Berita

Presiden Rusia Boris Yeltsin(kiri), Presiden Amerika Bill Clinton, Presiden Ukraina Leonid Kuchma, dan Perdana Menteri Inggris John Major menandatangani Memorandum Budapest pada 5 Desember 1994/Net

Dunia

Lewat Memorandum Budapest, Ukraina Pernah Serahkan Ribuan Hulu Ledak Nuklir ke Rusia

KAMIS, 14 JULI 2022 | 14:57 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Invasi Rusia selama 141 hari ke wilayah Ukraina telah melanggar kesepakatan Memorandum Budapest yang ditandatangani pada tahun 1994.

Memorandum Budapest disepakati oleh negara Amerika Serikat, Rusia, Ukraina, dan Inggris. Isinya, mereka berjanji untuk berkomitmen "menghormati kemerdekaan, kedaulatan dan perbatasan Ukraina yang ada".

Diduga, Rusia kala itu meneken Memorandum Budapest hanya untuk membujuk pemerintah Ukraina di Kyiv agar menyerahkan persenjataan nuklir. Di mana kapasitas nuklir Ukraina adalah yang terbesar ketiga di dunia.


Sebelum Memorandum Budapest ini disepakati, diketahui bahwa Ukraina memiliki pasokan senjata nuklir berlimpah hasil peninggalan dari Uni Soviet. Setidaknya mereka memiliki warisan sekitar 1.900 hulu ledak nuklir strategis dari Uni Soviet.

Seketika, Nuclear Nonproliferation Treaty (NPT) yang hanya mengakui lima negara sebagai pemegang sah senjata nuklir langsung memastikan bahwa tidak ada lagi penambahan jumlah negara yang memiliki senjata nuklir. Untuk itu, mereka membujuk Ukraina agar bisa menonaktifkan senjata nuklirnya.

Sebagai imbalan, Ukraina meminta jaminan keamanan yang mengikat secara hukum dari AS. Artinya, AS akan melakukan intervensi jika kedaulatan Ukraina dilanggar.

Tapi AS menolak intervensi karena tidak ingin melangkah lebih jauh.

Ukraina lantas meminta jaminan keamanan yang mengikat secara politik. China dan Prancis menyetujui hal tersebut. Tapi kedua negara itu tidak turut serta menandatangani perjanjian tersebut di atas kertas Memorandum Budapest.

Jaminan keamanan yang lemah dan kurang mengikat itu kini membuat kekhawatiran Ukraina semakin nyata. Negara-negara yang menandatangi memorandum tidak bisa berbuat banyak atas terjadinya invasi yang dilakukan oleh Rusia kepada Ukraina.

Tanggapan AS dan Inggris dalam menghadapi agresi ini sangat terbatas. Kedua negara itu hanya menawarkan pembiayaan Ukraina, peralatan dan pelatihan militer, serta menerapkan sanksi kepada Rusia.

AS dan Inggris telah mengesampingkan intervensi secara langsung, seperti memberlakukan zona larangan terbang di atas Ukraina dan kebijakan-kebijakan tegas lainnya yang bisa menghentikan Rusia. Kedua negara ini seperti khawatir bahwa mereka akan terseret dalam perang dengan Rusia.

"Ukraina adalah satu-satunya negara dalam sejarah manusia yang menyerahkan persenjataan nuklir, terbesar ketiga di dunia pada tahun 1994. Di mana jaminan ini? Sekarang kami dibom dan dibunuh," kata anggota Parlemen Ukraina Alexey Goncharenko dikutip dari Indiatoday

Tidak heran bahwa pemimpin Ukraina dan publik merasa terkhianati oleh perjanjian memorandum ini, menurut mereka jaminan keamanan yang mereka terima tidak sebanding dengan kertas yang telah mereka tulis.

Seperti dikutip dari The Conversation, menurut catatan pakar hubungan internasional Amerika David Yost, tindakan Rusia akan melemahkan kredibilitas jaminan keamanan negara, merusak rezim nonproliferasi nuklir dan akan maraknya prospek pelucutan senjata di masa mendatang.

Invasi yang terjadi di Ukraina akan memiliki dampak luas bagi negara-negara lain. Dikhawatirkan akan lebih banyak negara yang bernasib sama seperti Ukraina.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya