Berita

Pakar otonomi daerah Prof. Dr. Djohermansyah Djohan/Net

Politik

Profesor Djohermansyah: Masa Jabatan Kepala Daerah Diperpanjang Lebih Efektif Ketimbang Angkat Pj ASN

MINGGU, 26 SEPTEMBER 2021 | 13:23 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kekosongan kursi kepala daerah di ratusan daerah akan terjadi jelang Pilkada Serantak 2024 digelar. Ini lantaran masa amanah kepala daerah habis di tahun 2022 dan 2023, sementara pilkada baru akan digelar tahun 2024.

Pakar otonomi daerah Prof. Dr. Djohermansyah Djohan mengurai bahwa kondisi ini merupakan masa transisi yang terlalu panjang. Sebab biasanya Pj (penjabat) memiliki waktu menjabat yang pendek, yaitu sebatas hitungan bulan.

“Nah, itu waktunya terlalu lama,” kata Presiden i-Otda (Institut Otonomi Daerah) itu kepada redaksi, Minggu (26/9).


Buntutnya, tidak sedikit yang mempersoalkan dan menganggap ASN tidak legitimate. Alasannya karena Pj diangkat sementara dipilih secara demokratis oleh rakyat.

“Waktu hampir dua setengah tahun separuh dari masa jabatan, itu akan menjadi kelemahan kalau kita mengangkat kepala daerah dari ASN,” tutur Dirjen Otda Kemendagri periode 2010 hingga 2014 itu.

Profesor Djohermansyah lantas mempertanyakan efektivitas para Pj saat memimpin daerah dalam waktu yang lama. Misalnya, dalam menyusun perda, membuat APBD, berhadapan dengan DPRD dari politisi, dan dalam menangani Covid.

Hal tersebut tentu tidak mudah. Mereka harus belajar lagi mengenai kondisi daerah. Sebab mereka merupakan pejabat dari pusat yang dikirim ke daerah.

“Ada juga kekhawatiran kepentingan-kepentingan politik tertentu dari pihak yang mengangkat dalam kaitannya pemilu 2024 nanti. Itu semua harus kita lihat dengan cermat. Untuk mengatasi kecemasan dan kekhawatiran dari masyarakat tadi,” kata Gurubesar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) itu.

Yang juga harus menjadi catatan adalah ASN yang ditunjuk sebagai Pj biasanya tidak melepas jabatan di ASN. Artinya, mereka harus membagi waktu dalam bertugas, sekalipun ada plt di jabatan ASN-nya.

“Contohnya, saya dulu Dirjen Otda, kemudian diangkat PJ Gubernur Riau. Saya tetap menjadi Dirjen Otda, jadi saya mengurus Otda juga mengurus Riau,” urai Pj Gubernur Riau 2013 hingga 2014 ini.

Sebagai solusi, Prof Djo mengusulkan agar masa jabatan 271 kepala daerah yang habis sebelum 2024 diperpanjang, baik ditambah 1 tahun maupun 2 tahun.

Dengan solusi itu, terang Prof Djo, legitimasi yang dipertanyakan menjadi tidak ada. Sebab, kepala daerah adalah hasil pilihan rakyat, sehingga legitimasi tetap kuat meski masa jabatannya diperpanjang.

“Itu sudah ada tradisinya, praktik empiriknya dulu Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pernah diperpanjang masa jabatannya 1 tahun karena habis masa jabatannya 5 tahun gara-gara UU Keistimewaan DIY belum selesai,” sambungnya.

Selain itu, mereka juga bukan diangkat dari ASN, sehingga legitimasi menjadi kuat. Efektifitasnya perpanjangan masa jabatan itu juga karena dua-duanya diperpanjang. Jadi ada gubernur dan wakilnya, bupati walikota dan wakilnya.

Selain itu, ada argumentasi lain soal yang terkait dengan pengalaman penanganan Covid, misalnya kalau kepala daerah yang sedang menjabat ini diperpanjang, mereka itu sudah menangani Covid sejak tahun 2020.

“Kalau Pj ASN tentu dia harus belajar lagi. Padahal Covid ini tidak bisa dipakai percobaan, kita harus langsung kita menanganinya,” kata Prof Djo.

Dalam analisis Prof Djo, lebih tepat diperpanjang masa jabatan mereka. Jika pemerintah mempertimbangkan opsi itu, maka tinggal UU Pilkada 10/2016 pasal 201 ayat 9, 10, 11 direvisi.

Terkait pengisian kekosongan kepala daerah tahun 2022 hingga 2023 diisi oleh ASN, diganti menjadi diisi dengan cara perpanjangan masa jabatan oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah. Itu perubahan yang sangat simple dan tidak rumit.

“Kalau diadopsi, maka ini akan membuat pemerintahan daerah di bawah orang yang sedang menjabat ini akan lebih efektif ketimbang mengangkat Pj KDH dari ASN,” pungkasnya.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya