Berita

Menkes Budi Gunadi Sadikin saat meresmikan RSUP Kupang, NTT, yang merupakan rumah sakit pusat terbesar di Indonesia Timur/Net

Dahlan Iskan

Rebutan Alat

SELASA, 27 DESEMBER 2022 | 05:24 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

TIDAK semua direktur rumah sakit berfungsi dengan baik. Terutama di rumah sakit pemerintah. Pusat dan terutama daerah.

Beda dengan di rumah sakit swasta.

Salah satunya: dalam hal wewenang penggunaan alat-alat modern di rumah sakit. Semacam ada rebutan wewenang di situ. Akibatnya, pasien harus antre panjang. Sampai ada yang tidak sempat tertangani.


Karena itu, reaksi pun muncul ketika Menkes menyatakan akan melengkapi peralatan di banyak rumah sakit. Dikira persoalannya hanya rumah sakit kekurangan alat.

Padahal, ada juga masalah manajemen di dalamnya. ”Jangan sampai alat mahal-mahal yang akan dibeli itu nanti mubazir,” ujar sahabat Disway di bidang itu.

”Lebih baik Menkes mengatur dulu siapa saja yang akan boleh menggunakan alat mahal itu. Agar tidak jadi rebutan antardisiplin ilmu,” ujarnya.

Selama ini penggunaan alat-alat tersebut diatur oleh keputusan direksi. Ini soal internal. Soal manajemen murni. Tapi, ada direksi yang kalah wibawa dengan sekelompok dokter di keahlian tertentu.

Ada juga direksi rumah sakit yang takut pada ancaman sekelompok dokter. Misalnya: mereka akan meninggalkan rumah sakit tersebut kalau keinginan mereka tidak dipenuhi.

Alat-alat mahal yang sering jadi ”korban” rebutan itu, misalnya, cathlab. Yakni, alat mahal untuk kateterisasi jantung.

Di beberapa rumah sakit, alat itu jadi rebutan antara departemen spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) versus departemen spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular (SpPD-KKV).

Bergantung kelompok mana yang kuat. Bisa jadi kelompok SpJP yang kuat sehingga alat tersebut di bawah kekuasaan SpJP. Akibatnya, departemen satunya tidak bisa ikut menggunakan. Atau sebaliknya.

Alat itu pun tidak bisa dipergunakan secara maksimal. Kalau di swasta, yang demikian bisa berbahaya. Investasi untuk membeli alat tersebut tidak bisa kembali.

Alat mahal lain yang nasibnya sama adalah MRI. Yang biasa jadi rebutan antara departemen spesialis anak (SpA) dan departemen spesialis radiologi (SpR).

Ada juga alat yang jadi rebutan antara departemen spesialis bedah toraks kardiovaskular (SpBTKV) dan departemen spesialis anak.

Ada lagi rebutan antara departemen spesialis penyakit dalam hematologi dan onkologi medik (SpKHOM) lawan departemen spesialis bedah onkologi (SpBOnk). Yakni, alat untuk kemoterapi.

Di rumah sakit swasta, problem kekuasaan pada alat seperti itu pasti tidak ada. Alat itu mahal. Biasanya dibeli dengam cara kredit. Berarti, alat tersebut harus menghasilkan uang yang cukup. Tidak boleh menganggur. Harus selalu dipakai.

Pemikiran seperti itu tidak ada di rumah sakit pemerintah. Alatnya dibeli dengan uang negara. Tidak perlu mencicil. Tidak ada ancaman disita.

Paling-paling pasien yang jadi korban. Terutama pasien dari kelompok dokter spesialis yang ”kalah” dalam penguasaan alat mahal tersebut. ”Kalau pasiennya kaya bisa kita sarankan periksa di RS swasta. Tapi, kasihan pasien yang miskin,” ujar sahabat Disway itu.

Bagaimana sikap Menkes?

”Minggu ini akan kita keluarkan permenkes penggunaan alat-alat itu,” ujar Menkes Budi Sadikin kepada Disway. ”Prinsipnya, siapa pun yang punya kompetensi harus boleh menggunakan alat tersebut,” tambahnya.

Dengan keluarnya permenkes itu nanti, beban direktur rumah sakit pemerintah jadi ringan. Tidak perlu lagi takut pada satu departemen spesialis. Apalagi sungkan. Toh, tinggal ikut aturan menteri.

Menkes baru saja meresmikan rumah sakit pusat terbesar di Indonesia Timur. Di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Luasnya 18 hektare. Di pinggiran selatan Kota Kupang. Sekitar 15 menit dari RS Katolik St Carolus Borromeus. Atau setengah jam dari RS Siloam yang di pusat Kota Kupang. Hanya sekitar 20 menit dari RSUD W.Z. Johannes, Kupang.

Selama ini RSUD W.Z. Johannes yang terbesar. Terlengkap. Tapi, belum punya kemampuan pasang ring di jantung. Atau menghancurkan batu ginjal. Ahlinya sudah ada. Tapi, alatnya yang belum. Demikian juga bedah saraf untuk penderita stroke. Ahlinya sudah ada, alatnya belum ada.

Maka, RSUP yang baru itu andalannya. Akan dilengkapi semua alat modern. Setingkat dengan RS tipe A. Bisa  sebagai rujukan untuk seluruh NTT.

Di pulau sebesar Flores pun belum bisa dilakukan tiga jenis pengobatan tadi. Selama ini rujukannya ke Surabaya. Maka, setelah ini mereka cukup ke Kupang. Meski tetap juga harus naik pesawat terbang.

RSUP baru itu diberi nama Ben Mboi. Seorang dokter. Tokoh nasional asal Flores. Pernah jadi gubernur NTT dua periode. Istrinya, dr Nafsiah Mboi, pernah jadi menteri kesehatan. Masih sehat sekarang.

Almarhum W.Z. Johannes juga tokoh nasional asal NTT: lahir di Pulau Rote. Ia ahli radiologi pertama Indonesia. Ia adik Herman Johannes yang pernah jadi rektor Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Satu tokoh itu dari Rote. Satu lagi dari Flores. Nama mereka kini abadi di Kupang. Mereka tentu tidak pernah rebutan alat kesehatan. Waktu itu memang belum ada alat yang bisa diperebutkan.


Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya