Berita

Presiden Kedua Republik Indonesia, Soeharto/Net

Publika

Jejak Pak Harto dalam Dua Film Tentang Peristiwa 1 Maret 1949

SABTU, 12 MARET 2022 | 11:06 WIB | OLEH: ILHAM BINTANG

TIDAK sulit menemukan jejak rekam Soeharto di dalam peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Nonton saja film "Enam Djam di Yogya", produksi Perfini tahun 1951, karya sineas legendaris Indonesia, Usmar Ismail.
 
Film kedua, "Janur Kuning" produksi tahun 1979, karya sutradra kawakan Alam Rengga Surawidjaya. Kebetulan "Janur Kuning" akan ditayangkan Minggu (13/3) malam ini di TVOne. Film itu dibintangi Kaharuddin Syah, Dicky Zulkarnaen, dan Sutopo HS.

Penayangan film berlatar sejarah tersebut menarik perhatian di tengah gencarnya polemik antara politisi Gerindra Fadli Zon dengan Menko Polhukam Mahfud MD mengenai peran Soeharto dalam peristiwa itu.

Polemik dipicu Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 tahun 2022 yang menetapkan Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara.

Namun, dalam Keppres, nama Pak Harto hilang. Yang tercantum hanya empat tokoh: Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Jenderal Sudirman, Soekarno, dan Mohammad Hatta.

Menurut Mahfud itulah nama tokoh-tokoh yang dianggap memiliki peran penting dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Padahal, dalam buku-buku sejarah dan juga setidaknya dalam dua film produksi nasional, Soeharto yang memimpin serangan itu.  

Polemik Fadli Zon dengan Mahfud MD dimulai di media sosial "Twitter" dan sekarang meluas melibatkan banyak ahli sejarah.

Fadli Zon, Doktor Sejarah jebolan Universitas Indonesia kebetulan pernah pula membuat penelitian tentang Serangan Umum 1 Maret. Dia menganggap Keppres 2/2022 menggelapkan sejarah. Mahfud MD mengatakan, nama Soeharto tetap tercantum dalam naskah akademik Keppres, bahkan ditulis sebanyak 48 kali.

"Keliru Pak Mahfud. Dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, Soekarno dan Hatta masih dalam tawanan di Menumbing. Pemerintahan dipimpin PDRI (Pemerintah Darurat RI) di bawah Sjafroeddin Prawiranegara. Tak ada gagasan dari Soekarno dan Hatta dalam peristiwa itu. Jangan belokkan sejarah!" kata Fadli.

Jas Merah TVOne

Direktur Programming TVOne, Reva Deddy Utama, mengatakan penayangan film sejarah di medianya memang selalu dikaitkan dengan peringatan momentum hari bersejarah. Seperti film "G30S PKI" yang ditayangkan setiap akhir bulan September.

Demikian juga film "Janur Kuning" karena berkaitan dengan hari bersejarah yang terjadi di bulan Maret. Kalau ada polemik mengenai itu, pihaknya menganggap itu menjadi newspeg untuk promosikan penayangan filmnya.

"Tiga tahun belakangan ini, TVOne memang setiap dua pekan sekali menayangkan film perjuangan, dengan banner "Jas Merah" (Jangan Melupakan Sejarah)," sambung Reva, Jumat (11/3) malam.

Pakar telematika Roy Suryo juga menyoal penghilangan nama Pak Harto dalam sejarah serangan umum 1 Maret 1949. Mantan Menteri Pemuda & Olahraga itu yang pertama kali mengingatkan di akun Twitternya minggu lalu mengenai peran Soeharto yang tidak hanya muncul dalam film yang diproduksi di masa Orde Baru.

"Taruhlah dalam film 'Janur Kuning' peran Pak Harto dilebih-lebihkan karena dibuat di masa beliau berkuasa. Tapi menghilangkan sama sekali peran beliau, jelas itu penggelapan sejarah. Karena peran Pak Harto nyata. Nonton Film Enam Djam di Yogya yang dibuat tahun 1951. Waktu itu Pak Harto belum punya posisi penting. Film itu jelas menyebut perannya. Malah, hanya Pak Harto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang disebut," papar Roy Suryo Jumat (11/3) malam ketika saya hubungi.

Tak lupa dia mengirimkan link film tersebut di YouTube. "Mas lihat di menit ke-30," sambungnya.

Tersimpan Utuh di Sinematek

Kepala Sinematek Indonesia, Akhlis Suryapati yang dihubungi Jumat, menyatakan copy film "Enam Djam di Yogya" masih tersimpan rapi di lembaganya. Dia pun mengirimi saya rekaman bagian yang menyebut nama Pak Harto dalam dua versi film hitam putih dan versi berwarna.

Dalam film "Enam Djam di Yogya" jelas nama Soeharto dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX masng-masing disebut dua kali. Rinciannya berikut.

Pada menit ke 30.20. "Pak Harto sudah mengerti, segala sesuatu yang sudah saudara-saudara ajukan itu," kata pemeran dalam film kepada kawan-kawannya.

Berikutnya pada menit ke 58.01. "Saya baru saja kembali dari rapat WK-102, untuk menerima perintah dari Kolonel Letnan Soeharto, guna mengadakan serangan umum terhadap Jogja”.

Adapun Sri Sultan Hamengkubuwono disebut pada menit ke 36.31: "Yang saya maksud di sini ialah, bahwa Sri Sultan sekalipun menyatakan persetujuan, malah menganjur-nganjurkan”. Pada menit ke 36.39: "Kalau Sri Sultan setuju, ya kita juga setuju."

Sampai film habis, nama Soekarno dan Hatta malah tidak disebut. Film "Enam Djam di Yogya" adalah film pertama yang dengan sadar melukiskan Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai peristiwa nyata yang terkenal dalam sejarah revolusi Indonesia.

Meski disajikan secara fiksi, tetapi fakta nyata menjadi acuannya. Kisah disuguhkan Usmar Ismail lebih dari sisi rakyat atau tentara yang berpangkat rendah. Tekanan Belanda membuat rakyat menderita dan berbagai sikap. Ada yang mendukung perjuangan tentara, ada yang menggerutu.

Tentara yang memeras rakyat pun sekilas dilukiskan. Kesulitannya adalah menyatupadukan sikap, gerakan dan menegakkan disiplin semua anggota gerakan. Ada juga terselip kisah cinta.

Tidak ada tokoh yang menonjol dalam kisah, karena begitu banyak pihak yang diceritakan sedikit-sedikit. Yang jadi tujuan memang pelukisan peristiwa itu secara global.

Film "Enam Djam di Yogya" dibintangi antara lain oleh Del Juzar, R. Sutjipto, dan Aedy Moward. Itu adalah film kedua yang diproduksi oleh Perfini. Film itu mendulang kesuksesan besar di Indonesia. Film pertama produksi Perfini adalah "Darah & Doa" (Long March Siliwangi) yang juga disutradarai Usmar Ismail, produksi tahun 1950.

Semoga saja para ahli sejarah kita tergerak untuk meluruskan, bukan hanya yang terkait dengan peristiwa Serangan Umum 1 Maret di Yogya. Melainkan seluruh sejarah perjalanan bangsa Indonesia.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal dan menghormati sejarahnya. Itu kata Bung Karno, Proklamator dan Presiden pertama RI.

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Sekda Jabar akan Tindak Pelaku Pungli di Masjid Raya Al Jabbar

Rabu, 17 April 2024 | 03:41

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

Bey Machmudin: Prioritas Penjabat Adalah Kepentingan Rakyat

Sabtu, 20 April 2024 | 19:53

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

UPDATE

Tidak Balas Dendam, Maroko Sambut Hangat Tim USM Alger di Oujda

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Move On Pilpres, PDIP Siap Hadapi Pilkada 2024

Sabtu, 27 April 2024 | 21:50

Absen di Acara Halal Bihalal PKS, Pengamat: Sinyal Prabowo Menolak

Sabtu, 27 April 2024 | 21:20

22 Pesawat Tempur dan Drone China Kepung Taiwan Selama Tiga Jam

Sabtu, 27 April 2024 | 21:14

Rusia Kembali Hantam Fasilitas Energi Ukraina

Sabtu, 27 April 2024 | 21:08

TETO Kecam China Usai Ubah Perubahan Rute Penerbangan Sepihak

Sabtu, 27 April 2024 | 20:24

EV Journey Experience Jakarta-Mandalika Melaju Tanpa Hambatan

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Hubungan PKS dan Prabowo-Gibran, Ini Kata Surya Paloh

Sabtu, 27 April 2024 | 20:18

Gebyar Budaya Bolone Mase Tegal Raya, Wujud Syukur Kemenangan Prabowo-Gibran

Sabtu, 27 April 2024 | 19:28

Menuju Pilkada 2024, Sekjen PDIP Minta Kader Waspadai Pengkhianat

Sabtu, 27 April 2024 | 19:11

Selengkapnya