Bhikkhu Jinadhammo Mahathera semasa hidup./Ist
Lahir di Desa Gempok, Boyolali, Jawa Tengah, pada 3 September 1944, Soenardi kecil kerap menghabiskan waktunya di Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Dari sinilah minatnya pada agama Buddha mulai tumbuh, sehingga akhirnya dia menjadi salah satu tokoh penting dalam perkembangan agama Buddha di tanah air.
Soenardi yang bertahun-tahun kemudian dikenal sebagai Bhikkhu Jinadhammo Mahathera menghembuskan nafas terakhir Kamis dinihari (26/1). Jenazahnya disemayamnkan di Vihara Borobudur di Jalan Imam Bonjol, Medan.
“Kepergiannya meninggalkan duka bagi umat Buddha Indonesia. Ia bhikkhu yang sederhana dan memegang teguh ajaran-ajaran Buddha,†kenang Mahendra, salah seorang yang pernah menuntut ilmu dari Bhikkhu Jinadhammo Mahathera.
Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan anggota DPR RI Sofyan Tan termasuk di antara sejumlah tokoh Sumatera Utara yang mendatangi tempat persemayaman jenazah Bhikkhu Jinadhammo Mahathera.
Mahendra, salah seorang yang pernah menuntut ilmu pada Bhikkhu Jinadhammo Mahathera, mengenangnya sebagai sosok sederhana dan mengayomi.
“Ketertarikan Bikkhu Jinadhammo Mahathera pada ajaran Buddha berawal dari ketertarikannya pada kemegahan Candi Borobudur dan Candi Prambanan, pada patung-patung dan relief serta ukiran-ukiran lain candi-candi,†ujar Mahendra pada redaksi
Kantor Berita Politik RMOL.
Sosok bhikkhu Theravada paling senior di Indonesia ini, menurut Mahendra, tidak hanya beperan besar pada perkembangan agama Buddha di tanah air, tetapi juga pada toleransi yang berkembang di negeri ini.
“Beliau punya sejarah dalam kebangkitan agama Buddha di Indonesia, Dan menjadi putra pertama Indonesia yang dilantik menjadi bhikkhu di Candi Borobudur pada 1970, setelah runtuhnya Majapahit,†ujar Mahendra lagi
“Saya kira sudah sepantasnya, generasi muda di Indonesia lebih mengenal sosok pemuka agama Buddha paling senior di Indonesia ini,†tambahnya.
Dari Bandung ke MedanDi tahun 1960, Soenardi muda memutuskan untuk berguru pada Bhikkhu Ashin Jinarakkhita di Bandung. Di Vihara Vimala Dharma, Bandung, ia memperdalam minatnya pada paritta suci dan Buddha Dhammam. Sebagai calon bikkhu ia diberi nama Samanera Dhammasushiyo. Dari Bandung, Samanera Dhammasushiyo ditugaskan untuk mengembangkan agama Buddha ke Sumatera, khususnya Medan, Padang, dan Pakanbaru. Di kota Medan, ia akrab disapa dengan sebutan Eyang.
Samanera Dhammasushiyo merupakan satu dari lima calon bikkhu yang dilantik menjadi bikkhu di Candi Borobudur, bertepatan dengan hari Waisak, 9 Mei 1970. Sebagai bikkhu ia mengambil nama Bhikkhu Jinadhammo Mahathera. Proses penahbisan dipimpin Ven. Chaukun Sasana Sobhana yang ketika itu adalah wakil Sangharaja Thailand.
Bhante Jinadhammo memperdalam agama Buddha di Wat Bovoranives, Bangkok, Thailand, pada kurun 1970 sampai 1973. Di negeri gajah putih ia belajar di Vihara Wat Bovoranives dan dibimbingan langsung oleh Somdet Nyanasamvara. Pada tanggal 5 Desember 2016, Bhante Jinadhammo mendapat gelar kehormatan Than Choukun Phra Vithet Dhammanyana dari Kerajaan Thailand. Gelar kehormatan ini disematkan langsung oleh Raja Thailand Maha Vajiralongkorn atas pengabdiannya mengajarkan Buddha Dhamma di Indonesia.
“Beliau tergabung di Sangha Agung Indonesia dan menjadi pemimpin tertinggi atau Mahanayaka dari 2017 sampai 2022,†demikian Mahendra.