Berita

Kerumunan di Mall Festival Citylink/Repro

Publika

Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Oleh: Fadlullah Rusyad
JUMAT, 04 FEBRUARI 2022 | 13:04 WIB

ISTILAH ini mungkin sudah lumrah bahkan sudah menjadi rahasia umum. Bahwa, hukum di kita timpang sebelah atau dalam arti lain “tumpul ke atas tajam ke bawah“. Maksud dari istilah ini adalah salah satu kenyataan bahwa keadilan di kita ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah dari pada kelas atas.

Coba bandingkan dengan kejadian kegiatan atraksi barongsai di Mal Festival Citylink Kota Bandung yang sempat viral beberapa hari ini. Pengelola sudah sangat jelas dan meyakinkan melanggar protokol kesehatan yaitu terjadinya kerumunan yang luar biasa di dalam gedung dengan ventilasi yang tidak memenuhi syarat.

Atas pelanggaran tersebut, pengelola hanya diberikan teguran oleh Pemkot Bandung untuk tidak melakukan kegiatan seperti itu lagi selama PPKM, denda Ro 500 ribu dan penutupan Mal selama 3 hari.


Sementara pada tahun lalu, terjadi juga pelanggaran yang dilakukan oleh seorang tukang bubur di Tasikmalaya, di mana yang bersangkutan terbukti melanggar PPKM dikarenakan berjualan pada malam hari dan melayani hanya 4 orang pembeli makan di tempat. Tapo tukang bubur itu divonis dengan denda Rp 5 juta atau sanksi kurungan 5 hari penjara.

Miris sekali melihat ketimpangan tersebut. Praktik penegakkan hukum yang berlangsung, meskipun secara formal telah mendapat legitimasi hukum (yuridis-formalistik), namun legitimasi moral dan sosial sangat lemah.

Ada diskriminasi perlakuan hukum antara mereka yang memiliki uang dan yang tak memiliki uang, antara mereka yang berkuasa dan yang tak punya kekuasaan. Keadilan bagi semua hanyalah kamuflase saja.

Meminjam istilah Dokter Berlian Idris, "Kezaliman sosial bagi seluruh rakyat biasa".

Tidak bisa dipungkiri, karena realita hukum terasa justru dibuat untuk menghancurkan masyarakat miskin dan menyanjung kaum elite. Penegak hukum lebih banyak mengabaikan realitas yang terjadi di masyarakat ketika menegakkan undang-undang atau peraturan.

Akibatnya, penegak “hukum” hanya menjadi corong dari aturan.

Penulis adalah Ketua DPC PBB Kota Bandung

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya