Berita

Ketua Umum Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho/Ist

Politik

Gerakan HMS: Keppres 2/2022 Keputusan Politik yang Dilandasi Kebencian Rezim ke Pak Harto

MINGGU, 06 MARET 2022 | 01:53 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Menghilangkan peran mendiang Presiden Soeharto dalam catatan sejarah Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 adalah satu keputusan yang tidak masuk akal.

Begitu ditegaskan Ketua Umum Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) Center, Hardjuno Wiwoho, merespons Keputusan Presiden (Keppres) 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara yang tidak mencantumkan nama Soeharto sebagai tokoh yang berperan dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Saya kira, ini sebuah keputusan politik yang sulit diterima akal sehat. Agak aneh saja bagi saya," ujar Hardjuno kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/3).

Justru, lanjut Hardjuno, peranan Soeharto dalam peristiwa 1 Maret 1949 sangat besar. Karena itu, menghilangkan peran Soeharto sama dengan upaya memanipulasi sejarah bangsa Indonesia.

"Menghilangkan peran Pak Harto dalam peristiwa 1 Maret 1949 sangat tendensius. Ini (Keppres 2/2022) keputusan politik yang dilandasi kebencian dari rezim yang berkuasa saat ini kepada Pak Harto," tegas Hardjuno.

Dia membeberkan, berdasarkan instruksi rahasia tanggal 18-2-1949 yang dikeluarkan oleh Gubernur Militer III/Panglima Divisi III, Kolonel Bambang Sugeng, jelas tercatat peran Letnan Kolonel Soeharto.

Dalam Instruksi Rahasia, Letkol Soeharto diminta untuk mengadakan gerakan serangan besar-besaran ke Yogyakarta, yang saat itu berstatus sebagai ibukota negara. Serangan ini, dilakukan antara 25-2-1949 sampai 1-3-1949 dengan mempergunakan bantuan pasukan dari Brigade IX.

"Saat itu, Letkol Soeharto bertugas selaku Komandan Brigade 10 Wehrkreise III dianggap sebagai 'arsitek' dalam serangan tersebut didukung oleh Sultan Hamengku Buwono IX selaku penguasa sipil Yogyakarta," kata Hardjuno.

"Jadi, sangat jelas dalam instruksi rahasia itu tentang peran Pak Harto untuk mengadakan serangan besar-besar," imbuhnya.

Hardjuno menduga, ada upaya dari pemerintah saat ini untuk menghapus Soeharto dalam catatan sejarah. Bahkan, tidak hanya Soeharto sebagai pribadi, tetapi juga dengan keluarga besarnya.

"Tengok saja saat ini. Semua yang berbau Pak Harto maupun trahnya diobok-obok. Ini saya kira sikap politik yang kerdil," tandasnya.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Telkom Buka Suara Soal Tagihan ‘Telepon Tidur’ Rp9 Triliun Pertahun

Kamis, 25 April 2024 | 21:18

UPDATE

Misi Dagang ke Maroko Catatkan Transaksi Potensial Rp276 Miliar

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:51

Zita Anjani Bagi-bagi #KopiuntukPalestina di CFD Jakarta

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:41

Bapanas: Perlu Mental Berdikari agar Produk Dalam Negeri Dapat Ditingkatkan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:33

Sadiq Khan dari Partai Buruh Terpilih Kembali Jadi Walikota London

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:22

Studi Privat Dua Hari di Taipei, Perdalam Teknologi Kecantikan Terbaru

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:14

Kekuasaan Terlalu Besar Cenderung Disalahgunakan

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:09

Demi Demokrasi Sehat, PKS Jangan Gabung Prabowo-Gibran

Minggu, 05 Mei 2024 | 09:04

Demonstran Pro-Palestina Lakukan Protes di Acara Wisuda Universitas Michigan

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:57

Presidential Club Patut Diapresiasi

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:37

PKS Tertarik Bedah Ide Prabowo Bentuk Klub Presiden

Minggu, 05 Mei 2024 | 08:11

Selengkapnya