Berita

Mata uang India, rupee/Net

Dunia

Picu Kontroversi, Demonetisasi 86 Persen Uang Tunai India Didukung Mahkamah Agung

SENIN, 02 JANUARI 2023 | 16:57 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Keputusan pemerintah India terkait kebijakan demonetisasi atau menarik uang tunai di pasaran mendapatkan dukungan dari Mahkamah Agung, meski masih menjadi kontroversi bagi sebagian pihak.

Kebijakan demonetisasi dikeluarkan pemerintah pada 2016 untuk menarik 86 persen uang tunai di pasaran. Tujuannya untuk meminimalisir pencucian uang dan memerangi korupsi.

Adapun uang tunai yang ditarik dari pasaran merupakan uang kertas pecahan 500 rupee dan 1.000 rupee.

Kendati begitu, Times of India menyebut, sejumlah pihak menentang kebijakan itu karena dinilai merugikan ekonomi India yang bergantung pada uang tunai.

Sejumlah pihak, termasuk pengacara, partai politik, bank koperasi, hingga individu kemudian membuat petisi yang diajukan ke Mahkamah Agung. Mantan Menteri Keuangan India, P Chidambaram termasuk di antara yang menentang tindakan tersebut.

Beberapa pihak yang menolak penerapan demonetisasi berpendapat bahwa rekomendasi untuk melarang uang kertas itu tidak sah, sebab seharusnya keputusan itu berasal dari Reserve Bank of India, bukan dari pemerintah.

Terlepas dari kekacauan yang ditimbulkan, banyak orang mendukung demonetisasi setelah Perdana Menteri Narendra Modi membingkai keputusan tersebut sebagai perjuangan untuk orang miskin melawan orang kaya yang korup.

Mahkamah Agung, dalam keputusannya, juga menyebut kebijakan tersebut diambil setelah berkonsultasi dengan bank sentral dan mengikuti proses hukum yang berlaku.

Lima hakim di pengadilan tertinggi negara itu mengeluarkan putusan dengan suara mayoritas atas serangkaian petisi yang mempertanyakan keputusan tersebut.

Hasilnya, satu tidak setuju dan empat lainnya memberikan dukungan penuh pada keputusan tersebut.

Salah satu dari empat hakim yang setuju, BR Gavai mengatakan validitas dari demonetisasi 2016 tidak perlu diragukan.

"Pemberitahuan tertanggal 8 November 2016 tidak mengalami kekurangan dalam proses pengambilan keputusan," tutup Gavai.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Waspadai Partai Cokelat, PDIP: Biarkan Rakyat Bebas Memilih!

Rabu, 27 November 2024 | 11:18

UPDATE

Sukses Amankan Pilkada, DPR Kasih Nilai Sembilan Buat Kapolri

Jumat, 29 November 2024 | 17:50

Telkom Innovillage 2024 Berhasil Libatkan Ribuan Mahasiswa

Jumat, 29 November 2024 | 17:36

DPR Bakal Panggil Kapolres Semarang Imbas Kasus Penembakan

Jumat, 29 November 2024 | 17:18

Pemerintah Janji Setop Impor Garam Konsumsi Tahun Depan

Jumat, 29 November 2024 | 17:06

Korsel Marah, Pesawat Tiongkok dan Rusia Melipir ke Zona Terlarang

Jumat, 29 November 2024 | 17:01

Polri Gelar Upacara Kenaikan Pangkat, Dedi Prasetyo Naik Bintang Tiga

Jumat, 29 November 2024 | 16:59

Dubes Najib Cicipi Menu Restoran Baru Garuda Indonesia Food di Madrid

Jumat, 29 November 2024 | 16:44

KPU Laksanakan Pencoblosan Susulan di 231 TPS

Jumat, 29 November 2024 | 16:28

Kemenkop Bertekad Perbaiki Ekosistem Koperasi Kredit

Jumat, 29 November 2024 | 16:16

KPK Usut Bau Amis Lelang Pengolahan Karet Kementan

Jumat, 29 November 2024 | 16:05

Selengkapnya