Berita

FGD yang digelar Amir Machmud Center (AMC) dengan tema "Paradigma Kamuflase Pergerakan Kelompok Radikal"/RMOLJateng

Presisi

Fenomena Kamuflase Kelompok Radikal Patut Diwaspadai Jelang Pemilu 2024

SENIN, 17 OKTOBER 2022 | 17:54 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Memasuki tahun politik menjelang Pemilu Serentak 2024, pergerakan kamuflase kelompok radikal menjadi isu yang patut diwaspadai. Terlebih, saat ini muncul fenomena banyak napiter yang mengajukan bebas bersyarat.

Kasubdit Kontra Ideologi dan Pencegahan Densus 88, Kombes Ponco Ardani mengatakan, fenomena kamuflase tetap perlu diwaspadai. Mengingat, kamuflase sebagai bagian dari naluri untuk bertahan hidup.

"Dilihat data penangkapan 5 tahun terakhir ini diindikasi ditengarai ada kamuflase sebagai celah untuk tetap eksis," ungkap Kombes Ponco dalam FGD yang digelar Amir Machmud Center (AMC) dengan tema "Paradigma Kamuflase Pergerakan Kelompok Radikal", di Hotel Tosan Solo Baru, Jawa Tengah, Senin (17/10).


Kombes Ponco menyebutkan, kegiatan FGD ini juga bentuk benteng bahwa pergerakan itu masih ada dengan indikasi kamuflase. Patut diduga, kamuflase dilakukan dalam berbagai situasi, penampilan, pakaian dan profesi.

"Langkahnya kita rapatkan institusi terkait, karena fenomena ini tidak bisa diselesaikan Densus sendiri, harus bersama sama dengan TNI, Polri, Pemerintah, dan lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan," kata dia seperti diberitakan Kantor Berita RMOLJateng.

Dipertegas Abu Fida, nama lain dari Syaifuddin Umar (54) eks Napiter warga Surabaya. Dia mengatakan, pergerakan kelompok radikal itu masih ada dan massif. Dia pun berharap pemerintah tidak lengah.

"Antisipasi kamuflase dengan terus mengimbangi perkembangan pergerakan kelompok radikal tersebut. Mengenai fenomena permohonan bebas bersyarat dari napiter, bisa saja itu dijadikan alasan untuk bebas, harus ada upaya menguji apakah itu taqiyah (bohong) atau benar," ungkap Abu Fida yang juga hadir sebagai narasumber FGD.

Diakui Abu Fida, upaya permohonan bebas napiter saat ini banyak dilakukan, namun prosesnya juga tidak mudah.

"Saat ini penanganan kelompok radikal ada tiga hal yang harus dilakukan, yakni pendekatan hati, disibukkan tangannya atau berkegiatan ekonomi, dan kepala yang wajib berikan pemahaman. Artinya pendampingan harus terus dilakukan jangan lengah," pungkasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya