Berita

Ilustrasi Pemilu/Net

Publika

Pemilu dan Jihad Menjaga Hak Pilih

OLEH: BAKHRUL AMAL*
JUMAT, 10 JUNI 2022 | 23:58 WIB

KEPUTUSAN perihal kapan tahapan Pemilu 2024 itu dimulai telah diumumkan. DPR RI beserta dengan penyelenggara Pemilu telah sepakat untuk menetapkan tanggal 14 Juni 2022 sebagai tanggal baik, tanggal dimulainya segala proses yang nantinya akan menentukan nasib bangsa ke depan. Artinya, dengan ditetapkannya tanggal tersebut, hiruk pikuk dan semarak pesta demokrasi akan hadir sesaat lagi.

Mengingat betapa pentingnya Pemilu maka setiap warga negara harus turut hadir untuk mengawal dan mengawasi setiap proses tahapannya. Tujuannya agar Pemilu berjalan sesuai harapan dan dapat menghasilkan pemimpin yang diharapkan.

Dalam istilah Bawaslu, pengawasan mandiri itu disebut dengan pengawasan partisipatif.


Mengawasi Hak Pilih

Pengawasan yang pertama harus dilakukan adalah mengawasi hak pilih.

Hak pilih diberikan kepada mereka yang sudah berusia 17 (tujuhbelas) tahun atau sudah kawin. Syarat selanjutnya, disamping usia dan ketentuan perkawinan, Pemilih yang dimaksud tersebut tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya, tidak dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dan bukan merupakan anggota TNI/Polri.

Pengawasan ini penting. Kepentingan itu bukan dilihat dari seberapa besar jumlah dan dampaknya an sich tetapi juga terkait pada komitmen negara untuk memenuhi setiap hak warga negaranya. Hal itu sesuai dengan amanat Pasal 43 Undang Undang HAM yang menyebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan dipilih.

Hal-hal yang Perlu Diantisipasi

Pengawasan hak pilih ini tidak akan efektif tanpa adanya pengetahuan tentang masalah-masalah hukum dan hal-hal yang perlu dilakukan seandainya masalah hukum itu terjadi.

Masalah yang pertama adalah pemberian keterangan yang tidak benar dalam pengisian daftar pemilih. Pemberian keterangan tidak benar atau memberikan data yang keliru ini bisa dilakukan untuk dirinya maupun untuk data orang lain. Masalah ini klasik tetapi setiap tahunnya senantiasa terjadi serta cara-cara yang dilakukannya semakin canggih dan mutakhir.

Masalah kedua adalah hilangnya hak pilih karena adanya intimidasi. Intimidasi itu bisa dilakukan dengan ancaman, melakukan kekerasan fisik, atau karena relasi kuasa.

Dalam beberapa keadaan kehilangan hak pilih dengan cara intimidasi ini sulit dideteksi. Kesulitan itu terjadi karena subjek yang dihilangkan hak pilihnya tidak merasa bahwa dirinya dirugikan. Atau ketika ia sadar diintimidasi, ia mengalami kesulitan untuk melaporkan intimidasi itu. Akibatnya kejadian itu tidak terdata sebagai suatu permasalahan hukum.

Masalah ketiga adalah hak pilih hilang karena sebab diiming-imingi uang atau materi lainnya. Masalah ketiga ini jarang disadari oleh masyarakat karena adanya gap pemahaman tentang money politics. Sejauh ini pemahaman masyarakat tentang money politics hanya sebatas untuk memilih seseorang atau calon yang turut berkontestasi. Padahal tidak menggunakan hak pilih karena diiming-imingi uangpun adalah bagian daripada money politics.

Semua masalah ini adalah modus operandi untuk merusak proses Pemilu dan untuk memaksakan kehendak untuk berkuasa. Ada yang melakukan kejahatan itu dengan tujuan untuk mengurangi jumlah pemilih lawan politik, memanfaatkan celah agar dapat memilih dua kali, atau bahkan sekadar mengacaukan pelaksanaan Pemilu.

Cara Melaporkan dan Penutup

Setelah masalah tadi telah diketahui secara baik maka langkah selanjutnya adalah melaporkan kejahatan pidana Pemilu itu. Laporan itu bisa dilakukan sendiri ke Kantor Polisi, dengan pendampingan LBH, atau dengan meminta bantuan Bawaslu.

Jangan pernah merasa khawatir terhadap intimidasi ataupun kejahatan dari pihak yang hendak dilaporkan. Karena, menurut aturan hukum umum yang berlaku (KUHP), intimidasi dan kekerasan merupakan pidana lain yang bisa turut dilaporkan.

Untuk dicatat, mengingat betapa pentingnya Pemilu bagi nasib bangsa dan negara, maka berani melaporkan kejahatan Pemilu adalah bagian dari jihad politik.

*Penulis adalah Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya