Berita

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto/Net

Politik

Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Akal-akalan Oligarki karena Khawatir Zona Nyamannya Bubar

SELASA, 07 SEPTEMBER 2021 | 18:06 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Wacana amandemen UUD 1945 perpanjangan masa jabatan presiden dianggap sebagai akal-akalan kelompok oligarki yang khawatir zona nyamannya bubar jika rezim berganti.

Direktur Eksekutif Oversight of Indonesia's Democratic Policy, Satyo Purwanto mengatakan, UUD hasil amandemen Pasal 7 UUD 1945 membatasi masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Kata Satyo, tujuannya menghindari kesewenang-wenangan dan akibat pengalaman traumatik bangsa Indonesia di masa orde lama dan orde baru yang menjadi otoriter, represif dan korup karena terlalu lama berkuasa.


"Wacana Presiden 3 periode ataupun perpanjangan masa jabatan tidak sesuai UU dan juga ahistoris dengan perjuangan mahasiswa, pemuda dan segenap rakyat Indonesia di tahun 1998 dengan berkorban jiwa, raga dan harta untuk membawa bangsa Indonesia ke orde reformasi," ujar Satyo kepada Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (7/9).

Hal tersebut kata Satyo, mengapa konstitusi membatasi Presiden dan Wakil Presiden hanya menjabat selama lima tahun dan dapat dipilih hanya sebanyak dua kali dan tidak dikenal penambahan masa jabatan.

"Amanat konstitusinya seperti itu, hukum mengatakan tidak boleh ada orang menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden lebih dari dua kali masa jabatan," kata Satyo.

Jika alasannya pandemi Covid-19 kata Satyo, seluruh dunia pun mengalami hal yang sama.

Bahkan, dalam catatan Satyo, pemerintah pernah ngotot menggelar Pilkada di tengah pandemi pada Desember 2020. Proses pelaksanaannya pun berjalan sesuai tahapan yang harus dilalui.

Satyo mengendus, wacana perpanjangan masa jabatan bukan berdasar kebutuhan rakyat, tetapu hanya keinginan kelompok oligarki. Ia menduga, kelompok oligarki tidak ingin zona nyamannya berubah saat rezim berganti.

"Wacana tersebut adalah berasal dari segelintir elite dan hanya konsumsi elite. Sehingga bisa dipastikan wacana tersebut bukan atas dasar kebutuhan rakyat, patut diduga hal itu adalah akal-akalan kelompok oligarki yang khawatir zona nyamannya bubar jika rezim berganti," pungkas Satyo.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

Kapolda Metro Buka UKW: Lawan Hoaks, Jaga Jakarta

Selasa, 16 Desember 2025 | 22:11

Aktivis 98 Gandeng PB IDI Salurkan Donasi untuk Korban Banjir Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:53

BPK Bongkar Pemborosan Rp12,59 Triliun di Pupuk Indonesia, Penegak Hukum Diminta Usut

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:51

Legislator PDIP: Cerita Revolusi Tidak Hanya Tentang Peluru dan Mesiu

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:40

Mobil Mitra SPPG Kini Hanya Boleh Sampai Luar Pagar Sekolah

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:22

Jangan Jadikan Bencana Alam Ajang Rivalitas dan Bullying Politik

Selasa, 16 Desember 2025 | 21:19

Prabowo Janji Tuntaskan Trans Papua hingga Hadirkan 2.500 SPPG

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Trio RRT Harus Berani Masuk Penjara sebagai Risiko Perjuangan

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:54

Yaqut Cholil Qoumas Bungkam Usai 8,5 Jam Dicecar KPK

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:47

Prabowo Prediksi Indonesia Duduki Ekonomi ke-4 Dunia dalam 15 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 20:45

Selengkapnya