Berita

Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak gugatan DPD RI dan Partai Bulan Bintang (PBB) terkait presidential threshold/Repro

Politik

Gugatan PT 20 Persen DPD RI dan PBB Ditolak MK, Meski Pakai Alasan Oligarki

KAMIS, 07 JULI 2022 | 14:27 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Gugatan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diajukan DPD RI dan Partai Bulan Bintang (PBB) ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Putusan tersebut dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam Sidang Putusan Perkara Nomor 52/PUU-XX/2022 yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Mereka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (7/7).

"Menyatakan permohonan Pemohon pertama (DPD RI) tidak dapat diterima. Dan menolak permohonan Pemohon kedua (PBB) untuk seluruhnya," ujar Anwar Usman dikutip melalui kanal Youtube MK RI.

Dalam poin pertimbangan yang dibacakan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, alasan MK tidak dapat menerima gugatan DPD RI adalah karena lembaga negara tidak memiliki kedudukan hukum dalam pengujian norma Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur soal (presidential threshold).

"Pemohon satu (DPD RI) bukan merupakan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu sebagaimana telah ditegaskan dalam putusan-putusan di atas (Putusan MK Nomor 74/PUU-XVIII/2020, Putusan MK Nomor 66/PUU-XIX/2021)," papar Manahan.

Sementara itu, PBB yang dianggap memiliki kedudukan hukum dalam pengujian Pasal 222 UU 7/2017 karena merupakan parpol peserta Pemilu Serentak 2019, MK menilai pertimbangan hukum yang diajukan tidak beralasan atau berdasar menurut hukum.

Padahal dalam pokok permohonannya, PBB menggunakan batu uji yang beberapa di antaranya berbeda dalam menguji konstitusionalitas norma a quo, jika dibanding gugatan serupa yang sudah diputus sebelumnya oleh MK.

Batu uji PBB antara lain adalah menggunakan UUD 1945 Pasal 6A ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 1 ayat (2) dan (3); Pasal 22E ayat (1); Pasal 28D ayat (1) dan (3);Pasal 28J ayat (1) dan (2); Pasal 4 ayat (1).

"Ternyata dasar pengujian yang digunakan dalam permohonan a quo yaitu Pasal 1 ayat (2), Pasal 4 ayat (1), Pasal 28J ayat (1), dan Pasal 28 J ayat (2) UUD 1945 belum pernah digunakan sebagai dasar pengujian dalam permohonan yang telah diputus Mahkamah sebelumnya," kata Hakim Konstitusi Aswanto.

Di samping batu uji yang berbeda, PBB juga mengemukakan 11 dalil permohonan yang diantaranya memiliki perbedaan dibanding permohonan perkara serupa sebelumnya yang diputus ditolak oleh MK.

"Terdapat perbedaan alasan permohonan Pemohon kedua dengan permohonan-permohonan yang telah diputus sebelumnya. Antara lain, Pasal 222 UU 7/2017 telah menjadikan pemilu dikontrol oligarki, dan penguasa modal, sehingga bukan hasil kedaulatan rakyat ataupun pilihan subtantif partai politik," papar Aswanto membacakan dalil hukum PBB.

"Kedua, pasal a quo telah menghilangkan partisipasi publik dan hanya mengakomodir kepentingan elite politik. Ketiga, telah menciptakan polarisasi masyarakat," sambungnya.

Meski begitu, MK menyatakan bahwa meski batu uji dan dalil-dalil yang berbeda disampaikan PBB, pada intinya substansi permohonan a quo adalah soal konstitusionalitas norma Pasal 222 UU 7/2017 yang sama dengan permohonan Pemohon-pemohon sebelumnya yang diputus ditolak oleh MK.

Bahkan disebutkan Aswanto, sebelum ada Pasal 222 UU 7/2017 yang mengatur (presidential threshold), norma serupa telah diatur di dalam Pasal 9 UU 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres).

"In casu Pasal 9 UU 42/2008 ini telah beberapa kali dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya, dan Mahkamah tetap pada pendiriannya, adalah konstitusional," ucap Aswanto.

Lebih lanjut, Aswanto memperkuat pertimbangan hukum MK terkait konstitusionalitas presidential threshold yang tertuang di dalam Putusan MK Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008, Putusan MK Nomor 56/PUU-VI/2008, Putusan MK Nomor 26/PUU-VII/2009, Putusan MK Nomor 46/PUU-XI/2013, Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013, Putusan MK Nomor 108/PUU-XI/2013.

Berdasarkan keputusan-keptusan tersebut, MK menegaskan bahwa ketentuan presidential threshold merupakan kebijakan hukum terbuka atau delegasi kewenangan terbuka yang dapat ditentukan sebagai open legal policy oleh pembentuk undang-undang.

"Mahkamah menilai, argumentasi Pemohon II (PBB) pada anggapan muncul ekses negatif seperti oligarki dan polarisasi akibat berlakunya ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu adalah tidak beralasan menurut hukum," ucap Aswanto.

"Karena tidak terdapat jaminan dengan dihapuskannya syarat ambang batas maka berbagai ekses sebagaimana didalilkan tidak terjadi lagi," tandasnya.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya