Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Sistem Proporsional Tertutup, Hak Rakyat Pilih Wakilnya Dirampas Parpol

SABTU, 31 DESEMBER 2022 | 22:40 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Ketua Bidang Hubungan Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Atang Irawan mengaku khawatir dengan menguatnya oligarki partai politik semakin tak terpatahkan seiring mencuatnya isu pemilu dengan sistem proporsional tertutup.

"Sejarah buram eksistensi parpol yang kerap dipandang hanya elitis, birokratis dan hanya mementingkan kepentingannya sendiri melalui skema konspirasi konfigurasi kepentingan elit partai menjadi momok yang menakutkan bagi civil society," tegas Atang dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12).

Bahkan, ujar Atang, lebih kritis lagi kandidasi dalam system electoral dengan model proporsional tertutup semakin mengaburkan rakyat untuk memilih kandidat-kandidat potensial yang dapat merepresentasikan kepentingan rakyat, sehingga akselerasi kepentingan rakyat akan terbantahkan dalam ruang gelap partai politik.

"Memilukan bagi demokrasi ketika rakyat diberikan otoritas untuk menentukan wakilnya namun kemudian dirampas kembali oleh parpol," sesalnya.

Maka semakin menjauhnya artikulasi kepentingan rakyat dan bahkan semakin jauhnya wakil dan terwakili sehingga fungsi refresentasi akan semakin rentan bagi rakyat terhadap wakilnya, karena tanpa dipilih oleh rakyat yang penting ditetapkan nomor urut terkecil oleh parpol.

Yang lebih memprihatinkan lagi jika rekruitmen caleg semakin tertutup tanpa memberikan ruang informasi yang transparan dalam rekruitmen dan seleksi caleg, meskipun dalam Pasal 241 UU Pemilu mensyaratkan seleksi bacalon dilaksanakan secara demokratis dan terbuka.

Maka, sistem proporsional tertutup bukan hanya langkah mundur dalam perjuangan demokrasi, bahkan menuju titik nadir bagi hak konstitusioal rakyat untuk menentukan siapa yang berhak mewakilinya dalam rangka representasi.

Oleh karenanya, Atang mewanti-wanti bahwa rendahnya kepercayaan terhadap parpol akan terulang kembali sehingga apatisme dan apolitis bakal bersemi kembali.

Sebab, dengan sistem proporsional tertutup rakyat tidak pernah tahu siapa yang akan mewakili dirinya karena semua menjadi otoritas parpol atau seperti memilih kucing dalam karung.

Bahkan, mirisnya lagi wakil yang tidak mendapatkan dukungan signifikan dari rakyat dapat melenggang di legislatif hanya karena nomor urutnya lebih kecil daripada suara terbesar. "Miris memang. Suara rakyat hanya akan menjadi komoditas partai politik dan dimanipulasi oleh oligarki parpol," ujar dia, menyayangkan.

Lebih jauh, Atang mengatakan jika proporsional tertutup adalah sebuah reinkarnasi hegemoniknya parpol untuk melegitimasi demokrasi.

Mengenai tudingan proporsional terbuka sangat high cost, politisi yang merupakan ahli hukum tata negara ini mempertanyakan apakah rekruitmen caleg di internal dengan proporsional tertutup tidak memungkinkan terjadinya ruang suap agar mendapatkan nomor urut kecil.

"Apakah ada jaminan proses kandidasi tidak menjadi benih unggul yang dapat menstimulan korupsi dikemudian hari, karena ada kekhawatiran sejak awal dalam kandidasi sudah terjadi mahar di internal parpol dalam penentuan nomor urut," ungkap Atang.

Selain itu, Atang juga mempertanyakan legal standing pemohon uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk soal sistem proporsional terbuka.

"MK sebaiknya menguji betul terkait legal standing pemohon terhadap permohonan pengujian Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu," uja Atang, lagi. Khususnya terkait kerugian pemohon, karena peserta pemilih pileg bukanlah perseorangan melainkan parpol, kecuali untuk pemilihan anggota DPD RI.

Untuk diketahui, pemohon perkara nomor: 114/PUU-XX/2022 terdiri dari Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (anggota Partai Nasdem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (warga Pekalongan); dan Nono Marijono (warga Depok).

Lantas, apakah para pemohon pernah menjadi caleg dengan urutan kecil dalam kapasitas sebagai pengurus partai, namun dikalahkan dengan urutan nomor lebih besar.  "Bahkan, akan menjadi ironis jika pemohon tidak dicalonkan oleh parpolnya dalam kontestasi 2024, sehingga dimana letak legal standingnya para pemohon," tuntasnya.

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Selebgram Korban Penganiayaan Ketum Parpol Ternyata Mantan Kekasih Atta Halilintar

Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

UPDATE

Israel Lancarkan Serangan Darat ke Lebanon Barat Daya

Selasa, 08 Oktober 2024 | 16:05

Prabowo Disarankan Perbesar Anggaran Pertahanan

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:59

Lampaui Target, Peserta Pameran TEI ke-39 Tembus 1.460 Exhibitor

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:57

Khofifah Kuatkan Kehidupan Beragama Lewat Pesantren

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:49

Bikin Bingung Pemilih, Trump dan Istri Beda Pandangan Soal Aborsi

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:46

Tampung Keluhan Hakim, DPR Pertimbangkan Revisi UU Kehakiman

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:40

Pemberdayaan BRI Tingkatkan Skala Usaha Klaster Usaha Rumput Laut Semaya di Nusa Penida

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:34

Perdana, Wakil Myanmar Bakal Hadiri KTT ASEAN di Laos

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:26

Harga Pangan Bervariasi: Beras Turun, Minyak Goreng Naik

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:25

Bikin Ngeri, Timnas Jepang Panggil 22 Pemain di Eropa

Selasa, 08 Oktober 2024 | 15:24

Selengkapnya