Berita

Pertemuan antara Taliban dan perwakilan sepuluh negara tetangga di Moskow, Rusia/Net

Dunia

Temui Wakil 10 Negara Tetangga di Moskow, Taliban Tetap Gagal Dapat Pengakuan

KAMIS, 21 OKTOBER 2021 | 12:54 WIB | LAPORAN: ABDUL MANSOOR HASSAN ZADA

Upaya Taliban untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional masih belum membuahkan hasil. Sejauh ini belum ada negara yang mengakui pemerintahan Afghanistan di bawah kendali Taliban.

Pada Rabu (20/10), Taliban melakukan pertemuan dengan perwakilan 10 negara kawasan di Moskow, Rusia untuk membahas situasi terkini dan masa depan Afghanistan.

Sepuluh negara tersebut yaitu Kazakhstan, Tajikistan, Iran, Pakistan, Turkmenistan, India, Kyrgystan, Uzbekistan, China, dan Rusia sebagai fasilitator.

Delegasi Taliban dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri Abdul Salam Hanafi.

Dalam kesempatan tersebut, Hanafi menekankan, pemerintahan Taliban saat ini telah mewakili semua rakyat Afghanistan. Ia juga menyebut isolasi Afghanistan bukan kepentingan siapa pun.

"Pemerintah Afghanistan sekarang inklusif. Anda tahu bahwa sekitar 500 ribu pejabat pemerintah bekerja dengan kami, semuanya adalah mantan pejabat pemerintah," ujarnya, seperti dikutip Khaama News.

Meski begitu, tidak ada satu pun dari 10 negara yang hadir menjanjikan pengakuan untuk Taliban, termasuk Rusia yang dinilai lebih lunak.

Rusia menyebut penting untuk melihat kepatuhan Taliban terhadap hak asasi manusia dan pembentukan pemerintahan yang komprehensif.  

Alih-alih, negara-negara fokus pada upaya untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke Afghanistan.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov meminta dunia untuk membantu rakyat Afghanistan selama pertemuan tersebut.

"Kami percaya bahwa waktunya telah tiba untuk menggunakan sumber daya masyarakat internasional dan dengan demikian memberikan bantuan kemanusiaan, keuangan dan ekonomi ke Kabul untuk mencegah bencana kemanusiaan dan krisis imigrasi," kata Lavrov.

Setelah Amerika Serikat (AS) angkat kaki dan Taliban berkuasa, Afghanistan semakin jatuh ke dalam jurang krisis yang memicu bencana kemanusiaan.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya