Berita

Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Al Makin/RMOL

Publika

Mengapresiasi Nondiskriminatif dan Inklusif RUU Sisdiknas

SELASA, 17 MEI 2022 | 00:19 WIB | OLEH: AL MAKIN

DRAFT tentang RUU (Rancangan Undang Undang) Sistem Pendidikan Nasional telah tersebar ke beberapa link dan group. Tanggapan publik terutama bagi mereka yang mempunyai kaitan langsung dan yang berkompeten diperlukan di ruang publik, agar jika Undang Undang ini disahkan akan betul-betul menjadi harapan perbaikan kondisi, kebutuhan, tantangan dan solusi bangsa dalam bidang pendidikan.

Pendidikan kita memerlukan perhatian lebih luas dan serius lagi. Tantangan pendidikan secara nasional dan global nyata dan pemikiran dari semua elemen bangsa dibutuhkan.

RUU itu terdiri dari sembilan belas bab dan lima puluh lima pasal. Susunan RUU ini cukup sistematis dan mudah dipahami. Isi terdiri dari cakupan luas tentang pendidikan. Pembahasan dari bab ke bab dan pasal ke pasal mengungkap hal-hal mendasar yang berkait dengan pendidikan nasional dari fungsi, tujuan, prinsip, jalur, jenis, jenjang, kurikulum, evaluasi dan lembaga.

Pembaca akan tertolong dengan pembagian bab demi bab dan pasal demi pasal yang jelas. Maka para pembaca akan mudah mencermati gagasan, praktik, dan usulan agar sesuai antara kenyataan dan cita-cita pendidikan nasional.

Bab lima menarik untuk dicermati. Tujuh prinsip yang dicantumkan di bab itu: a. berorientasi pada pelajar; b. menjunjung tinggi kebenaran ilmiah; c. demokratis; d. berkeadilan; e. nondiskriminatif; f. inklusif; dan g. mendukung pembelajaran sepanjang hayat.

Tentu ketujuh prinsip itu mulia semuanya dan sesuai dengan cita-cita manusia dan bangsa Indonesia. Namun pembaca perlu juga melihat bagaimana prinsip-prinsip itu diejawantahkan di masing-masing bab. Apresiasi terhadap kejelasan prinsip-prinsip itu dalam bab dan ayat-ayat selanjutnya perlu mendapatkan perenungan.

Dua prinsip utama mungkin bisa menjawab tantangan yang dihadapi bangsa kita, yaitu nondiskriminatif dan iklusif. Jika ini dikaitkan dengan pasal 56 menarik.

Pasal tersebut menerangkan jenjang dan jenis pada pendidikan tinggi, yaitu: a. akademik b. keagamaan, c. vokasi, d. profesi, e, kedinasan. Khusus pada kaitan antara nondiskriminatif dan inklusif pada jenis pendidikan keagamaan perlu mendapatkan perenungan agar lebih sesuai lagi dengan kondisi bangsa saat ini.

Pendidikan keagamaan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi perlu perluasan untuk menjaga kondisi demokrasi dan berkeadilan, dalam prinsip pasal lima tersebut. Bahkan kita perlu melakukan hal-hal yang mencegah adanya cakupan parsial dan agar kita arahkan pada prinsip inklusif.

Pendidikan agama di Indonesia hingga kini masih berorientasi pada dogma dan doktrin, bahkan simbol-simbol saja. Kondisi ini perlu mendapatkan perenungan lebih mendalam lagi, terutama kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sangat terkait dengan faktor keagamaan dalam semua aspek dan lapisan kehidupan.

Dogma, doktrin, dan simbol mengarahkan kita hanya pada penghafalan dan pengulangan semata, belum pada dimensi perenungan yang luas dan pemikiran yang kritis pada tradisi keagamaan.

RUU yang baru secara prinsip sudah menyinggung dua prinsip utama: nondiskriminatif dan inklusif. Namun perlu penajaman lagi pada aspek praktek nyata baik pada jenjang pendidikan dasar maupun perguruan tinggi.

Berfikir analitik dan kritis perlu ditekankan lagi agar jika menyangkut agama tidak lagi pada hal-hal yang tampak saja (lahiriyah), dan hal-hal yang lebih substantif dan esensial jangan terlupakan. Moral keagamaan perlu juga ditanamkan agar teologi tidak hanya secara formal dihafal, tetapi bagaimana praktek dalam kehidupan nyata bisa tertanam.

Dengan begitu, pendidikan keagamaan akan bisa membantu aspek integritas, kejujuran, dan perilaku bersih dalam bersosial, berekonomi, dan berpolitik. Selama ini, hampir semua penelitian menunjukkan bahwa faktor keagamaan kita lebih banyak menyumbang benturan identitas, sehingga sentimen keagamaan mengarah pada pemahaman sempit dan tindakan intoleransi, diskriminatif dan eksklusif. Tentu itu bertentangan dengan prinsip pada RUU kita ini.

Pendidikan keagamaan selanjutnya perlu memperhatikan aspek historis dan sosiologis dari masing-masing tradisi agama, bukan doktrinisasi. Sejarah dunia, dan di dalamnya adalah timbul dan dinamika masing-masing agama, masih sangat minim disinggung di dalam kurikulum pendidikan nasional.

Agama sering identik dengan penghafalan dogma, bukan pembelajaran dinamik agama dalam sejarah manusia. Agama adalah fenomena manusiawi yang secara kronologis bisa dilihat kapan muncul dan tenggelamnya, baik dalam jangka waktu tahun, abad, milenia, atau episode-episode lainnya. Kritik ini masih menjadi semacam tabu untuk dipelajari pada pendidikan kita. Kesempatan ini perlu kita tangkap dalam RUU.

Hal lain yang urgen dalam pendidikan keagamaan adalah pengetahuan antar agama, antar tradisi, dan antar mazhab. Para siswa kita dari pendidikan dasar sampai tinggi hanya mengenal satu agamanya saja, mazhab, kelompok, dan jamaahnya.

Pengetahuan tentang agama lain kelihatan sedikit sekali. Padahal Indonesia adalah negara yang multi-iman, disamping multi etnis, budaya, dan tradisi.

Kita berharap gagasan dalam RUU ini bisa mempersiapkan pendidikan nasional yang lebih maju lagi. Masukan dan saran dari para praktisi pendidikan akan membantu kita menjadi lebih terbuka: nondiskriminatif dan inklusif.

Populer

Seluruh Fraksi di DPR Kompak Serang Kejagung soal Tom Lembong

Rabu, 13 November 2024 | 18:01

Kapolri Mutasi 55 Pati dan Pamen, Ada 3 Kapolda Baru

Selasa, 12 November 2024 | 23:52

Berkinerja Buruk, Kadis Parekraf Layak Diganti

Rabu, 13 November 2024 | 00:20

"Geng Judol" di Komdigi Jadi Gunjingan sejak Bapak itu Jabat Menteri

Rabu, 06 November 2024 | 07:53

Dedi Prasetyo Dapat Bintang Tiga jadi Irwasum, Ahmad Dofiri Wakapolri

Selasa, 12 November 2024 | 22:50

Tak Terima Dikabarkan Meninggal, Joncik Laporkan Akun Facebook "Lintang Empat Lawang" ke Polisi

Kamis, 07 November 2024 | 06:07

Musa Rajekshah Dorong Pemetaan Potensi dan Keunggulan Desa

Kamis, 07 November 2024 | 21:43

UPDATE

Pria Gagal Nyaleg Sampai Nekat Bunuh Diri Depan MA Brasil

Jumat, 15 November 2024 | 14:03

Ijazah Pesantren Harus Diakui Negara Tanpa Syarat

Jumat, 15 November 2024 | 13:55

Rumah Tokoh Asal Riau Dilelang Bank Gara-gara Debiturnya Ngemplang Kedit

Jumat, 15 November 2024 | 13:54

Indonesia Dorong Pengoptimalan Pemanfaatan IK-CEPA untuk Tingkatkan Kinerja Perdagangan

Jumat, 15 November 2024 | 13:45

Pemprov DKI Pastikan Program Bansos Tak Berkaitan dengan Dukungan Pilkada

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dipimpin Puan, Rapat Persiapan Uji Kelayakan Capim KPK Tertutup

Jumat, 15 November 2024 | 13:36

Dialog Kebangsaan Hari Pahlawan: Jejak Sejarah Lagu Indonesia Raya dan Inspirasi Membangun Nasionalisme

Jumat, 15 November 2024 | 13:31

Regulasi IPS Biang Kerok Kemurkaan Peternak Sapi Perah

Jumat, 15 November 2024 | 13:19

Permintaan Baterai Naik, Komatsu Jepang Tingkatkan Investasi di AS

Jumat, 15 November 2024 | 13:01

Citra Kejaksaan Bisa Terpuruk Jika Tidak Koreksi Diri

Jumat, 15 November 2024 | 12:59

Selengkapnya