Berita

Advokat dan Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra/Net

Publika

Singapura dan Penangkalan UAS

RABU, 18 MEI 2022 | 19:41 WIB | OLEH: YUSRIL IHZA MAHENDRA

KEMENTERIAN Dalam Negeri Singapura yang membawahi Imigrasi negara itu akhirnya memberikan penjelasan mengapa UAS tidak diizinkan masuk ke Singapura. Kemendagri mengatakan UAS tidak diizinkan masuk karena berbagai ucapan UAS dalam ceramah-ceramah yang diberikannya yang sulit diterima oleh Pemerintah Singapura.

Apa pun juga alasan yang dikemukakan Pemerintah Singapura tetap kita hormati. Negara itu berdaulat untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan warga negara lain masuk ke negaranya.

Bahwa sebagian masyarakat kita di Indonesia tidak dapat menerima alasan tersebut, itu pun harus dipahami karena sudut pandang yang berbeda. Tidak ada alasan hukum apa pun yang dapat digunakan untuk melarang orang berbeda pendapat.

Bagi sebagian kita di Indonesia, ucapan-ucapan UAS belumlah memenuhi unsur tindak pidana. Ucapannya itu masih dalam batas-batas kebebasan bependapat dan menyatakan pikiran dalam konteks dakwah, sehingga aparat menganggap tidak ada alasan untuk mengambil langkah hukum terhadap ucapan-ucapan UAS.

Bahwa Pemerintah Singapura punya penilain lain atas ucapan-ucapan UAS, sehingga mereka berpendapat cukup alasan untuk menangkal UAS masuk ke negaranya, hal itu sepenuhnya menjadi hak Pemerintah Singapura.

Dari kasus yang menimpa UAS, kita dapat memetik beberapa hikmah. Pertama, kita menjadi mengerti kekhawatiran Pemerintah Singapura terhadap ucapan-ucapan seorang figur publik seperti UAS.

Sebuah negara, di zaman kemajuan teknologi informasi sekarang, dengan mudah memantau ucapan-ucapan seorang figur publik di negara lain dan menilai apakah ucapan-ucapan itu membawa manfaat atau mudharat bagi kepentingan nasional negara itu.

Negara kitapun seharusnya melakukan hal yang sama. Ucapan-ucapan seorang figur publik di LN yang selalu mengompori agar wilayah tertentu memisahkan diri dari NKRI seharusnya dipantau dengan seksama. Bilamana perlu, orang seperti itu, walaupun alasannya akademis atau pseudo akademis juga ditangkal untuk masuk ke Indonesia.

Terhadap semua warga negara Indonesia, pemerintah RI wajib memberikan perlindungan penuh dan melakukan pembelaan jika beliau diperlakukan secara tidak wajar di negara lain. Bahwa warga negara itu mungkin berseberangan dengan pemerintah, atau ucapan-ucapannya sering mengkritik pemerintah, hal itu bukan masalah.

Adalah kewajiban pemerintah melindungi setiap warga negara dari perlakuan tidak wajar di negara lain, walaupun orang itu berada pada posisi berseberangan dengan pemerintah.

Karena itu, dalam kasus UAS saya sebelumnya menyarankan agar Kemenlu memanggil Dubes Singapura dan minta penjelasan apa alasan mencekal UAS. Sekiranya itu dilakukan Kemenlu, maka warga negara dan masyarakat Indonesia akan merasa aman dan dirinya merasa mendapat perlindungan dari pemerintahnya.

Apa yang terjadi adalah sebaliknya, KBRI Singapura yang justru mengirim nota diplomatik kepada Kemenlu Singapura. Padahal kita semua tahu, UAS baru berada di area imigrasi Singupura dan belum benar-benar masuk ke wilayah negara itu.

Kita seperti tidak pandai menarik simpati rakyat kita sendiri. Padahal, menggapai dan mengambil hati rakyat adalah kunci dukungan rakyat kepada pemerintah.

Akan lebih buruk lagi keadaannya jika di pihak UAS dan pendukungnya terkesan pecegahan UAS masuk ke Singapura adalah permintaan dari pihak Indonesia sendiri. Pemerintah tentu tidak akan bertindak senaif itu. Lagi pula keuntungan apa yang didapat pemerintah dengan ditangkalnya UAS oleh Pemerintah Singapura?

Tetapi, yang namanya politik, yang namanya publik opini, segala sesuatunya dapat saja diatur dan dipermainkan. Apalagi, di zaman kemajuan IT sekarang ini di mana peran media mainstream telah bergeser ke media sosial. Menyaring informasi bukan lagi masalah sederhana.

Populer

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Pilkada Jateng dan Sumut Memanas Buntut Perseteruan PDIP Vs Jokowi

Minggu, 03 November 2024 | 13:16

Ketum PITI Sayangkan Haikal Hasan Bikin Gaduh soal Kewajiban Sertifikasi Halal

Kamis, 31 Oktober 2024 | 20:01

Inilah Susunan Dewan Komisaris IPC TPK Baru

Jumat, 01 November 2024 | 01:59

Komandan IRGC: Serangan Balasan Iran Melampaui Ekspektasi Israel

Jumat, 01 November 2024 | 12:04

Hizbullah Bombardir Pangkalan Militer Israel Pakai Rudal, Sirine Berdengung Kencang

Sabtu, 02 November 2024 | 18:04

UPDATE

Tiga Hakim PN Surabaya Tersangka Dugaan Suap Diperiksa di Kejagung

Selasa, 05 November 2024 | 14:04

Beberapa Jam Sebelum Pilpres AS, Korut Luncurkan Rudal Balistik ke Laut Timur

Selasa, 05 November 2024 | 13:58

Pembiayaan Hijau Jadi Kunci Percepatan SDGs

Selasa, 05 November 2024 | 13:58

Dipimpin Titiek Soeharto, Komisi IV DPR Rapat Bareng Kementan

Selasa, 05 November 2024 | 13:57

Cegah Pelanggaran Etik, DKPP Rakor Bareng 622 Penyelenggara Pemilu

Selasa, 05 November 2024 | 13:53

Susun Prolegnas 2025-2029, Baleg DPR Bahas Revisi UU Hak Cipta

Selasa, 05 November 2024 | 13:51

BPOM Sita Puluhan Ribu Kemasan Latio Imbas Kasus Keracunan

Selasa, 05 November 2024 | 13:45

Laporan Dugaan Gratifikasi Private Jet Kaesang Masih Berproses di KPK

Selasa, 05 November 2024 | 13:36

DKPP Terima 584 Pengaduan Pilkada, Terbanyak di Sumut

Selasa, 05 November 2024 | 13:35

Masih Sakit, Megawati Belum Bisa Bertemu Prabowo

Selasa, 05 November 2024 | 13:20

Selengkapnya