Berita

Mochamad Eksan/RMOL

Publika

Ujaran Rasial dan Indonesia Terkoyak

Oleh: Moch Eksan*
JUMAT, 28 JANUARI 2022 | 23:49 WIB

BEBERAPA bulan terakhir, Republik Indonesia diwarnai oleh kegaduhan rasialisme. Ini dipicu oleh pernyataan segelintir elite bangsa yang menyentil perasaan suku tertentu. Mereka merasa direndahkan dan dihina. Padahal, menjadi suku tertentu bukan pilihan opsional akan tetapi bawaan lahir yang altruistik harus diterima.

Pernyataan KSAD Jenderal Dudung Abdurrachman yang menyinggung orang Arab. Pernyataan Anggota DPR RI PDIP Arteria Dahlan yang melukai orang Sunda. Dan, pernyataan bekas Caleg PKS Edi Mulyadi yang mendiskreditkan orang Kalimantan. Semua pernyataan tersebut sangat tendensius untuk "merendahkan" salah satu suku bangsa Indonesia.

Presiden Jokowi dalam banyak kesempatan menyebutkan bahwa berdasarkan Data BPS 2010, di Indonesia terdapat 1.340 suku bangsa. Mereka telah menghuni bumi Nusantara secara turun-temurun. Mereka sudah bersepakat bertanah-air satu, berbangsa satu dan berbahasa satu: Indonesia.


Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, meletakkan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Kesamaan ini membuat kesetaraan suku, agama, ras dan adat istiadat dalam memperoleh hak dan melaksanakan kewajiban sebagai sesama warga negara.

Dalam konteks kebhinekaan dan peraturan perundang-undangan, tak ada satupun suku bangsa yang lebih tinggi dan lebih rendah dalam bingkai Keindonesiaan. Semua punya peluang dan kesempatan yang sama dalam pembangunan.

Namun demikian, prinsip dasar ini acapkali terkoyak oleh oknum penyelenggara negara yang memiliki pandangan, sikap dan tindakan yang rasialis.

Sejarah telah membuktikan bahwa rasialisme menjadi mesin pembunuh kemanusiaan. Fasis Adolf Hitler telah menyulut perang dunia yang  menyebabkan 76 juta jiwa tewas. Politik aparthaid Afrika Selatan yang memisahkan secara hukum warna kulit yang memicu pemberontakan massal. Kekerasan rasial di Amerika Serikat yang seringkali menimbulkan pemberontakan rakyat. Konflik suku di Sambas yang menewaskan 1.189 orang, membakar 3.833 rumah, dan 29.823  mengungsi.

Berbagai data di atas, semestinya lebih dari cukup untuk mengingatkan para elite bangsa untuk tak bermain-main dengan rasialisme. Sebab, rasialisme ini sangat sensitif. Apalagi, bangsa ini sangat plural yang memerlukan sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

Tanpa orang Arab, Sunda dan Kalimantan, Indonesia tak bakal ada. Mereka ikut memiliki saham bagi tegak dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesi (NKRI). Salah satu portofolio dapat dibaca dari:

Pertama, di antara anak keturunan Arab yang diakui oleh negara berjasa besar bagi perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka itu, antara lain: Tengku Imam Bonjol, Raden Sholeh, Abdurrahman Baswedan dan lain sebagainya. Mereka termasuk di antara 195 pahlawan nasional yang berjasa dalam perang fisik melawan penjajah.

Kedua, suku Sunda memiliki bahasa dan budaya sendiri. Mereka tinggal di Pulau Jawa Bagian Barat. Mayoritas tinggal di Provinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Mereka kurang lebih berjumlah 45 juta orang. Suku ini memiliki civic culture yang lama semenjak Kerajaan Salakanegara, Tarumanegara, Galuh dan Kerajaan Sunda itu sendiri. Kerajaan di Tepi Sungai Citarum ini merupakan otoritas pemerintah pertama di Indonesia yang berdiri pada 358 Masehi.

Ketiga, Kalimantan atau biasa juga disebut dengan Pulau Borneo merupakan pulau terbesar ketiga di dunia. Di pulau ini berdiri Kerajaan Kutai Kartanegara pada 400 M. Sebuah kerajaan di Tepi Sungai Mahakam yang menjadi jalurnya transportasi orang dan perdagangan dunia. Transaksi perdagangan emas hitam di Mahakam menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), sejak 2006-2016, mencapai 27,062 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 365,2 triliun.

Dari berbagai uraian di atas, tampak orang Arab, Sunda dan Kalimantan memiliki sumbangsih yang nyata bagi keberlangsungan dan kelanjutan NKRI. Bahkan sumbangsih tersebut sangat besar bagi perkembangan dan kemajuan Indonesia sedari dulu sampai sekarang.

Seorang yang menafikan peran serta tiga suku bangsa tersebut, sungguh sangat kontraproduktif bagi ikhtiar seluruh anak bangsa dalam bahu-membahu merawat keindonesiaan.

Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia ini, dikecilkan oleh narasi rasialis. Mereka anak bangsa yang tak tahu sejarah dan tak mau tahu terhadap perjalanan budaya bernegara di Indonesia yang telah berlangsung 17 abad.

Akhirnya sebagai penutup tulisan ini, saya kutipkan pernyataan Gus Dur, sang Bapak Pluralisme Indonesia, "Memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya. Merendahkan dan menistakan manusia berarti memperhitungkan dan menistakan penciptanya".

*Penulis adalah Pendiri Eksan Institute

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya