Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam acara CT Corp Leadership Forum di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta pada Senin, 9 Januari 2023/Net
Ketergantungan Indonesia dan Malaysia terhadap dolar AS perlu ditanggapi serius. Lantaran saat ini dolar AS mulai melemah, sementara yuan menguat.
Sebagai tindak lanjut, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono mempertanyakan kemungkinan konsep penyatuan mata uang Indonesia dan Malaysia agar tidak bergantung pada dolar.
Pertanyaan itu disampaikan Hendropriyono kepada Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dalam acara CT Corp Leadership Forum di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta pada Senin (9/1).
"Importer terbesar di dunia (saat ini) China. Untuk itu petro dolar tampaknya sudah semakin surut dan petro yuan mulai mengemuka. Apakah ada konsep menyatukan mata uang Malaysia dan Indonesia untuk berjaga-jaga?" tanya Hendropriyono.
Ia mengatakan, jika Indonesia dan Malaysia terus ketergantungan pada dolar AS, maka akan berdampak. Di samping itu, penyatuan mata uang juga diharapkan dapat membantu bebas bea impor kedua negara.
Sebagai jawaban, Anwar Ibrahim turut menyoroti perkembangan yuan China yang semakin luas. Namun ia tidak menilai penyatuan mata uang sebagai jawaban dari keresahan tersebut.
"
Common currency ini memang jauh sedikit. Kalau EU (Uni Eropa) ke Euro itu terlalu panjang, tapi saya tidak pikir ke arah situ. Tapi yang
critical-nya adalah kerja sama yang benar-benar erat,
a common concerted-effect, satu strategi bersama," jelasnya.
Sebagai contoh, Anwar menyinggung kerja sama kelapa sawit antara Indonesia dan Malaysia yang masih belum kuat padahal keduanya merupakan produsen utama kelapa sawit dunia.
"Kita ada kesepakatan itu, 'OPEC' kelapa sawit yang diwujudkan tahun 2015, tapi tidak berkembang," ucapnya.
"Kalau kita gabung tenaganya kita bisa terdepan," tambah dia.