hal ini artinya BPKH punya kesempatan lebih baik BPDAU karena dana kelolaan lebih banyak. Namun BPKH kelihatannya belum melihat lembaga memiliki previllage yang lebih unggul karena masih terlihat ragu untuk berinvestasi lebih berani.
Rekomendasi
BPKH Harus Evaluasi Realokasi Dana Kelolaan Hajinya
BPKH perlu melakukan ALM (Asset Liabilities Management) yang lebih baik. BPKH harus menunjukan kepada publik bahwa porsi investasi mereka lebih kreatif dengan menempatkan investasi return rendah (SBSN) mereka dalam prosi yang tidak dominan dimana saat ini sekitar Rp 114 triliun atau 70 persen Dana Haji ditempatkan di SBSN tersebut.
Bila BPKH tidak memberikan nilai manfaat yang diharapkan maka yang menderita adalah publik dimana publik tiap tahun akan mengalami setoran haji yang naik terus.
Indonesia perlu memiliki lembaga pengelolaan dana haji yang memahami instrumen investasi yang memberikan nilai manfaat terbaik.
Sistem Evaluasi BPKH Perlu Menerapkan Reward dan Punishment
DPR harus menerapkan sistem reward and punishment kepada BPKH. Bila mereka mencapai target nilai manfaat sebesar 12 persen return tiap tahun maka mereka dapat mendapatkan fasilitas seperti sekarang. Namun apabila mereka tidak memenuhi target nilai manfaat sebaiknya diberi hukuman berupa pengurangan fasiltas yang diterima.
Publik merasa frustasi bagaimana mungkin badan pengelolaan keuangan haji yang seharusnya memberikan nilai manfaat bagi jamaah namun hanya memberikan nilai manfaat bagi internal BPKH.
Patut diingat sistem yang ada saat ini adalah berapapun nilai manfaat BPKH berikan kepada jamaah haji apakah turun dan naik, fasilitas BPKH, dan pengawasnya tidak akan pernah turun.
Semoga langkah perbaikan tersebut didengar DPR, Pemerintah, BPKH dan seluruh Jamah Haji agar ongkos haji di masa depan yang tidak terus naik. Hadirnya negara dalam penyelenggaraan haji minimal dilihat dari ongkos haji yang terjangkau ditengah kerasnya ekonomi resesi 2023.
Penulis adalah Ekonom dan Pengamat Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta