Berita

Anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah/Net

Publika

Perempuan dan Sistem Pertanian Egaliter

Luluk Nur Hamidah*
JUMAT, 24 SEPTEMBER 2021 | 23:17 WIB

PADA tahun 2017 konferensi gerakan petani internasional yang bertajuk  “We Feed Our Peoples and Build The Movement to Change The World! dihadiri oleh 79 negara di dunia, di Spanyol.

Konferensi ketujuh dalam upaya memperingati persatuan gerakan petani internasional yang terhimpun dalam gerakan La Via Campesina.

Sebuah gerakan yang melibatkan banyak organisasi petani di dunia itu memiliki ambisi kuat untuk melawan dominiasi agenda neo-libera dengan misi liberalisasi di sektor pertanian.
 
Gerakan petani internasional itu ditujukan untuk melakukan perlawanan dengan memberikan penekanan pada kedaulatan pangan yang terlah lama dintervensi oleh pelbagai organisasi pangan global.

Sebut saja FAO (Food and Agriculture Organization) dengan agenda-agenda globalnya yang banyak merugikan petani di sektor terkecil terutama petani di pedesaan.

Pasca konferensi tersebut, sampai saat ini sudah terbentang kurang lebih empat tahun, nasib petani belum banyak mengalami perubahan.

Alih-alih mencapai progress yang matang, petani kebanyakan masih terpinggirkan. Banyak agenda-agenda global yang diserap oleh negara.

Negara tampil sebagai aktor utama dalam agenda derugulasi kebijakan yang sedikit banyak berimbas pada petani dan sistem pertanian di Indonesia.

Salah satunya kebijakan omnibus law yang disebut-sebut sebagai instrumen untuk mewujudkan kesejarahteraan. Dengan menggantungkan diri pada penanaman modal asing dan domestik di pelbagai sektor potensial, terutama pertanian dengan diciptakannya kebijakan perhutanan sosial.

Kebijakan ini nyatanya justru tumpang tindih dengan kenginan petani di grassroot.  

Alih-laih deregulasi tersebut berdampak pada kebiakn nasib petani, justru berbanding terbalik. Banyak petani yang mengalami panceklik.

Kondisi tersebut tidak mampu membawa pencapaian yang progress bagi nasib petani kebanyakan.

Dalam memperingati Hari Tani nasional, kita wajib memberikan celah waktu untuk melakukan refleksi hal-hal apa saja yang menjadi penting untuk dikemukakan mengenai kondisi petani.

Agar mempunyai gambaran yang riil atas situasi petani hari ini. Salah satu hal yang krusial dalam perbincangan aktivisme dan akdemisi setelah negara Indonesia menerapkan revolusi hijau adalah peran dan posisi perempuan tani di pedesaan.

Revolusi hijau memiliki target dari swadaya komoditi pertanian ke aktivitas ekspor. Memang dalam kadar tertentu berkat kebijakan itu, Indonesia sempat menjadi eksportir produk pertanian, akan tetapi dampak negative dari kebijakan tersebut banyak menimbulkan masalah di kalangan petani.

Seperti penggunaan pestisida, bibit-bibit pertanian yang di monopoli oleh asing yang diedarkan lewat sisrkulasi pasar yang tidak dapat dijangkau oleh petani miskin.

Selain itu, pembagian kerja antar petani itu sendiri.

Sampai saat ini petani perempuan masih jauh dalam relasi yang egaliter di dalam pengarusutamaan gender berbasis tani pedesaan. Kebanyakan dari mereka tersubordinasi dalam peran-peran di sektro privat.

Program revolusi hijau adalah tapal batas swastanisasi sektor pertanian yang meniscayakan peran perempuan semakin termajinalkan dalam sektor pertanian.

Berbeda dengan relasi gender sebelumnya, di mana perempuan menempati posisi yang setara dalam relasi sosial. Tidak hanya di Indonesia, nasib serupa juga di alami di India.

Sebelum menerapkan swastanisasi di sektor pertanian, posisi perempuan dan laki-laki menempati relasi yang setara, bahkan melebihi itu.

Peran perempuan dianggap penting dalam produksi pengetahuan mengenai tata kelola pertanian.

Revolusi hijau dengan penekanan penggunaan teknologi dan penyerapan bahan kimiawi seperti pestisida secara langsung meniadakan pertautan perempuan dengan alam.

Ini sebagai akibat, dalam swastanisasi (sistem pertanian yang kapitalistik) meniscayakan peran laki-laki sebagai aktor utama yang memiliki pengaruh dalam tata kelola lahan.

Hal ini dikarenakan penyuluhan pertanian semenjak revolusi hijau sampai saat ini menempatkan laki-laki sebagai aktor utama yang lebih paham dan memahami kondisi alam.

Akibatnya, alam ditempatkan sebagai instrumen mewujudkan laba dalam sistem kapitalistik yang sangat patriarkis. Alam kehilangan sisi metafisikalnya sebagai ibu bagi kehidupan petani secara keseluruhan.

Agenda pertanian global tidak hanya merombak alat-alat tradisional yang lebih ramah terhadap lingkungan dan alam.

Penerapan teknologi juga merombak relasi gender yang egaliter dan proporsional menjadi relasi gender yang lebih dominan di antara satu dengan yang lainnya.

Sudah tentu, sistem semacam ini sangat patrialkal, dalam istilah yang dikemukakan para akademisi dan aktivis, kondisi demikian adalah situasi yang melanggengkan praktik patriarkis dan berimbas pada ketidak setaraan peran perempuan di sektor-sektor pertanian.

Hal yang perlu ditekankan di sini ‘bahwa peran perempuan di sektor pertanian pedesaan yang penting.

Kesetaraan relasi gender di sektor pertanian desa ini sangat menentukan terciptanya relasi yang berkeadilan bagi perempauan dan aktor laki-laki lainnya.

Mungkin kita berandai-andai bahwa pertanian bisa mewujudkan surplus produksi di bawah sistem pasar global. Tetapi yang perlu ditekankan, persoalan utamanya adalah tiadanya kedaulatan yang benar-banar hakiki selama kodrat perempuan dimarjinalkan.

Hipotesis terakhir dalam tulisan ini, tidak akan pernah dicapai suatu kedaulatan petani tanpa kesetaraan relasi gender.

Sebab, kedaulatan meniscayakan kesetaraan yang hanya mampu diwijudkan melalui reposisi kaum perempuan.

Kesetaraan perempuan tidak akan pernah dicapai melalui konferensi-konferensi nasional bahkan internasional, jika syarat utama tidak terpenuhi.

Syaratnya, yakni kesadaran kolektif kalangan perempuan masih teralienasikan oleh sistem yang patriarkis. Perjuangan kedaulatan atas pertanian adalah perjuangan kedaulatan bagi perempuan.

Penulis adalah anggota DPR RI Komisi IV FPKB dan Ketua DPP PKB Bidang Hubungan Internasional

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

Daftar Bakal Calon Gubernur, Barry Simorangkir Bicara Smart City dan Kesehatan Untuk Sumut

Selasa, 07 Mei 2024 | 22:04

Acara Lulus-Lulusan Pakai Atribut Bintang Kejora, Polisi Turun ke SMUN 2 Dogiyai

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:57

Konflik Kepentingan, Klub Presiden Sulit Diwujudkan

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:41

Lantamal VI Kirim Bantuan Kemanusiaan Untuk Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:33

Ketua MPR: Ditjen Bea Cukai, Perbaiki Kinerja dan Minimalkan Celah Pelanggaran!

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:33

Anies: Yang Tidak Mendapatkan Amanah Berada di Luar Kabinet, Pakem Saya

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:25

Ide Presidential Club Karena Prabowo Ingin Serap Pengalaman Presiden Terdahulu

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:17

Ma’ruf Amin: Presidential Club Ide Bagus

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:09

Matangkan Persiapan Pilkada, Golkar Gelar Rakor Bacakada se-Sumut

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:04

Dua Kapal Patroli Baru Buatan Dalam Negeri Perkuat TNI AL, Ini Spesifikasinya

Selasa, 07 Mei 2024 | 21:00

Selengkapnya