Dubes Bangladesh untuk Indonesia Air Vice Marshal Mohammad Mostafizur Rahman (paling kiri dan istri (paling kanan), bersama Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI Abdul Kadir Jailani dan istri memotong kue pertanda 50 tahun hubungan kedua negara, Selasa malam (21/6)./RMOL
Indonesia merupakan salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Republik Rakyat Bangladesh. Pengakuan itu diberikan pemerintah Indonesia pada 25 Februari 1972, sekitar dua bulan setelah revolusi kemerdekaan Bangladesh.
Negara di Asia Selatan ini berdiri sebagai negara yang berdaulat pada Desember 1971. Sebelumnya, di tahun 1947, Bangladesh yang ketika itu disebut Pakistan Timur bersama Pakistan Barat yang kini dikenal sebagai Republik Islam Pakistan memisahkan diri dari Republik India yang berada di antara keduanya.
Sejak pengakuan Indonesia atas kemerdekaan Bangladesh itu, kedua negara membangun hubungan bilateral yang didasarkan pada persahabatan dan sikap saling menghormati, juga didasarkan pada kesamaan budaya, tradisi, dan agama.
Bangladesh yang memiliki populasi sebesar 161 jiwa merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam terbesar ketiga setelah Indonesia (populasi 270 juta jiwa) dan Pakistan (populasi 242 juta jiwa).
Peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia dan Bangladesh digelar di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa malam (21/6).
Resepsi dihadiri kalangan diplomatik di Jakarta dan Kementerian Luar Negeri RI, juga penstudi kawasan dan wartawan.
Sang tuan rumah, Dubes Bangladesh, Air Vice Marshal Mohammad Mostafizur Rahman, terus mengembangkan senyum di antara tamu-tamunya.
Sementara dari Kemenlu RI hadir Dirjen Asia Pasifik dan Afrika, Abdul Kadir Jailani, dan sejumlah pejabat Kemlu RI lainnya.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Bangladesh Abdul Momen menyampaikan sambutan mereka secara terpisah dalam rekaman video yang diputar di arena resepsi.
“Kedua negara (Bangladesh dan Indonesia) memainkan peran penting dalam menjaga perdamaian dan keamanan, juga pembangunan sosial dan ekonomi baik secara regional maupun global,†ujar Menteri Luar Negeri Bangladesh, Abdul Momen, dalam video pernyataannya.
Dia menambahkan kedua negara juga memegang teguh prinsip dan idealisme yang terkandung dalam Piagam PBB dan Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dan organisasi-organisasi lain di mana kedua negara menjadi anggota.
Dalam sambutannya itu, selain mengenang kepemimpinan pendiri Bangladesh, Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman, Menlu Abdul Momen juga mengenang visi besar yang dimiliki proklamator kemerdekaan Indonesia, Presiden Sukarno.
Menlu Abdul Momen juga mengatakan, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Sheikh Hasina Wazed, Bangladesh terus mengembangkan konsep pembangunan yang inlusif dan berpusat pada kepentingan rakyat.
Sheikh Hasina Wazed adalah putri dari Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman. Ia merupakan pemimpin Liga Awami yang merupakan partai politik penguasa saat ini.
Wanita kelahiran 1947 itu memimpin Bangladesh pertama kali pada periode 1991 sampai 2001. Lalu dalam Pemilu 2009, Liga Awami kembali memenangkan mayoritas kursi di Parlemen, dan Sheikh Hasina Wazed kembali menjadi orang nomor satu di negara itu.
Menlu Abdul Momen menambahkan, di era pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Bangladesh merupakan salah satu yang terbaik di dunia.
“Bangladesh juga memiliki daya tarik bagi investasi asing,†ujarnya.
Sementara Menlu Retno Marsudi dalam video pernyataannya yang diputar terlebih dahulu mengatakan bahwa Bangladesh merupakan salah satu negara tetangga penting bagi Indonesia.
“50 tahun adalah usia yang matang, dan saya ingin melihat hubungan kedua negara dilanjutkan ke tingkat yang lebih konkret yang menguntungkan kedua negara,†ujar Menlu Retno.
Dia mengatakan, volume perdagangan kedua negara tahun lalu meningkat menjadi 3 miliar dolar AS dan diproyeksikan akan kembali meningkat pada akhir 2022.
“Orang mengatakan, masa-masa yang sulit memunculkan teman sejati. Saya berterima kasih karena kedua negara salin mendukung selama era pandemi. Kita harus terus melanjutkan kerjamasa ini,†demikian Menlu Retno sambil menambahkan kedua negara seperti banyak negara lain di dunia sedang menghadapi tantangan yang begitu besar yang tidak dapat dihadapi sendiri-sendiri.