Berita

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam/Net

Politik

Komnas HAM Tolak Hukuman Mati dan Kebiri Herry Wirawan, Ini Alasannya

KAMIS, 13 JANUARI 2022 | 17:04 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Tuntutan hukuman mati kepada terdakwa kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, Jawa Barat, Herry Wirawan, tak disepakati oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, pihaknya bersandar pada asas kemanusian dalam kasus Herry Wirawan ini.

"Sikap Komnas HAM untuk setiap ancaman hukuman mati, selalu bersikap menolak," ujar Choirul Anam kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (13/1).

Selain hukuman mati, Choirul Anam juga menyatakan bahwa Komnas HAM tidak sepakat dengan hukuman kebiri.

"Karena tidak sesuai dengan prinsip HAM dan semangat perubahan hukum di kita (Indonesia)," katanya.

Dalam kasus Herry Wirawan, Komnas HAM fokus pada perlindungan korban sebanyak 13 santriwati yang diperkosa hingga hamil dan melahirkan.

Maka dari itu, Anam mendorong adanya perbaikan dan perubahan kebijakan untuk mengatasi masalah asusila.

"Terkait kasus ini, kami mendukung hukuman berat, namun bukan hukuman mati. Kimia, juga tidak bisa," tegasnya.

Maka dari itu, Choirul Anam menilai paling tidak Herry Wirawan bisa dijerat dengan hukuman penjara 12 tahun, sebagaimana diatur di Pasal Pemerkosaan 285 KUHP.

"Dan reparasi korban, harus juga jadi beban pelaku," tandasnya.

Tuntutan hukuman mati dan kebiri Herry Wirawan dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Selasa (11/1).

"Menuntut terdakwa dengan hukuman mati," kata JPU Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar yang diketua oleh Kajati, Asep N. Mulyana.

Asep mengatakan hukuman itu diberikan sesuai dengan perbuatan Herry yang sesuai dakwaan memperkosa 13 santriwatinya sendiri hingga hamil dan melahirkan.

"Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan," kata Asep.

Selain itu, Herry juga dikenakan hukuman denda terdiri dari pidana denda Rp 500 juta, dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban.

Total restitusi untuk 13 korban, sebesar Rp 331 juta lebih. Restitusi ini juga sebelumnya telah diungkapkan oleh LPSK saat dimintai keterangan pekan lalu.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya