Berita

Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta, Bakhrul Amal/RMOL

Publika

Generasi Milenial dan Pemahaman Hukum

OLEH: BAKHRUL AMAL*
SABTU, 16 APRIL 2022 | 05:09 WIB

TANTANGAN milenial kedepan tidak hanya soal teknologi dengan segala gegap gempitanya. Lebih penting daripada itu, wabil khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah tantangan dalam memahami segala macam aspek hukum yang ada di Indonesia.

Suka tidak suka, mau tidak mau, kita telah sepakat untuk menjalankan negara ini dengan prinsip kedaulatan rakyat dan hukum. Artinya semua hal yang ada di negara maritim yang membentang luas ini diatur oleh UU.

Mengapa hal ini kemudian merasa perlu diangkat kepada khalayak, utamanya kepada Gen X, Gen Y, dan Gen Z? Sebab penulis merasa dalam beberapa hari terakhir begitu banyak perkara hukum yang mencuat ke publik dengan aktor kejahatan tur korbannya adalah milenial.

Sebut saja perkara penipuan dengan modus operandi "trading abal-abal", perkara penganiayaan, dan perkara pencurian dengan kekerasan (klitih atau istilah lain yang serupa).

Logika Hukum

Memahami hukum ini gampang-gampang sulit. Gampangnya karena semua akses terhadap UU mudah dijangkau serta diunduh kapanpun dan dimanapun. Sulitnya, seperti yang pernah diungkapkan oleh Prof. Soetandyo, adalah memahami teori, unsur-unsur beserta istilah hukum yang terkadang termuat dalam setiap UU.

Oleh sebab itu maka cara cepat menuju kepada pemahaman tersebut adalah dengan mulai mengenal logika hukum terlebih dahulu. Logika hukum ini, didalam tradisi legisme, adalah logika dengan segala premis mayor yang nantinya membentuk konklusi selalu disematkan kepada UU.

Contohnya adalah "Pasal A mengatur larangan terkait B", "C melakukan tindakan B", maka "C melakukan pelanggaran hukum yang dilarang di dalam Pasal A".

Jika kita kemudian mengkontekstualisasikan logika tersebut ke dalam perkara yang nyata maka yang muncul adalah "Pasal 303 bis Ayat (1) KUHP melarang perjudian", "X menawarkan sesuatu hal yang bersifat perjudian", maka "X akan dihukum sebab melanggar ketentuan Pasal 303 bis Ayat (1) KUHP".

Prinsip utama yang bisa dijadikan landasan dalam membentuk tertib hukum suatu masyarakat yang hidup di negara hukum adalah prinsip kehati-hatian.

Berlaku hati-hatilah pada setiap hal khususnya hal-hal yang tidak wajar seperti tawaran memperoleh kekayaan dengan mudah, doktrin atas keyakinan yang paling absolut, dan mental yang terlalu didorong oleh sesuatu yang bersifat materi.

Setiap kali memperoleh hal yang tidak wajar maka segeralah mencari tahu aspek hukum terkait hal itu. Tujuannya tentu agar terselamatkan dengan jeratan perkara hukum.

Tertib Administrasi

Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah tertib di dalam administrasi.

Hukum perdata yang mengatur urusan privat dikenal sebagai hukum yang didalam pembuktiannya mengedepankan aspek formil. Aspek formil yang dimaksud secara mudahnya adalah aspek-aspek terkait dokumen yang oleh hukum dianggap sah.

Contohnya adalah seperti akta yang dibuat dihadapan pejabat berwenang dan akta yang dibuat di bawah tangan yang memuat identitas jelas, isi perjanjian jelas, dan juga ditandatangi kedua belah pihak serta saksi.

Beberapa perkara yang lain yang sering dihadapi oleh milenial, selain perkara pidana yang telah disebutkan di muka, adalah perkara keperdataan yang sulit dibuktikan secara formil.

Semisal sebagai contohnya adalah perkara utang piutang secara verbal, perkara investasi hanya dengan modal percaya, dan perjanjian yang berdasarkan perasaan "tidak enak". Akibatnya, ketika persoalan kemudian timbul maka hak-hak yang hendak diperjuangkan menjadi sulit dimintai pertanggungjawabannya.

Oleh sebab itu, berdasarkan asumsi negara hukum, maka kalangan milenial harus mulai berpikir untuk memotivasi diri agar tertib di dalam administrasi. Bukan soal "tidak enak", bukan soal "ribet", tetapi soal upaya menghindari masalah ke depan dan soal kepatuhan terhadap hukum.

Dua yang disebutkan di atas memang terlalu receh untuk dikatakan mewakili bangunan megah perihal hukum. Hanya saja hal-hal tadi penting diutarakan dan diharapkan untuk dicermati betul agar menjadi pegangan dalam bersipak dan agar tidak timbul kerugian di kemudian hari.

*Penulis adalah Dosen UIN Raden Mas Said Surakarta

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya