Berita

Ilustrasi perahu angkut batubara/Net

Publika

Menyikapi Kebijakan Pemerintah di Sektor Batubara

Oleh: Yusri Usman*
KAMIS, 13 JANUARI 2022 | 09:37 WIB

KITA adalah negara yang berdaulat secara politik dalam menentukan kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) nasional. Amanah konstitusi jelas dan tegas bahwa SDA harus dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat Indonesia.

SDA dimiliki oleh Rakyat, dan oleh Negara melalui Pemerintah sebatas mengelola, tetapi harus berpijak pada konstitusi.

Keputusan setiap langkah dalam mengelola SDA harus didasarkan pada kepentingan nasional. Sikap mengambil keputusan bukan akibat desakan dari luar negeri. Demikian hal yang sama terkait dengan krisis batubara nasional saat ini, sikap Pemerintah membuka kran ekspor atas desakan sebagain negara importir harus dilawan dan ditolak. Keputusan menutup dan membuka, harus dipertimbangkan atas kepentingan nasional, dan bukan atas tekanan internasional.


Cadangan batubara nasional sebatas 2,5 persen dari total cadangan batubara dunia, sehingga kebijakan pengelolaan harus memikirkan kebutuhan batubara di dalam negeri jangka panjang, sesuai kebijakan yang telah ditetapkan di dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang dikeluarkan Dewan Energi Nasional (DEN).

Kesalahan mendasar kelangkaan batubara bagi PLN akibat perusahan batubara melanggar DMO dan juga lemahnya Pemerintah dalam melakukan pengawasan. Ini terbukti dengan sebagian besar perusahaan dengan DMO nol persen, dan baru diketahui di saat krisis terjadi.

Masalah mendasar ketergantungan pasokan batubara ke pembangkit PLN adalah dirubahnya pasal 75 UU Minerba  4/2009 di UU Minerba 3/2020 yang menghilangkan hak prioritas BUMN untuk mengelola tambang PKP2B yang telah terminasi.

Semestinya dengan proyeksi kepentingan nasional (PLN) dalam membutuhkan batubara, Pemerintah (ESDM) harus tegas untuk mengembalikan tambang batubara PKP2B pasca terminasi kepada Pemerintah, yang dilanjutnya dapat dikelola BUMN. Ironis, di saat kebutuhan batubara oleh PLN jelas meningkat, perpanjangan PKP2B menjadi IUPK tanpa mempertimbangkan kondisi ini.

Kebijakan Menteri BUMN mencopot direktur energi primer PLN dan akan membubarkan PT PLN Batubara serta anak perusahaan angkutan laut PLN, jelas sebagai kebijakan cuci tangan pemerintah dengan mengorbankan pihak yang tak bersalah. PT. PLN Batubara, jelas hanya memasok sebagian kecil kebutuhan PLN dan bukan sebagai “biang kerok” kejadian krisisnya pasokan batubara saat ini.

Kejadian krisis bukan sepenuhnya kesalahan PLN, bahkan Independent Power Producer (IPP)/atau IPP juga menghadapi masalah yang sama. Kesalahan sangat jelas ada di dalam ruang pengawasan oleh Pemerintah sendiri.

Di dalam situasi krisis yang berskala nasional dan memberikan dampak besar terhadap kerugian nasional, Menteri ESDM tidak dengan tegas memanggil perusahaan tambang untuk diperintahkan segera mengamankan pasokan. Bahkan semua surat penugasan kepada penambang dan rapat-rapat selama krisis sebatas diserahkan kepada Dirjen Minerba.

Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, yang mengusulkan penyelesaian masalah krisis DMO Batubara dengan membentuk Badan Layanan Umum (BLU) adalah jelas langkah yang melanggar konstitusi. Memaksakan PLN untuk membeli batubara dengan harga pasar, dengan bantuan dana BLU, menempatkan PLN harus “mengemis” setiap bulannya kepada BLU yang notabene sumbangan pengusaha tambang batubara.

UU Minerba pasal 5, jelas dan tegas Pemerintah diberi wewenang untuk menetapkan harga dan tingkat produksi nasional (tanpa merugikan pengusaha selama ini). Dengan membentuk BLU dan memutuskan PLN harus membeli harga batubara dengan harga internasional serta memaksakan pola CIF, dicurigai sebatas menguntungkan pengusaha, sekaligus melanggar amanah konstitusi.

*Penulis adalah Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI)


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya