Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan/Net
MENARIK menyimak suasana gejolak psikososiopolitik masa kini meski saat penyelenggaraan Pilpres 2024 sebenarnya masih relatif lama. Tampak betapa gesit dan lincah berbagai pihak menggalang kesatuan demi garang dan ganas bergerak menuju ke satu tujuan yaitu menghabisi Anies Baswedan.
Terkesan bahwa Anies memang berada pada posisi harus bersalah, maka mau tak mau, suka tak suka apa boleh buat harus dihabisi agar tidak bisa ikut berlaga pada Pilpres 2024.
Kreatifitas membunuh karakter Anies sungguh menakjubkan seolah tak kenal batas maksimal, apalagi minimalnya. Senantiasa ada saja kreativitas bukan sekadar mencari, namun bahkan mencari-cari kesalahan mantan Mendikbud yang sebentar lagi juga akan menjadi mantan Gubernur Jakarta.
Akibat Anies memang manusia biasa yang mustahil sempurna, maka jika dicari, apalagi dicari-cari pasti dapat ditemukan kesalahan Anies. Bahkan andaikata Anies tidak bersalah pun juga bisa diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya menjadi bersalah.
Para pembunuh karakter berbayar mau pun tidak berbayar berbekal perbendaharaan tiga senjata pamungkas untuk membunuh karakter Anies Baswedan.
Memang tidak bisa disangkal bahwa lalu lintas di Jakarta tidak macet pada masa pagebluk Corona, namun juga tidak kalah bisa disangkal bahwa kondisi lalu lintas Kota Jakarta pasca pagebluk Corona telah kembali macet sehingga layak menjadi juara dunia macet di planet bumi ini.
Maka lalu lintas macet siap berfungsi sebagai primadosa yang ditimpakan kepada Anies secara konsisten dan konsekuen.
Lalu banjir masih terjadi di mana-mana, termasuk di kawasan yang digusur oleh Pemprov DKI Jakarta sebelum Anies menjadi gubernur dengan tujuan membasmi banjir terbukti pada masa kegubernuran Anies tetap banjir.
Maka banjir menjadi
runner up dosa Anies demi mencegah jangan sampai Anies nerani-berani nyapres!
Kemudian ada dosa ketiga Anies yang sedang ramai-ramai dikejar demi menghantamkan pukulan telak mematikan terhadap Anies agar K.O sebelum naik ke ring tinju pilpres 2024. Yaitu kriminalisasi Formula-E.
Sungguh menakjubkan elan kreativitas serta inovasitas laskar perjuangan menghabisi Anies sebelum Anies masuk ke ranah kekuasaan KPU. Dengan segala daya laskar pembunuh karakter gigih menunaikan tugas untuk menghabisi Anies dengan senjata mengkorupkan Anies pada Formula E.
Dikerahkan segenap tenaga ahli akuntan dan hukum untuk membedah Formula-E demi mempidanakan Formula E mengejawantahkan hukumnya wajib Anies harus mengenakan rompi oranye.
Pendek kata, proyek merompi-oranyekan Anies Baswedan tidak boleh gagal dengan taruhan akan ada jabatan yang lenyap jika sampai gagal. Namun andaikata Formula E gagal dikriminalisasikan pun, yakin pasti masih ada bahan lain untuk dikriminalisasikan demi mencegah Anies masuk ke gelanggang laga Pilpres 2024.
Sementara tentu saja para
buzzer dan
influenzer tidak mau kalah aktif dan kreatif maupun reaktif dalam gerakan maju tak gentar menghabisi Anies dengan perbendaharaan aneka ragam senjata luar biasa dahsyat keampuhan untuk membunuh karakter Anies.
Segenap pihak bersatupadu dalam gerakan maju tak gentar menghabisi Anies agar tidak bisa ikut nyapres pada Pilpres 2024.
Tampaknya Anies Baswedan sendiri sudah sadar betapa dirinya kini sudah berada pada posisi seolah telur di ujung tanduk atau sebaliknya tanduk di ujung telur, maka ikhlas serta
legowo pasrah menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kehendak Yang Maha Kuasa.
Sebaiknya jangan remehkan sikap
legowo Anies, sebab tampaknya para pendukung Anies tidak akan bersikap
legowo apabila junjungan mereka diusik.
Sebaiknya juga jangan lupa pada peribahasa semut jika disudutkan juga akan melawan sementara para pendukung Anies secara kuantitas dan kualitas tidak lebih inferior ketimbang semut. Pendek kata sikap
ojo dumeh alias jangan terkebur senantiasa lebih bijak, ketimbang
dumeh alias terkebur.