Berita

Repro

Publika

Melawan Mural, Melawan Moral, Kesatuan Pro-Oligarki Tak Akan Membela Rakyat

MINGGU, 22 AGUSTUS 2021 | 21:58 WIB | OLEH: ARIEF GUNAWAN

DI NEGARA  yang demokrasinya waras & civilized, mural diapresiasi. Di negeri bekas penjajah, seperti Belanda, sajak “Aku”, Chairil Anwar dimuralkan di Leiden, bersama  110 sajak penyair dunia yang ditulis dalam berbagai bahasa.

Manusia primitif mengenal mural yang disebut rock art sebagai ekspresi identifikasi mereka terhadap benda-benda dan hewan, yang ditorehkan di dinding-dinding gua.

Affandi maestro pelukis Indonesia juga terkenal dengan muralnya “Boeng, Ajo Boeng”, yang dibikin tahun ‘45, untuk menyemangati pemuda melawan penjajah.

Tan Malaka meminta seniman membuat mural & graffiti berbahasa Inggris untuk menarik perhatian pers dunia waktu Belanda, 1946, mau balik lagi, dan Van Mook bikin propaganda internasional Indonesia belum merdeka.

Mengkritik dengan mural dan graffiti adalah hal biasa dalam alam demokrasi. Apalagi kata Sukarno orang Indonesia artistenvolk (berjiwa artis) & gevoels-mens (manusia seni) yang pintar mengekspresikan rasa.

Tapi hari ini mural dimusuhi, dianggap momok menakutkan oleh rezim, sehingga terkesan tiada yang lebih gawat untuk diurus selain menghapus dan menangkapi para seniman pembuat mural.

Bagaimana nasib demokrasi dan kebebasan berpendapat ?

“Dalam negara demokrasi, gagasan dan suara kegelisahan itu seharusnya disalurkan lewat DPR. Tapi DPR-nya sudah bersatu-padu dengan eksekutif dalam kesatuan pro-oligarki, tidak akan membela rakyat. Maraknya mural adalah sebagai pengganti DPR yang lumpuh,” tulis tokoh nasional Dr Rizal Ramli di akun twitter-nya.

Pernyataan Rizal Ramli ini paralel dengan ucapan Sukarno yang pernah memperingatkan perjuangan bangsa ini kelak akan lebih sulit ketika yang dihadapi adalah bangsa sendiri. Yang hari ini dalam istilah Rizal Ramli telah mengkristal menjadi “kesatuan pro-oligarki”.

“Melawan mural sama dengan melawan moral internasional. Merusak mural bisa disebut vandalisme. Merusak nilai seni,” tandas penyair dan mantan wartawan, Adhie Massardi.

Dalam pandangannya mural merupakan salah satu aliran dari cabang senirupa yang sudah menjadi konvensi internasional. Bahkan, katanya,  kalau diapresiasi secara tertata dan beradab, bisa menjadi destinasi pariwisata lokal.


Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya