Berita

Presiden Republik Indonesia, Joko Widood/Net

Politik

Hendardi: Jokowi Tidak Menangkap Pesan Putusan MK Soal Pelanggaran HAM Berat

SELASA, 23 AGUSTUS 2022 | 08:59 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Upaya penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu oleh pemerintahan Joko Widodo dinilai belum benar-benar serius.

Ketua Setara Institute, Hendardi menyampaikan, harapan elemen korban, termasuk masyarakat sipil diabaikan pemerintah dengan membentuk Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu.

Bagi Hendardi, Keppres tersebut lebih menyerupai panitia santunan bagi korban demi menyelesaikan tuntutan keadilan penanganan pelanggaran HAM masa lalu.

“Presiden Jokowi tidak menangkap pesan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-V/2007, tertanggal 21 Februari 2008, yang pada intinya penentuan kualifikasi pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000 bukanlah domain DPR,” kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/8).

Ia menjabarkan, kualifikasi pelanggaran HAM berat adalah kewenangan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Kejagung pun memulai proses penyidikan tanpa menunggu keputusan DPR. Di sisi lain, kata dia, tugas DPR hanya merekomendasikan pembentukan pengadilan HAM kepada Presiden RI.

Oleh karenanya, ia menilai tidak ada alasan kebuntuan dalam menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu jika Presiden Jokowi bisa mendisiplinkan Jaksa Agung untuk melanjutkan tahap penyidikan atas hasil kerja Komnas HAM.

"Faktanya, Jaksa Agung selalu berlindung, menunggu adanya keputusan DPR," tandasnya.

Pada tahun 2021, Jaksa Agung sudah memulai penyelidikan dugaan pelanggaran HAM di Paniai tahun 2014. Sampai saat ini, setidaknya ada 13 peristiwa pelanggaran HAM berat yang belum diselesaikan berdasarkan penyelidikan Komnas HAM.

Dari 13 peristiwa tersebut, 9 peristiwa merupakan pelanggaran HAM berat masa lalu atau terjadi sebelum diundangkannya UU 26/2000 tentang pengadilan HAM.

9 pelanggaran HAM berat masa lalu adalah peristiwa 1965/1966; peristiwa penembakan misterius 1983-1984; peristiwa talangsari 1989; Mei 1998; peristiwa penghilangan paksa 1997/1998; peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998-1999; peristiwa Dukun Santet 1999; peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998; peristiwa Simpang KKA Aceh 1999.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya