Berita

Ilustrasi kekerasan seks/Net

Publika

Waspada... Bila Guru Minta Pijit Murid

SELASA, 28 DESEMBER 2021 | 20:13 WIB | OLEH: DJONO W OESMAN

TIAP 15 hari, seorang anak jadi korban kekerasan seks di sekolah sepanjang 2021. "Total 18 kasus, 2 Januari-27 Desember 2021 yang terpublikasi," kata Komisioner KPAI, Retno Listyarti di laporan akhir tahun, Selasa (28/12).

"Sedangkan kekerasan seks bagai gunung es. Diduga, lebih banyak yang tidak terpublikasi," katanya.

Mengapa bagai gunung es? "Karena banyak keluarga korban tidak melapor polisi, menganggap itu sebagai aib, kata Retno.

Kalau tidak melapor atau mencuat ke permukaan, pasti tidak diusut polisi. Kalau tidak diusut polisi, tidak terpublikasi media massa.

Dari 18 kasus, 4 (22,22 persen) terjadi di sekolah di bawah kewenangan Kemendikbudristek.

Sisanya, 14 (77,78 persen) terjadi di satuan pendidikan di bawah kewenangan Kementerian Agama.

Dari 18 kasus, 12 (66,66 persen) di pendidikan berasrama. Dan, 6 (33,34 persen) di sekolah yang bukan asrama.

Pelaku kekerasan seksual: Guru sebanyak 10 orang (55.55 persen). Kepala Sekolah/Pimpinan Pondok Pesantren 4 orang (22,22 persen). Pengasuh (11,11 persen). Tokoh agama (5.56 persen). Pembina Asrama (5.56 persen).

Jumlah korban 207 anak. Rincian 126 anak perempuan 71 anak laki-laki. Usia rentang 3–17 tahun, dengan rincian: PAUD/TK (4 persen), SD/MI (32 persen); SMP/MTs (36 persen). SMA/MA (28 persen).

Jumlah pelaku 19 orang, meski 18 kasus. Karena, ada satu kasus yang pelakunya dua orang pria di Ponpes Ogan Ilir, Sumatera Selatan. Kedua pelaku adalah guru agama.

Jumlah itu sudah termasuk kasus perkosaan 13 santriwati (bukan 12 seperti diberitakan sebelumnya) oleh Herry Wirawan di Bandung, yang kini diproses sidang.

Sidang kasus Herry  dikawal langsung Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Asep N. Mulyana. Setiap perkembangan sidang tertutup itu, selalu dilaporkan Asep kepada pers.

Di laporan terbaru, Selasa (28/12) diungkapkan lebih jelas, perilaku Herry terhadap 13 santriwati itu memang biadab. Para santriwati usia 13 sampai 15 itu saja jadi budak seks Herry sejak 2016, tapi juga dipaksa cari duit sumbangan.

Asep: "Anak-anak itu disuruh membuat proposal untuk minta bantuan PIP (Program Indonesia Pintar). Sumbangan sudah cair. Duitnya diambil Herry untuk nyewa hotel dan apartemen."

Di beberapa hotel dan apartemen di Bandung itulah, antara lain, hubungan seks Herry dengan para santriwati berlangsung.

Asep: "Lebih menyakitkan, ada saksi menceritakan, para santriwati itu juga diberi tugas membangun Ponpes, untuk nembok bahasa Sunda nya, tukang aduk semen, pasir untuk membangun yang diperintahkan pelaku."

Ditutup: "Jadi, lengkaplah sudah penderitaan para korban. Eksploitasi seks, juga eksploitasi fisik."

Yang spesifik, modus awal. Seperti data KPAI yang diungkap Retno, modusnya ini:

Pelaku janjikan nilai tinggi. Dijanjikan jadi Polwan. Pelaku minta dipijit korban. "Lalu, korban diraba-raba di bagian intim. Sebelum diperkosa."

Paling banyak adalah modus pijit. Korban Herry Wirawan, awalnya juga diminta memijit Herry. Lalu, diperkosa. Dan, diteruskan berulang-ulang sepanjang lima tahun.

Modus pijit terbaru, yang belum masuk data KPAI, kasus di Ponpes Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaku pengasuh Ponpes inisial S. Korban, santriwati inisial M (14).

Ayah korban M: "Anak saya (M) cerita, sering di-WA (oleh S) terus disuruh mijit. Sewaktu anak saya mijit, pelaku megang alat vital dan payudara," ungkap ayah M, ke wartawan usai melapor ke Polsek Sentolo, Kulon Progo, Senin (27/12).

Kepala Seksi Humas Polres Kulon Progo, Iptu I Nengah Jeffry, kepada pers, Selasa (28/12) sudah menerima laporan kasus itu. Ia mengatakan:

"Kami sudah melakukan penyelidikan. Termasuk pemeriksaan para saksi. Antara lain, ibu korban, Bhabinkamtibmas setempat dan korban sendiri. Untuk alat bukti kami telah mendapatkan hasil berupa screeenshoot chatting antara korban dan terlapor."

Kasus begini sulit dibuktikan, karena terjadi di dalam kamar. Hanya ada pelaku dan korban. Sedangkan isi chatting WA, hanya panggilan pelaku yang minta dipijit korban.

Kasus-kasus pelecehan seks atau perkosaan di Ponpes mengkhawatirkan masyarakat, jika diberitakan, berdampak buruk terhadap orang tua santriwati di mana pun berada. Mereka jadi ketir-ketir, memikirkan anak-anak mereka di Ponpes.

Ada kritik, agar kasus begini jangan diberitakan media massa.

Padahal, pemberitaan media massa menimbulkan efek jera bagi pelaku. Menghambat. Agar kasus serupa tidak terulang di tempat lain. Agar tidak jatuh korban lagi.

Maka, KPAI meminta Kementerian Agama mengeluarkan peraturan yang mencegah predator seks di Ponpes. Di sekolah umum sudah ada. Permendikbud No. 82 tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Di Satuan pendidikan.

Permendikbud itu merupakan sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan, termasuk kekerasan seksual. Sedangkan, "Kementerian Agama belum punya peraturan seperti itu," kata Retno.

Bayangkan, perangkat aturannya saja tidak ada. Tanpa aturan. Sehingga sangat banyak kasus seks di sana.

Seumpama pers tidak memberitakan kasus-kasus begini, siapa lagi yang mengontrol para calon predator seks?

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Prabowo-Gibran Perlu Buat Kabinet Zaken

Jumat, 03 Mei 2024 | 18:00

Dahnil Jamin Pemerintahan Prabowo Jaga Kebebasan Pers

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:57

Dibantu China, Pakistan Sukses Luncurkan Misi Bulan Pertama

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:46

Prajurit Marinir Bersama Warga di Sebatik Gotong Royong Renovasi Gereja

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:36

Sakit Hati Usai Berkencan Jadi Motif Pembunuhan Wanita Dalam Koper

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Pemerintah: Internet Garapan Elon Musk Menjangkau Titik Buta

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:26

Bamsoet Minta Pemerintah Transparan Soal Vaksin AstraZeneca

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:16

DPR Imbau Masyarakat Tak Tergiur Investasi Bunga Besar

Jumat, 03 Mei 2024 | 17:06

Hakim MK Singgung Kekalahan Timnas U-23 dalam Sidang Sengketa Pileg

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:53

Polisi Tangkap 2.100 Demonstran Pro-Palestina di Kampus-kampus AS

Jumat, 03 Mei 2024 | 16:19

Selengkapnya