Berita

Mantan Ketua Komisi Yudisial Prof Aidul Fitrichiada dalam webinar bertajuk “Kontroversi Temuan TWK 51 Pegawai KPK” yang diselenggarakan Moya Institute secara daring/Repro

Hukum

Mantan Ketua KY Ungkap KPK yang Dulu Kerap Meneror Hakim

SABTU, 14 AGUSTUS 2021 | 00:32 WIB | LAPORAN: IDHAM ANHARI

Perilaku yang bisa dikatakan mengintervensi penegakan hukum ternyata pernah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dulu atau ketika belum berubah Undang-undang dan era pimpinannya.

Hal tersebut terungkap saat mantan Ketua Komisi Yudisial Prof Aidul Fitrichiada Azhari memeriksa beberapa hakim yang mengaku kerap diteror oleh KPK.

“Saya beberapa kali memeriksa hakim, beberapa orang hakim yang dia “diteror” juga oleh KPK. Ditelpon, dirusak ya macam-macamlah,” kata Prof Aidul saat menjadi pembicara Webinar bertajuk “Kontroversi Temuan TWK 51 Pegawai KPK” yang diselenggarakan Moya Institute secara daring, Jumat sore (13/8).


Bahkan, lanjut Prof Aidul mengungkap, salah satu hakim bercerita kepadanya bahwa keluarganya ikut diteror oleh KPK. Pada saat itu, ia pernah bertanya mengapa tidak melaporkan aksi teror yang dialami.

“Tapi kan pak, siapa yang berani pada saat itu sama KPK,” ujar Prof Aidul meniru jawaban hakim yang diteror itu.

Melihat fenomena tersebut, Prof Aidul kemudian memaklumi soal adanya anggapan bahwa apa yang dilakukan oleh KPK pada saat itu merupakan politik lantaran powernya yang begitu besar sehingga acap kali menangani perkara bukan murni persoalan hukum.

Oleh karena itu menurut dia, serangan yang terjadi saat ini kepada KPK merupakan konsekuensi atas terganggunya konsolidasi politik di dalam tubuh KPK yang tercabut, dimana hal tersebut tercermin atas tersingkirnya 51 pegawai KPK dalam proses TWK.

“Kekuatan-kekuatan politik ini kemudian tercabut dari KPK,” tandas Prof Aidul.

Sementara itu, mantan pimpinan DPR Ri Fahri Hamzah yang juga mengamini tindakan-tindakan KPK tersebut juga menyayangkan sikap 51 pegawai KPK yang gagal TWK saat masih bertugas di lembaga antirasuah dianggap seperti Janggo (merujuk seperti cowboy). Mereka dinilai bekerja tanpa memperhatikan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.

“Mainnya terabas, gak tau aturan. Yang penting tangkap gak perduli melanggar hukum, yang penting dapat hasil, yang penting tampil, yang penting jam tayang. Ini yang menurut saya harus dihapuskan,” tandas Fahri.

Fahri melihat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dulu disadari atau tidak menjadi bagian permainan politik yang terjadi di Indonesia. Karena menurut dia, KPK sebelum era pimpinannya berganti dengan mudah menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“(Dengan mudah) cap (tersangka) ke orang. Tidak sadar telah menjadi central dari permainan politik akhirnya,” ujar Fahri.

Atas hal tersebut, kata Fahri, akhirnya KPK kerap dimanfaatkan oleh partai politik dengan di endorse dalam arti lain mendukung KPK ketika menetapkan tersangka di luar kelompok atau partai politik tertentu.

“Yang secara bergantian partai politik bergantian tuh akhirnya mengendorse KPK. Giliran (parpol A) kena (jadi tersangka). Dia (parpol B) dukung. Jadi bagian dari kekacauan,”  tandas Fahri.

Selain Prof Aidul, dan Fahri Hamzah, webinar tersebut turut menghadirkan pembicara lain seperti Wakil Ketua Umum partai Gelora Mahfuz Sidik dan sebagai penanggap Diplomat senior sekaligus pemerhati isu-isu strategis Prof Imron Cotan.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Denny Indrayana Ingatkan Konsekuensi Putusan MKMK dalam Kasus Arsul Sani

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:30

HAPPI Dorong Regulasi Sempadan Pantai Naik Jadi PP

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:22

Pembentukan Raperda Penyelenggaraan Pasar Libatkan Masyarakat

Selasa, 16 Desember 2025 | 01:04

Ijazah Asli Jokowi Sama seperti Postingan Dian Sandi

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:38

Inovasi Jadi Kunci Hadapi Masalah Narkoba

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:12

DPR: Jangan Kasih Ruang Pelaku Ujaran Kebencian!

Selasa, 16 Desember 2025 | 00:06

Korban Meninggal Banjir Sumatera Jadi 1.030 Jiwa, 206 Hilang

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

Bencana Sumatera, Telaah Konstitusi dan Sustainability

Senin, 15 Desember 2025 | 23:34

PB HMI Tegaskan Putusan PTUN terkait Suhartoyo Wajib Ditaati

Senin, 15 Desember 2025 | 23:10

Yaqut Cholil Masih Saja Diagendakan Diperiksa KPK

Senin, 15 Desember 2025 | 23:07

Selengkapnya