Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Kedutaan Ukraina di Jakarta Kecam Provokasi Rusia dan Beberkan Kronologi Manuver Moskow

SENIN, 21 FEBRUARI 2022 | 12:38 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Tuduhan yang berkembang belakangan ini bahwa pemerintah Ukraina bermaksud untuk meluncurkan operasi ofensif di wilayah Donetsk dan Luhansk, mendapat tanggapan tegas dari Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta.

Melalui rilis yang dikirimkan kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (21/2), Kedutaan menyerukan penolakan atas upaya Rusia untuk memperburuk situasi keamanan yang sudah tegang lewat berita-berita yang tidak berdasar.

"Sehubungan dengan adanya tuduhan dari pihak Rusia bahwa Ukraina diduga mempersiapkan serangan bersenjata di Donbas, Ukraina menyatakan sebagai berikut; bahwa warga negara Ukraina berada di kedua sisi saluran kontak. Sehingga perdamaian, keamanan, dan kesejahteraan mereka adalah prioritas mutlak bagi Ukraina," isi rilis Kedutaan.


Ukraina juga tidak melakukan atau merencanakan tindakan sabotase di Donbas, dan berkomitmen kuat untuk penyelesaian politik-diplomatik bersama, emaksimalkan upaya untuk mengurangi ketegangan dan menjaga situasi tetap sejalan dengan dialog diplomatik.

"Sebaliknya, kami mengamati Federasi Rusia membuka kampanyenya untuk menyebarkan disinformasi besar-besaran dan meningkatkan situasi keamanan," katanya.

Kedutaan kemudian memaparkan beberapa bukti-bukti, antara lain, Rusia menolak untuk memberikan informasi yang diminta oleh Ukraina dan negara-negara mitra tentang kegiatan militernya di dekat perbatasan negara Ukraina berdasarkan ketentuan Dokumen Wina, mengabaikan pertemuan OSCE pada tanggal 15 dan 18 Februari.

Kemudian, pada 16 Februari, Komite Investigasi Federasi Rusia mengedarkan pernyataan tidak benar yang menuduh bahwa militer Ukraina menggunakan metode dan sarana perang yang dilarang dan melakukan tindakan kriminal terhadap penduduk sipil di Donbas.

Lalu pada 17-18 Februari, formasi militer ilegal Rusia menembaki kota Stanytsia Luhanska dan Maryinka di Ukraina serta komunitas di sepanjang jalur kontak dengan persenjataan yang dilarang berdasarkan Perjanjian Minsk, merusak infrastruktur sipil dan menyebabkan cedera pada warga sipil dan militer Ukraina.

"Pada tanggal 17 Februari, formasi militer ilegal Rusia melakukan 60 pelanggaran gencatan senjata, menggunakan persenjataan yang dilarang berdasarkan Perjanjian Minsk di sebagian besar kasus. Kemudian di hari yang sama, delegasi Rusia menggunakan premis Dewan Keamanan PBB untuk menyebarkan sindiran dan tuduhan tidak berdasar terhadap Ukraina, mendiskreditkan upaya damai Ukraina.

Rusia juga menyebarkan berita palsu yang menuduh bahwa kelompok Ukraina telah melakukan tindakan sabotase di sebuah pabrik kimia di wilayah Donetsk. Rusia lalu menolak untuk mengadakan konsultasi luar biasa dari subkelompok keamanan Grup Kontak Trilateral yang diadakan oleh delegasi Ukraina untuk membahas penembakan kota-kota Ukraina dari wilayah yang diduduki sementara.

"Pada 18 Februari, pihak Rusia sekali lagi menuduh Ukraina merencanakan operasi ofensif di Donbas. Penduduk daerah yang diduduki sementara didesak untuk mengungsi ke wilayah Rusia. Kami sangat prihatin dengan laporan pemindahan massal anak-anak dari wilayah pendudukan ke Rusia," kata Kedutaan.

Rusia membuat langkah-langkah ini untuk meningkatkan tekanan psikologis pada pemerintah Ukraina dan penduduk wilayah yang diduduki sementara, dan untuk membentuk latar belakang informasi untuk menyembunyikan eskalasi situasi keamanan.

"Kami menyerukan kepada masyarakat internasional, negara-negara asing dan organisasi internasional, untuk segera mengutuk provokasi yang dilakukan oleh Federasi Rusia dan administrasi pendudukannya di Donbas yang merusak proses penyelesaian politik-diplomatik.

Sudah saatnya tindakan tegas untuk mencegah gelombang agresi baru terhadap Ukraina yang akan memiliki konsekuensi destruktif tidak hanya bagi keamanan warga negara Ukraina tetapi juga keamanan semua warga negara Eropa, tegas Kedutaan.

Kedutaan pun mendesak negara-negara mitra untuk memberlakukan sanksi  terhadap Rusia untuk memaksanya menghentikan realisasi rencana agresifnya.

"Tidak adanya reaksi yang tepat atau sikap netral hanya akan meningkatkan eskalasi lebih lanjut," tutup Kedutaan.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya