Berita

Presiden Jokowi/Net

Politik

Apakah Pandemi Covid-19 Cukup Kuat Jadi Alasan Makzulkan Jokowi?

JUMAT, 13 AGUSTUS 2021 | 20:29 WIB | LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK

Pemakzulan atau penggulingan pemerintahan yang sedang berkuasa bukan hanya sekali terjadi di Indonesia. Baik itu pemerintahan yang berakhir secara konstituaional ataupun tidak.

Pakar hukum Suparji Ahmad mengatakan, contoh pemakzulan yang dilakukan dengan cara konstitusional adalah berakhirnya era pemerintahan Presiden Abdurrachman Wahid atau Gus Dur.

"Kalau melalui konstitusi kan ketika Gus Dur karena ada proses politik, ada kesepakatan DPR, ada kemudian MPR," ujar Suparji dalam webinar Kaukus Muda Indonesia bertema 'Membaca Propaganda dan Isu Penggulingan Jokowi di Tengah Pandemi Covid-19', Jumat (13/8).

Sementara, kata dia, jika berbicara pemakzulan tanpa melalui jalan konstitusi ada dua era, yakni Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto.

"Kalau di luar konstitusi kan ada Soeharto yang mengundurkan diri, itu pun akhirnya terguling. Demikian juga pada masa Soekarno karena situasi pada waktu itu akhirnya dia terguling," terangnya.

Soal pemerintahan Presiden Joko Widodo, lanjutnya, dia ragu akan terjadi pemakzulan. Pun juga kalau alasannya kegagalan dalam menangani pandemi virus corona baru (Covid-19), dia tidak yakin alasan ini cukup kuat.

"Apakah situasi pandemi Covid-19 ini dapat menjadi alasan untuk melalukan penggulingan pemerintahan yang sah secara hukum?" pungkasnya.

Berdasarkan data yang dirilis Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per Jumat (13/8), untuk kasus meninggal hari ini tercatat bertambah 1.432 kasus. Totalnya kini menjadi 113.664 orang atau sebesar 3 persen dari total kasus positif.

Tingginya angka kematian inilah yang menjadi sorotan banyak kalangan untuk menilai bahwa pemerintahan Joko Widodo gagal dalam menekan angka kematian warga negaranya.

Bahkan terbaru, Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan akan menghilangan data angka kematian sebagai indikator penentuan kelanjutan penerapan PPKM atau tidak. Alasannya, data kematian yang terinput tidak singkron dan perlu perbaikan.

Populer

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Usia Pensiun TNI Bakal Diperpanjang, Ketum PEPABRI: Kalau 58 Tahun Kan Masih Lucu-Lucunya

Senin, 10 Maret 2025 | 19:58

UPDATE

TNI dan Satgas PKH Garda Terdepan Tegakkan Hukum Perkebunan Sawit Ilegal

Kamis, 13 Maret 2025 | 19:30

Rumah Ridwan Kamil Digeledah Pertama di Kasus bank bjb, Ini Sebabnya

Kamis, 13 Maret 2025 | 19:24

Kelakar Prabowo Soal Jaksa Agung yang Absen di Bukber Rektor

Kamis, 13 Maret 2025 | 19:15

KPK Sita Deposito Hingga Bangunan di Kasus Korupsi bank bjb

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:51

Legislator PDIP Usul Pembentukan Kamar Khusus Pajak di MA

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:35

Terus Bertumbuh, Ketua Komisi VI Apresiasi Kinerja Antam

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:09

Hormati KPK, bank bjb Pastikan Kegiatan Bisnis Tetap Jalan

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:08

Pejabat bank bjb dan Agensi Sepakat Markup Iklan, Begini Modusnya

Kamis, 13 Maret 2025 | 18:07

Sri Mulyani: Penurunan Penerimaan Pajak Tak Perlu Didramatisasi

Kamis, 13 Maret 2025 | 17:58

Perdana Prabowo Undang Rektor Seluruh Indonesia ke Istana

Kamis, 13 Maret 2025 | 17:54

Selengkapnya