Berita

Mendikbudristek, Nadiem Makarim/Net

Publika

Urgensi Frasa Madrasah dalam RUU Sisdiknas

OLEH: NENI NUR HAYATI*
MINGGU, 10 APRIL 2022 | 15:55 WIB

KABAR hilangnya frasa madrasah dalam Rancangan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang diusung Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi menuai polemik dan kontroversi di kalangan masyarakat.

RUU Sisdiknas ini dirancang sebagai formulasi masa depan pendidikan Indonesia, sebab UU Sisdiknas 20/2003 sudah terlalu lama dan perlu adanya kebaruan gagasan dan inovasi yang relevan dalam kondisi saat ini. Satu sisi, memang ini adalah program progresif dan konstruktif yang digagas oleh Kemendikbudristek.

Dalam Siaran Pers Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 167/sipers/A6/III/2022 sangat jelas bahwa Nadiem Makarim menyampaikan secara tugas dan lugas tidak ada niat dan keinginan ataupun rencana melakukan penghapusan frasa madrasah.

Sekolah madrasah atau bentuk satuan pendidikan lain dari Sistem Pendidikan Nasional tetap akan ada dalam RUU Sisdiknas. Sebab, dalam keterangan pers yang dilontarkan kepada publik, Kemendikbudristek mengaku tidak pernah terbesit dalam benak pikiran untuk melakukan penghapusan frasa madrasah.

Kemendikbudristek juga terus melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan Kementrian Agama untuk mengakselerasi pendidikan di Indonesia, termasuk rancangan RUU Sisdiknas. Oleh karenanya, Kemendikbudristek tidak mungkin gegabah dalam menghilangkan frasa madrasah.

Hal ini mestinya menjadi terang benderang dan menjadi rujukan kita semua. Komunikasi publik yang dilakukan oleh Kemendikbudristek sejatinya tidak dimaknai multitafsir. Karena sistem informasinya ekstrim dan tunggal. Penguatan ini juga disampaikan oleh Kementrian Agama bahwa nomenklatur madrasah dan pesantren masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas.

Tujuan dari Revisi UU Sisdiknas ini juga mulia yakni memperkuat sistem pendidikan di masa depan agar semakin lebih baik lagi. Bagaiamanapun sekolah maupun madrasah secara substansi akan tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas.

Dalam hal ini justru satuan pendidikan diberikan fleksibilitas agar penamaan bentuk satuan pendidikan baik untuk sekolah maupun madrasah tidak diikat oleh undang-undang (Makarim, 2022).

Penamaan secara spesifik seperti Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejurusan (SMK), dan Madrasah Aliyah (MA) tidak ada pengikatan undang-undang sehingga bisa lebih dinamis dan fleksibel. Semangat tersebut juga tidak terlepas dari mengedepankan gotong royong dan inklusifitas dalam pendidikan.  

Akan tetapi, frasa fleksibel ini juga perlu diklarifikasi. Publik menafsirkan fleksibel yang dimaksud itu tetap menjadi persoalan. Frasa madrasah seolah tidak relevan lagi dan menjadi perhatian khusus oleh pemerintah.

Filosofi dan sejarah telah mencatat bahwa madrasah menjadi hal yang sangat krusial sebagai sistem pendidikan. Bahkan sejak pra kemerdekaan sistem pendidikan yang banyak muncul itu justru dari pesantren-pesantren yang mengajarkan pendidikan agama.

Sistem pendidikan yang terbelah antara pendidkan umum dan pendidikan agama, mengharuskan para tokoh bangsa saat itu menyatukan antara pendidikan umum dengan pendidikan agama dengan didirikannya madrasah, sehingga keduanya menjadi satu tarikan nafas.

Orientasi didirikan madrasah adalah untuk menjadikan peserta didik yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi dibentengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang kuat.

Akhiri Polemik

Polemik frasa madsrasah ini harus segera diakhiri dengan mengakomodir frasa madrasah tersebut untuk tetap dicantumkan dalam RUU Sisdiknas. Mumpung ini masih dalam tahap perencanaan, maka seluruh aspirasi, masukan dan saran yang disampaikan oleh masyarakat sipil sebelum dilakukannya uji publik perlu didengar.

Penulis menyakini bahwa Kemendikbudristek sangat akomodatif terhadap aspirasi dan masukan yang sangat berharga dari semua pemangku kepentingan.
 
Dalam hal ini, Kemendikbudristek juga sangat apresiatif atas gagasan dan masukan dari para pemangku kepentingan. Hal ini berarti terjadi proses deliberasi publik yang sangat baik untuk peningkatan kualitas pendidikan di masa yang akan datang.

Semua pihak memiliki tingkat kepedulian (awareness) yang tinggi agar naskah akademik dan RUU Sisdiknas benar-benar hadir untuk kepentingan publik secara luas. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 2 mengamanatkan pemerintah untuk menyelenggarakan satuan pendidikan. Madrasah menjadi satu kesatuan pendidikan formal yang melayani rakyat untuk memberikan pendidikan.

Penulis sangat meyakini bahwa tidak ada sedikitpun niat dari Kemendikbudristek sebagai penggagas dan inisiator RUU Sisdiknas melupakan atau mengesampingkan nilai-nilai agama yang sudah sangat melekat dalam kehidupan bangsa ini. Ini hanya pada persoalan belum dilakukannya duduk bersama sehingga publik memiliki tafsir yang beragam.

Pentingnya Keterlibatan Publik


Semua pihak tentu memiliki harapan bahwa RUU Sisdiknas ini menjadi menguatkan ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat founding fathers. Untuk tahapan berikutnya seperti penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan, Kemendikbudristek telah berkomitmen akan memperluas keterlibatan publik dalam pembentukan RUU Sisdiknas.

Ini menjadi angin segar dan kabar baik, dimana masukan berharga publik menjadi hal yang diprioritaskan. Artinya, setiap langkah yang diambil oleh Kemendikbudristek harus dapat terinformasi dengan baik kepada masyarakat dan berhak untuk mengajukan komentar baik itu yang sifatnya lisan ataupun tulisan.

Keterbukaan ini perlu diapresiasi setinggi-tingginya karena telah memberikan ruang kepada masyarakat seluas-luasnya dan selebar-lebarnya untuk berpartisipasi aktif dalam rancangan pembentukan RUU Sisdiknas.

Kemendikbudristek tidak anti kritik apalagi alergi atas saran dari publik. Ini menjadi langkah progresif yang dilakukan Kemendikbudristek untuk terus memperkuat dan melestarikan nalar yang sehat kepada publik.

*Penulis adalah Pengamat Pendidikan

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya