Berita

Presiden Joko Widodo/Net

Suluh

Masihkah Berminat Gugat ke MK?

SENIN, 09 JANUARI 2023 | 14:08 WIB | OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO

“JIKA masih ada ketidakpuasan terhadap UU Cipta Kerja, silakan ajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi.”

Begitu tegas Presiden Joko Widodo menanggapi polemik kemunculan UU Cipta Kerja. Pernyataan itu disampaikan dalam konferensi pers virtual dari Istana Kepresidenan, Bogor pada 9 Oktober 2020.

Seolah dengan pernyataan ini Jokowi ingin masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja mengambil langkah konstitusional dan tidak urak-urakan di jalan lewat demonstrasi. Gugatan ke MK, katanya, adalah langkah yang sesuai dengan sistem tata negara di Indonesia.


Puncaknya, Migrant Care, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Minangkabau, dan Muchtar Said melakukan gugatan UU 11/2020 itu ke MK. Pada 25 November 2021, MK memberi putusan mengabulkan untuk sebagian permohonan uji formil. MK menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat, sebagaimana tertera dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang dibacakan langsung Ketua MK Anwar Usman. Dalam putusan itu, Anwar Usman juga meminta dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun terhitung sejak putusan tersebut dibacakan.

Artinya, masyarakat sudah mengikuti aturan main yang diinginkan Presiden Joko Widodo. Mereka mengajukan gugatan ke lembaga yang disarankan langsung oleh Presiden. Hasilnya pun sesuai harapan mereka. Selanjutnya, pemerintah yang seharusnya menjalankan perintah lembaga tinggi negara tersebut.
 
Perbaikan seharusnya bisa dilakukan pemerintah hingga 25 November 2023. Jika lewat waktu dua tahun itu, UU Cipta Kerja itu tidak diperbaiki, maka MK akan menyatakan seluruh UU Cipta Kerja itu bertentangan dengan UUD 45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Tapi pemerintah seolah mengabaikan aturan main. Mereka tidak menjalankan keputusan dari lembaga tinggi pengawal konstitusi itu dengan baik karena tidak kunjung melakukan perbaikan. Sebaliknya, pemerintah semakin terlihat tidak menghormati MK lantaran mereka memilih menerbitkan Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja. Padahal UU 11/2020 seharusnya masih dalam proses perbaikan oleh pemerintah bersama DPR, akibat dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Penerbitan Perppu ini tidak hanya melecehkan MK yang secara lembaga sederajat dengan presiden, tapi juga menegaskan bahwa pemerintah tidak menghendaki adanya partisipasi publik dalam peraturan tentang cipta kerja. Perlu diingat, salah satu alasan Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 MK terbit adalah absennya partisipasi publik.

Masihkah Mau Mengadu ke MK?


Kembali ke arahan Jokowi yang meminta publik mengadu ke MK jika tidak puas dengan UU yang diterbitkan pemerintah. Publik tentu akan berpikir ulang dan berkaca dengan kasus ini. Di mana gugatan yang susah payah mereka ajukan ke MK akan sia-sia, sekalipun MK memenangkan apa yang mereka gugat.

Jurus penerbitan Perppu dengan berpatokan pada kegentingan memaksa versi pemerintah akan selalu jadi momok bagi mereka yang hendak melakukan gugatan ke MK. Sebab, apapun putusan MK, jika tidak sesuai dengan yang dihendaki pemerintah, maka akan diterbitkan sebuah Perppu baru sebagai patokan aturan baru.

Artinya lagi, perintah Jokowi untuk mengadu ke MK bagi mereka yang tidak puas atas UU yang diterbitkan, hanya lip service semata. Tidak ada komitmen tegas dari Jokowi untuk bisa mengikuti aturan main sebagaimana yang dia sarankan itu. Bahkan Jokowi dengan terang benderang menyakiti hati orang-orang yang sudi menjalankan perintahnya untuk ikuti aturan main. Padahal mereka sudah patuh untuk menyampaikan penolakan di jalanan, sehingga tidak menimbulkan kerusakan fasilitas umum.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya