Ekonom senior DR. Rizal Ramli saat ziarah ke makam Kiai Haji Abbas bin Kiai Haji Abdul Jamil Buntet di Kompleks Makbaroh Gajah Ngambung Pesantren Buntet, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon pada Minggu (27/2)/Yasin
Amanah Jasmerah (jangan sekali-kali meninggalkan sejarah) dari Presiden pertama RI Soekarno ternyata selalu diamalkan oleh tokoh nasional DR. Rizal Ramli.
Hal tersebut dibuktikan saat dirinya memilih berziarah di akhir pekan. Menko Perekomian era Presiden Gus Dur itu berziarah ke makam Kiai Haji Abbas bin Kiai Haji Abdul Jamil Buntet di Kompleks Makbaroh Gajah Ngambung Pesantren Buntet, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon pada Minggu (27/2).
Jarak tempuh dari kediamannya di Jakarta Selatan ke lokasi memakan waktu kurang lebih 3 jam. Dengan catatan, arus lalu lintas dalam keadaan lancar.
“Bung Karno mengingatkan kita supaya jangan meninggalkan sejarah. Republik ini bisa berdiri dan ada hingga saat ini karena perjuangan para pendahulu kita yang begitu gigih melawan penjajah. Nah, salah satunya adalah Kiai Abbas,†ujar Rizal Ramli di sela kunjungan tersebut.
Bagi Rizal Ramli, Kiai Abbas bukan sekadar ulama besar. Kiai Abbas pernah ditunjuk KH. Hasyim Asy'ari dan ulama-ulama lainnya di Rembang menjadi Komando Resolusi Jihad dalam pertempuran melawan tentara sekutu pada 10 November 1945 di Surabaya.
“Itulah yang menginspirasi saya untuk semangat dalam berjuang,†ujar Rizal Ramli yang juga mantan Tim Panel Ekonomi PBB itu.
“Sayangnya, elite politik dan penguasa sekarang ini seolah sudah lupa dengan perjuangan para pejuang-pejuang terdahulu yang rela mempertaruhkan nyawa demi tanah air,†lanjutnya.
Menurut Rizal Ramli, faktanya banyak kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat. Dia mencontohkan pemindahan ibukota negara (IKN). Fakta sejarah menyebut bahwa Fatahillah atau yang kita kenal Sunan Gunung Jati pernah mengalahkan serta mengusir Portugis dari Sunda Kalapa. Kemudian, Bung Karno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945 itu di Jakarta.
“Kalau tetap keukeuh memindahkan IKN sama saja mencabut akar sejarah dong. Itu baru bicara soal IKN dan sejarah Indonesia. Belum lagi kita bicara dalam konteks kebijakan pemerintah yang lainnya,†sambung mantan Menteri Kemaritiman itu.
Masalah lainnya adalah kelangkaan dan mahalnya harga komoditas, seperti minyak goreng, kedelai, daging, dan sebagainya. Ini semua sebenarnya adalah ujian bagi pemerintah untuk bisa berpihak pada rakyat.
Sebab aneh jika Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki perkebunan sawit terluas, tapi minyak goreng menjadi langka dan mahal. Hal tersebut hanya bisa terjadi jika pemerintah lebih pro pada pengusaha sawit dan tidak berpihak pada rakyat.
“Belakangan masyarakat juga sempat dibuat gelisah dengan kelangkaan kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe. Lalu, masalah harga daging yang mahal. Kalau urusan pangan rakyat saja sulit diatasi, bagaimana pemerintah berjuang bagi rakyat dalam urusan yang besar?†tanya Rizal Ramli.
Pandemi, kata Rizal Ramli, seharusnya memberi pelajaran pada pemerintah untuk bisa fokus menggenjot sektor pertanian demi pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Jika saat pandemi pemerintah membuat solusi dengan memberikan subsidi pupuk dan bibit bagi para petani, maka masalah pemenuhan rakyat bisa teratasi.
“Bila saran kita dilakukan dengan serius, maka tak ada lagi masalah kelangkaan dan mahalnya harga komoditas. Keberpihakan penguasa sebagaimana para pejuang kita terdahulu membela rakyat dan tanah air juga tetap terjaga,†tandas Rizal Ramli.