Berita

Presiden RI, Joko Widodo/Net

Politik

Di Era Jokowi, Demokrasi Alami Degradasi

SELASA, 19 OKTOBER 2021 | 03:58 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Selama beberapa tahun terakhir, para ilmuwan politik asing cenderung melontarkan nada pesimistis terkait perkembangan Indonesia. Pesimisme itu khususnya terkait perkembangan di bidang sosial, demokratisasi serta Hak Asasi Manusia (HAM)

Hal itu disampaikan Manajer Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad  dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Dua Tahun Jokowi-Ma'ruf Amin: Capaian, Harapan dan Tantangan", Senin (18/10).

Namun, kata Saidiman, hal berbeda disuarakan oleh beberapa pengamat lain yang juga dari luar negeri. Mereka pada umumnya memberikan apresiasi terhadap pencapaian-pencapaian Pemerintahan Presiden Jokowi di sektor ekonomi, seperti keterbukaan ekonomi dan pembangunan infrastruktur.


"Profesor dari National University of Singapore, Kishore Mahbubani, misalnya, melalui sebuah artikel menyatakan Presiden Jokowi sebagai pemimpin jenius. Dia mengungkapkan bahwa Presiden Jokowi cukup berhasil menurunkan ketimpangan sosial melalui berbagai program pro rakyat," papar Saidiman.

Mahbubani, sambung Saidiman, juga mengatakan bahwa reformasi ekonomi Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi cukup berhasil.

"Indikator-indikator keberhasilan itu antara lain terbitnya Undang-undang Cipta Lapangan Kerja serta pembangunan infrastruktur yang dahsyat di berbagai daerah," ungkap Saidiman.

Akan tetapi, bukan berarti tidak ada suara-suara pesimistis terhadap Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Umumnya, pesimisme ini dilandasi penilaian bahwa sedang terjadi degradasi demokrasi di era Presiden Jokowi.

"Dosen University of Sydney, Thomas Power misalnya, menyebut 'Jokowi Authoritarian'. Dia melihat Pemerintahan Presiden Jokowi ini ada kecenderungan menuju otoritarianisme. Kemudian ada juga peneliti politik Edward Aspinall dan Marcus Mietzner dari Australian National University di Canberra, yang melihat rezim cenderung menggunakan 'jargon' menjaga pluralisme dengan cara-cara 'iliberal'," demikian Saidiman.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Berjuang Bawa Bantuan Bencana

Kamis, 04 Desember 2025 | 05:04

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

UPDATE

PIP Berubah Jadi Kartu Undangan Kampanye Anggota DPR

Senin, 15 Desember 2025 | 06:01

Perpol versus Putusan MK Ibarat Cicak versus Buaya

Senin, 15 Desember 2025 | 05:35

Awas Revisi UU Migas Disusupi Pasal Titipan

Senin, 15 Desember 2025 | 05:25

Nelangsa Dipangku Negara

Senin, 15 Desember 2025 | 05:06

Karnaval Sarendo-Rendo Jadi Ajang Pelestarian Budaya Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 04:31

Dusun Bambu Jual Jati Diri Sunda

Senin, 15 Desember 2025 | 04:28

Korupsi di Bandung Bukan Insiden Tapi Tradisi yang Dirawat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:10

Rektor UI Dorong Kampus Ambil Peran Strategis Menuju Indonesia Kuat

Senin, 15 Desember 2025 | 04:06

Hutan Baru Dianggap Penting setelah Korban Tembus 1.003 Jiwa

Senin, 15 Desember 2025 | 03:31

Jangan Keliru Tafsirkan Perpol 10/2025

Senin, 15 Desember 2025 | 03:15

Selengkapnya