Berita

Pegiat sosial dan aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari, Yusuf Blegur/Net

Publika

Di Bawah Bendera Oligarki (DBO)

Oleh: Yusuf Blegur*
SELASA, 25 JANUARI 2022 | 15:44 WIB

DI Bawah Bendera Oligarki, sepintas sangat jauh berbeda dengan “Di Bawah Bendera Revolusi” yang menjadi buah pikir Soekarno. Buku yang terkesan dianggap "kitab suci" banyak kalangan Marhaenis dan kiri itu, lebih tekun mengupas pergulatan ideologi, suasana revolusi dan kebangkitan nasionalisme.

Sementara kalau bicara oligarki, bisa dipastikan identik dengan neo kolonialisme dan neo imperialisme yang menguasai “objective gigeven” sekaligus yang ditentang Putra Sang Fajar dan The Founding Fathers lainnya.

Namun sesungguhnya, secara esensi keadaan negara “Di Bawah Bendera Oligarki” saat ini, memiliki situasi seperti bangsa Indonesia yang masih dalam penjajahan fisik.


Ia hanya berbeda judul, berbeda kemasan dan berbeda jaman. Sementara isinya, suasana kebatinan, kondisi obyektif dan subyektif yang dialami rakyat, persis memiliki kesamaan.

Buku Di Bawah Bendera Revolusi yang menuangkan saripati nilai-nilai sosio nasionalisme, sosio demokrasi dan Ketuhanan. Lebih banyak menggambarkan tentang bagaimana kapitalisme yang merupakan hawa nafsu dari sebuah sistem yang jahat.

Penguasaan sumber daya alam, adanya perbudakan, upaya  menciptakan kebodohan dan kemiskinan rakyat dalam suatu negara, telah menjadi realitas dari apa yang disebut Soekarno sebagai “exploitation de l'long par long, ekspoitation de l'homme par homme”.

Termasuk nasionalisme sebagai perkakasnya Tuhan, juga lunglai ketika liberalisasi dan sekulerisasi beringas merasukinya.

Revolusi atau Tenggelam Selamanya

Begitu kuatnya cengkeraman oligarki mengengam Indonesia. Nyaris tak ada sektor-sektor kehidupan rakyat yang tidak bisa lepas dari pengaruhnya, dari dominasi dan hegemoni oligarki.

Apa yang disebut sebagai masa kegelapan bangsa saat berada dalam jaman kolonialime, kini seperti hadir kembali di era modern. Kehidupan sosial ekonomi, sosial politik, sosial hukum, sosial budaya dan sosial kemanan hancur luluh berantakan.

Kesengsaraan hidup dan penderitaan rakyat menjadi manifestasi dari kegagalan membangun kedaulatan dalam bidang politik, kemandirian dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Gejala agama sebagai candu masyarakat juga mulai digalakkan kaum atheis.

Kekayaan alam dirampok oleh asing maupun aseng, jurang si miskin dan kaya semakin curam, serta terlalu banyak penghianat yang menjual negara dan memecah belah bangsa. Rakyat pribumi bumiputera atau marhaen menjadi budak di negeri sendiri.

UUD 1945, Pancasila dan NKRI dalam proses "take down". Berada pada bibir kemelut konflik sosial krusial dan terpapar virus disintegrasi bangsa yang akut. Kebhinnekaan dan kemajemukan yang tersusun dalam rangkaian kedamaian, menjadi artifisial dan rentan menjadi huru-hara tak terkira.

Semua yang terkesan indah dan yang baik dalam permukaan keindonesiaan, sejatinya adalah semu dan penuh kepalsuan. Keharmonisan dan keselarasan cenderung berdurasi singkat.

Kebanyakan komponen bangsa dijangkiti pandemi hipokrit dan mental inlander. TNI, Polri, Ulama, Intelektual, mahasiswa, buruh, nelayan dan petani, serta semua pemilik sah negeri ini. Nyaris skeptis, takut dan atau memilih menjual diri  menjadi barang dagangan yang murah.

Hanya sedikit dari mereka yang mampu mewujudkan keberaniannya, meski harus menempuh jalan merdeka atau mati, jika memilih dalam kesadaran kritis dan sikap perlawanan. Bersikap untuk  bangkit melawan atau diam tertindas, menjadi pilihan yang maha berat.

Karena memang sangat mustahil jika berhadapan dengan kekuatan oligarki yang  memiliki segalanya. Rakyat dibungkam dan tak dapat melawannya.

Oligarki dengan semua uang dan instrumen kekuasaannya, melalui aparat dan birokratnya, ditambah politisi dan para buzzer yang dibayar. Semakin melanggengkan kolonialisme dan imperialisme modern di bumi nusantara ini.

Akankah Indonesia berubah menjadi negara koloni baru?. Mungkinkan NKRI akan tenggelam dan tinggal kenangannya yang tersisa?

Hanya rakyat Indonesia sendiri yang mampu menjawabnya. Adakah ini menjadi momentum dan keberanian rakyat Indonesia melakukan perubahan dan penyelamatan bangsa.

Jika tak ingin suatu saat NKRI tidak ada lagi dalam peta dunia. Seperti kata Soekarno, suatu saat akan hilang  tenggelam suatu bangsa karena tak ada  keberanian dalam dirinya. Hanya ada pilihan revolusi atau mati.

Sebuah revolusi Di Bawah Bendera Oligarki.

*Penulis adalah pegiat sosial dan aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya